Jumat, 13 Januari 2017
[INDEX] Daftar Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan
1. Artikel Aliran Materialisme
2. Revisi Aliran Materialisme
3. Kota Serang
4. Pertanyaan
5. Orasi
6. Kajian Filsafat Pancasila
7. Pertanyaan
8. Power Point Aliran Materialisme ( dikirim via Email)
9. Aliran Idealisme
10.The My Hero Project Mohammad Hatta
11.Filsafat Politik sebagai Filsafat Kesadaran
12.FILSAFAT MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
13Membangun Dunia dengan Filsafat Pendidikan Matematika
14. Hubungan Filsafat dengan Ilmu Pengetahuan
15.Kedudukan Filsafat dalam Ilmu Pengetahuan
16.Pendidikan sebagai Hak Asasi Manusia
17.Provinsi Banten
18. Pentingnya Pendidikan Moral Di Era Globalisasi
19.PUISI UNTUK IBU : TERIMAKASIH IBU
20.Problematika Pendidikan di Indonesia
21.Filsafat diluar Yunani
22.10 jenis aliran Filsafat yang mengubah pola pikir manusia
23. FILSAFAT FENOMENOLOGI
24.Aliran Rekontruksionisme
25.Filsafat Metafisika
26.PERMASALAHAN FILSAFAT, SISTEMATIKA FILSAFAT, ATAU FILSAFAT SISTEMATIS
27.Filsafat Hidup Rasulullah SAW
28.FILSAFAT BARAT ABAD PERTENGAHAN
29.PEMIKIRAN FILSAFAT TIMUR
30.Aksiologi ( Filsafat Ilmu )
31.Wujud Akulturasi Masyarakat Muslim Cikoneng (kearifan lokal filsafat)
32.PENGANTAR FILSAFAT
33.Aliran Monisme
34.FILSAFAT LOGIKA
35.Filsafat Pendidikan Pancasila Dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Nasional
36.Aliran Eksistensialisme dengan pendidikan
37.Filsafat Analitis (Filsafat Dewasa Ini )
38.KAJIAN ONTOLOGIS MATEMATIKA
39. Pandangan Epistemologi Essensialisme
40.FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU PENDIDIKAN
41.Cabang-Cabang Filsafat
42.TOKOH-TOKOH FILSAFAT PENDIDIKAN
43.Sejarah Filsafat Berdasarkan Kurun Waktu
44.FILSAFAT HIDUP
45.Filsafat Ilmu Pada Zaman Klasik
46.Sarana Berfikir Ilmiah
47.3(tiga) domain kajian filsafat ilmu
48.TEORI NILAI ( AKSIOLOGI )
49.Aliran krititisme oleh Immanuel Kant
50.Aliran Rekontruksionisme
51.Aliran Perennialisme
52.Kajian Ontologis : Dahulu dan Masa Kini
53.KAJIAN TEMATIK FILSAFAT
54.Si Lengket Bermetemorfosis
55.Seni Rampak Bedug Sebagai Media Dakwah di Banten
56.ALIRAN INTUISIONALISME
57.FILSAFAT KONTEMPORER
58.POSMODERNISME (Krisis dan Masa Depan Pengetahuan)
59. Strukturalisme (Aliran Pemikiran)
60.Filsafat Pra Socrates (Filosof Alam)
61.MENGENAL MASJID AGUNG BANTEN SERTA GEOMETRI NYA
62.MENGENAL BATIK BANTEN
63.MENGENAL SUKU BADUY DILIHAT DARI PENGGUNAAN BAHASA, CARA BERPAKAIAN, MATA PENCAHARIAN DAN PERNIKAHAN
64.Sejarah Singkat suku Baduy ( urang Kanekes )
65.HUBUNGAN ETIKA, MORAL, NORMA DAN KESUSILAAN
66.POST-POSITIVISME (Ilmu Filsafat)
67. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN FILSAFAT DAN ILMU
68.PENALARAN DAN LOGIKA DALAM FILSAFAT
69.EPISTIMOLOGI, ONTOLOGI, AKSIOLOGI, PENGETAHUAN FILSAFAT
70.Tempat Wisata Air Terjun atau Curug di Banten
71.Asal Muasal Karang Bolong di Anyer Banten
72.Ilmu Hitung Masyarakat Baduy
73. Legenda Gunung Pinang Banten
74.filosofi kehidupan
75.Toleransi Beragama
76.Filsafat Hukum Islam
77.Cinta dan Filsafat
78.HUBUNGAN PSIKOLOGI DENGAN FILSAFAT
79.Filsafat Ekonomi
80.Gapura Banten
81.Filsafat hukum
82.Filsafat Dalam Budaya
83,Filsafat ketuhanan
84.Asal-usul Nama Anyar (kampung halaman)
85.Peran Logika dalam Filsafat
86.Peran Filsafat Dalam Implementasi Kurikulum 2013
87.SUNDA WIWITAN
88.Manfaat dan Objek Kajian Filsafat Pendidikan
89.Filsafat Penelitian
90.Cara Kerja Fisafat Dan Filsafat ILmu Pengetahuan
91.FILSAFAT PANCASILA
92.METODE KERAGUAN (SKEPTISISME) DESCARTES
93.ADEQUASI ILMU: DOGMATISME, DIALEKTISISME DAN SKEPTISISME
94. SINIS DAN SKEPTISISME
95.Metode Skeptisisme di dalam Filsafat Modern
96.Filsafat Kaum Sofis Dan Sokrates
97.Produk Pemikiran Filsafat
98.Kebenaran Filsafat
99.Filsafat : Hati dan Akal
100.Filsafat Metafisika Dalam Pendidikan
101. Aliran Perennialisme Dan Ilmu Pengetahuan
102.Kematian Berdampak Masalah
103.Tiga Kebenaran Filsafat
104.Kebenaran dari Pikiran yang Salah
105.Memimpin Ibarat Menanam Pohon
106.Belajarlah dari Padi
107.Ketika Sila Ke 5 Menghilang dari Negara Ini
108.Benarkah Filsafat Musuh Agama?
109.Lahir dan Runtuhnya Waktu
110.Ciri-ciri berpikir filsafat
111.Tugas Uas 10 Pertanyaan beserta Jawabannya ( dikirim Via Email )
Kamis, 12 Januari 2017
Ciri-ciri berpikir filsafat
Ciri-ciri berpikir filsafat
Orang yang berpikir filsafat paling
tidak harus mengindahkan ciri-ciri berpikir sebagai berikut:
1. Berpikir filsafat Radikal. Yaitu
berpikir sampai keakar-akarnya, sampai pada hakekat atau sustansi, esensi yang
dipikirkan. Sifat filsafat adalah radikal atau mendasar, bukan sekedar
mengetahui mengapa sesuatu menjadi demikian, melainkan apa sebenarnya sesuatu
itu, apa maknanya.
2. Berpikir filsafat Universal. Yaitu
berpikir kefilsafatan sebagaimana pengalaman umumnya.
Misalnya melakukan penalaran dengan
menggunakan rasio atau empirisnya, bukan menggunakan intuisinya. Sebab, orang
yang dapat memperoleh kebenaran dengan menggunakan intuisinya tidaklah umum di
dunia ini. Hanya orang tertentu saja.
3. Berpikir filsafat Konseptual.
Yaitu dapat berpikir melampaui batas pengalaman sehari-hari manusia, sehingga
menghasilkan pemikiran baru yang terkonsep.
4. Berpikir filsafat Koheren dan
Konsisten. Yaitu berpikir kefilsafatan harus sesuai dengan kaedah berpikir
(logis) pada umumnya dan adanya saling kait-mait antara satu konsep dengan
konsep lainnya.
5. Berpikir filsafat Sistematis.
Yaitu dalam berpikir kefilsafatan antara satu konsep dengan konsep yang lain
memiliki keterkaitan berdasarkan azas keteraturan untuk mengarah suatu tujuan
tertentu.
6. Berpikir filsafat Komprehensif.
Yaitu dalam berpikir filsafat, hal, bagian, atau detail-detail yang dibicarakan
harus mencakup secara menyeluruh sehingga tidak ada lagi bagian-bagian yang
tersisa ataupun yang berada diluarnya.
7. Berpikir filsafat Bebas. Yaitu
dalam berpikir kefilsafatan tidak ditentukan, dipengaruhi, atau intervensi oleh
pengalaman sejarah ataupun pemikiran-pemikiran yang sebelumnya, nilai-nilai
kehidupan social budaya, adat istiadat, maupun religious.
8. Berpikir filsafat
Bertanggungjawab. Yaitu dalam berpikir kefilsafatan harus bertanggungjawab
terutama terhadap hati nurani dan kehidupan sosial.
Penalaran
1. Hakikat Penalaran
Penalaran merupakan suatu kegiatan
berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan kebenaran.
Penalaran merupakan proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan.
2. Ciri-ciri Penalaran
Adanya suatu pola berpikir yang
secara luas dapat disebut logika (penalaran merupakan suatu proses berpikir
logis).
Sifat analitik dari proses berpikir.
Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan
langkah-langkah tertentu. Perasaan intuisi merupakan cara berpikir secara
analitik.
Cara berpikir masyarakat dapat dibagi
menjadi 2, yaitu : Analitik dan Non analitik. Sedangkan jika ditinjau dari
hakekat usahanya, dapat dibedakan menjadi : Usaha aktif manusia dan apa yang
diberikan.
Penalaran Ilmiah sendiri dapat dibagi
menjadi 2, yaitu :
1. Deduktif yang berujung pada
rasionalisme
2. Induktif yang berujung pada empirisme
Logika
Logika berasal dari bahasa Yunani
yaitu LOGOS yang berarti ilmu. Logika pada dasarnya filsafat berpikir. Berpikir
berarti melakukan suatu tindakan yang memiliki suatu tujuan. Jadi pengertian
Logika adalah ilmu berpikir / cara berpikir dengan berbagai tindakan yang
memiliki tujuan tertentu.
Logika induksi : Cara berfikir dimana
ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat
individual.
Logika deduktif : Cara berfikir
dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat
khusus.
Teori Kebenaran
Teori kebenaran Korespondensi. Yaitu
pengetahuan mempunyai nilai benar apabila pengetahuan itu mempunyai saling
kesesuaian dengan obyek atau kenyataan yang diketahui. Contoh: Gigi berada
didalam mulut, tidak dikaki.
Teori kebenaran Koherensi. Yaitu
pengetahuan mempunyai nilai benar apabila pengetahuan itu mempunyai hubungan
dengan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya dan dinyatakan pula bernilai
benar.
Teori kebenaran Pragmatis. Yaitu
pengetahuan bernilai benar apabila pengetahuan itu dinyatakan dapat
dipergunakan dalam kebutuhan hidup sehari-hari. Dalam hal ini kebenaran pragmatis
tidak mempermasalahkan pentingnya hakikat kebenaran, tetapi yang lebih
diutamakan adalah tentang berguna atau tidaknya suatu pengetahuan itu. Contoh:
Pena dianggap benar bila dapat digunakan untuk menulis.
Teori kebenaran Sintaksis. Yaitu
pengetahuan atau pernyataan dapat bernilai benar apabila pengetahuan atau
pernyataan itu tersusun sedemikian rupa sesuai dengan aturan tata bahasa yang
berlaku. Contoh: adanya perbedaan makna antara kalimat ‘seorang dokter
mengoperasi pasien di ruang operasi’ dan ‘seorang dokter mengoperasi, pasien di
ruang operasi’. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan susunan kalimat.
Teori kebenaran Semantis. Yaitu suatu
pengetahuan atau pernyataan bernilai benar apabila pengetahuan atau pernyataan
itu memiliki arti dengan menunjukkan makna yang sesungguhnya berdasarkan
kenyataan atau hal yang diacu. Contoh: meja tulis, meja makan, meja computer,
dsb.
Teori kebenaran Non-Deskripsi. Yaitu
suatu pengetahuan atau pernyataan bernilai benar apabila pengetahuan atau
pernyataan itu memiliki fungsi yang amat praktis dalam kehidupan sehari-hari
yang merupakan kesepakatan bersama untuk menggunakannya. Contoh: Petani menanam
jagung (tapi sebenarnya yang ditanam adalah bibit jagung, untuk diharapkan
menjadi jagung nantinya).
Teori kebenaran Logis yang
berlebihan. Yaitu suatu pengetahuan atau pernyataan sudah bernilai benar dengan
sendirinya. Contoh: Lingkaran adalah bulat, maju ke depan, mundur ke belakang,
dan sebagainya.
Sumber Pengetahuan
Sumber pengetahuan dalam dunia ini
berawal dari sikap manusia yang meragukan setiap gejala yang ada di alam
semesta ini. Manusia tidak mau menerima saja hal-hal yang ada termasuk nasib
dirinya sendiri. Rene Descarte pernah berkata “DE OMNIBUS DUBITANDUM” yang
mempunyai arti bahwa segala sesuatu harus diragukan. Persoalan mengenai
criteria untuk menetapkan kebenaran itu sulit dipercaya. Dari berbagai aliran maka
muncullah pula berbagai kriteria kebenaran 4
Pengetahuan bukanlah sekedar
pertemuan antara subyek yang mengetahui dengan obyek yang diketahui, tetapi
pengetahuan adalah persatuan antara subyek yang mengetahui dengan obyek yang
diketahui. Namun dalam pertemuan ini subyek tidak melebur jadi obyek, atau
sebaliknya obyek tidak melebur jadi subyek.
Dalam kehidupan sehari-hari, pengertian tentang pengetahuan dibedakan orang menjadi pengetahuan biasa atau pengetahuan sehari-hari dan pengetahuan yang disebut ilmu atau ilmu pengetahuan. Pengetahuan biasa tidak memiliki syarat-syarat tertentu. Sedangkan ilmu pengetahuan memiliki persyaratan tertentu, yakni : Bersifat obyektif; Bersifat universal; Memiliki metode; Sistematis
Lahir dan Runtuhnya Waktu
Lahir dan Runtuhnya Waktu
Pemahaman akal sehat kita mengenai waktu telah
mengalami sederetan perubahan seiring masa. Waktu memiliki banyak hal untuk
dilakukan dalam fisika, namun saat fisika maju, tugas ini dipreteli satu demi
satu.
Pada awalnya mungkin tidak jelas, namun hukum gerak
Isaac Newton memerlukan waktu dalam banyak tampilannya. Semua pengamat pada
dasarnya setuju mengenai urutan peristiwa apa yang terjadi. Tidak peduli kapan
atau dimana sebuah peristiwa terjadi, fisika klasik beranggapan kalau anda
dapat secara objektif mengatakan bahwa peristiwa ini terjadi sebelumnya,
sesudahnya atau serentak dengan peristiwa lainnya di alam semesta. Waktu dengan
demikian memberikan urutan lengkap semua peristiwa di alam semesta.
Simultanitas adalah sebuah fakta mutlak yang bebas pengamat. Lebih jauh, waktu
pastilah sinambung sehingga kita dapat mendefinisikan kecepatan dan percepatan.
Waktu klasik harus pula memiliki istilah durasi –
apa yang ahli fisika sebut sebagai metrik – sehingga kita dapat mengetahui berapa
jarak waktu sebuah peristiwa dengan lainnya. Dengan mengatakan kalau pelari
olimpiade Usain Bolt dapat berlari dengan kecepatan 43 km per jam, kita perlu
memiliki ukuran seberapa panjang satu jam itu. Seperti urutan peristiwa, durasi
bersifat bebas pengamat. Jika Ani dan Budi meninggalkan sekolah jam 3 sore,
pulang lewat jalan berbeda, dan tiba dirumah jam 6 petang, jumlah waktu yang
berlalu bagi Ani dan Budi adalah sama.
Pada dasarnya, Newton mengajukan kalau dunia
memiliki jam utama. Jam ini secara unik dan objektif memahat dunia dalam
saat-saat waktu. Fisika Newton mendengarkan detakan jam ini saja. Newton juga
merasa kalau waktu mengalir dan kalau aliran ini memberi kita panah untuk
menentukan ke arah mana kita di masa depan, walau tampilan ekstra ini tidak
terlalu dituntut oleh hukumnya.
Waktu Newton terdengar tua bagi kita sekarang,
namun sebuah pemikiran sesaat mengungkapkan betapa hebatnya ia. Tampilannya
yang serbaneka – urutan, kesinambungan, durasi, simultanitas, aliran dan panah
– masuk akal dan logis, namun semuanya menempel pada satu jam utama yang
disebut “waktu” oleh Newton.
Rakitan tampilan ini begitu berhasil sehingga
bertahan selama hampir dua abad. Lalu muncul serangan akhir abad ke 19 dan 20.
Pertama adalah karya fisikawan Austria, Ludwig Boltzmann, yang berpendapat
kalau, karena hukum Newton berlaku sama baik maju maupun mundur dalam waktu,
waktu sendiri tidak punya arah. Lalu ia mengajukan kalau perbedaan antara masa
lalu dan masa depan tidaklah intrinsik dalam waktu dari asimetri dalam
bagaimana materi di alam semesta tersusun. Walau ahli fisika masih
memperdebatkan detail proposal ini, Boltzmann dengan meyakinkan mencabut satu
tampilan waktu Newton.
Einstein melakukan serangan selanjutnya dengan
menyingkirkan gagasan simultanitas mutlak. Menurut teori relativitas khususnya,
peristiwa apa yang terjadi pada waktu yang sama tergantung pada seberapa cepat
kamu bergerak. Arena sejati peristiwa bukanlah waktu atau ruang, tapi
kesatuannya: ruang-waktu. Dua pengamat bergerak dengan kecepatan berbeda akan
tidak setuju kapan dan dimana sebuah peristiwa terjadi, namun mereka dapat
setuju pada lokasinya di ruang waktu. Ruang dan waktu adalah konsep sekunder
yang, seperti dikatakan matematikawan Hermann Minkowski, yang dikatakan
profesor di universitas Einstein ini, “runtuh, terhapus oleh bayangan.”
Dan semuanya bertambah buruk tahun 1915 lewat teori
relativitas umum Einstein, yang memperluas relativitas khusus pada situasi
dimana gaya gravitasi bekerja. Gravitasi membengkokkan waktu, sehingga kalimat
pertama disini mungkin berbeda artinya dengan kalimat kedua. Hanya pada kasus
yang langka menjadi mungkin untuk menyelaraskan waktu dan tetap membuatnya
selaras, bahkan walaupun secara prinsip.
Anda tidak dapat secara umum memikirkan dunia ini
tidak berlipat, detik demi detik, menurut satu parameter waktu. Dalam situasi
yang ekstrim, dunia mungkin tidak terpahat menjadi saat saat waktu sama sekali.
Menjadi mustahil untuk mengatakan sebuah peristiwa terjadi sebelum atau sesudah
yang lain.
Relativitas umum memuat banyak fungsi dengan kata
“waktu” tertempel padanya : waktu koordinat, waktu wajar, waktu global. Bersama
mereka melakukan banyak tugas waktu tunggal Einstein, namun secara individual
tidak satupun yang pantas mendapatkan namanya. Baik fisika tidak mendengarkan
jam ini, atau, bila ya, jam tersebut hanya berlaku pada jalan kecil alam
semesta atau pada pengamat tertentu saja. Walaupun ahli fisika masa kini
mengatakan kalau sebuah teori penyatuan akan menghilangkan waktu, argumen yang
bagus dapat diajukan kalau waktu sudah lenyap tahun 1915 dan kalau kita hanya
belum terlalu memahaminya saja.
Benarkah Filsafat Musuh Agama?
Benarkah Filsafat Musuh Agama?
Itulah pertanyaan yang penulis
pikirkan setelah mempelajari filsafat. Di dunia ini juga pasti ada beberapa
orang yang menganggap bahwa agama dengan filsafat merupakan musuh, dan
berpikiran bahwa agama selalu benar dan filsafat selalu salah. Tetapi disini
penulis menemukan bahwa filsafat dan agama saling berkaitan dan tidak benar
jika dikatakan bahwa filsafat dengan agama adalah musuh.
Orang-orang yang mengetahui secara mendalam tentang
sejarah agama dan filsafat pastinya
memahami dengan benar bahwa agama dan filsafat tidak
bertentangan. Pertentangan antara keduanya hanya dilihat oleh orang yang
memandang dari satu sudut pandang saja. Seperti, seseorang mengatakan bahwa
filsafat benar dan agama salah karena ia hanya melihat dari sudut pandang
filsafat saja. Sedangkan ada juga orang yang berpandangan bahwa agama benar dan
filsafat salah, karena ia hanya memandang dari sudut pandang agama saja.
Agama memang tidak mudah untuk di
defenisikan karena agama mengambil bentuk yang bermacam-macam, namun semua
orang berkesimpulan bahwa agama segala yang menunjukkan pada kesucian, rasa
suci. Agama dan filsafat memainkan peran yang mendasar dan fundamental dalam
sejarah dan kehidupan manusia.
Sebagian pemikir yang berwawasan
dangkal berpandangan bahwa antara agama dan filsafat terdapat perbedaan yang
ekstrim, serta dipandang bahwa
persoalan-persoalan agama dipisahkan
dengan filsafat agar tidak "ternodai" dan "tercemari". Mesti dipisahkan dari pembahasan dan pengkajian filsafat.
Tetapi, usaha pemisahan ini kelihatannya tidak membuahkan hasil, karena
filsafat berhubungan erat dengan hakikat dan tujuan akhir kehidupan, dengan
filsafat manusia dapat mengartikan dan menghayati nilai-penting kehidupan,
kebahagian, dan kesempurnaan hakiki.
Jika agama membincangkan tentang
eksistensi-eksistensi di alam dan tujuan akhir perjalanan segala maujud, lantas
bagaimana mungkin agama bertentangan dengan filsafat. Bahkan agama dapat
menyodorkan asumsi-asumsi penting sebagai subyek penelitian dan pengkajian
filsafat. Pertimbangan-pertimbangan filsafat berkaitan dengan
keyakinan-keyakinan dan tradisi-tradisi agama hanya akan sesuai dan sejalan
apabila seorang penganut agama senantiasa menuntut dirinya untuk berusaha
memahami dan menghayati secara rasional seluruh ajaran, doktrin, keimanan dan
kepercayaan agamanya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa filsafat tidak
lagi dipandang sebagai musuh agama dan salah satu faktor perusak keimanan. Filsafat bahkan mempunyai peran sebagai alat
dan perantara yang bermanfaat untuk meluaskan pengetahuan dan makrifat tentang
makna terdalam dan rahasia-rahasia doktrin suci agama, dengan ini niscaya
menambah kualitas pengahayatan dan apresiasi kita terhadap kebenaran ajaran
agama. Walaupun hasil-hasil penelitian rasional filsafat tidak bertolak
belakang dengan agama, tapi sebaiknya
sebagai penganut agama, kita justru harus bersikap
proaktif dan melakukan berbagai pengkajian dalam bidang filsafat sehingga
landasan keimanan dan keyakinannya semakin kuat dan terus sempurna, bahkan
karena motivasi keimananlah mendorongnya melakukan observasi dan pembahasan
filosofis yang mendalam terhadap ajaran-ajaran agama itu sendiri dengan tujuan
menyingkap rahasia dan hakikatnya yang terdalam.
Ketika Sila Ke 5 Menghilang dari Negara Ini
Ketika Sila Ke 5 Menghilang dari Negara Ini
Pancasila
adalah ideologi berdirinya negara ini, pancasila merupakan rumusan
dan pedoman kehidupan bagi negara ini, lewat pancasila tentunya kita
semua berharap bahwa negara ini mampu menjadi negara yang luhur, negara yang
mampu mengamalkan seluruh asas pokok didalam kandungan pancasila, terutama
didalam lima dasar pokok utama, sehingga negara ini mampu menjadi negara
yang berbudi pekerti luhur, yang didalamnya terdapat segala, kemakmuran,
kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh manusia di negara ini.
Akan
tetapi apakah pancasila beserta kandungan lima dasar pokok asas sudah
benar-benar di hayati dan diamalkan seutuhnya oleh negara ini, kita berkaca
melalui kenyataan yang terjadi bahwa pancasila saat ini hanya seperti simbol
tanpa arti dan ideologi kosong , tanpa ada penghayatan dan
pengamalan di dalamnya, terutama di dalam sila ke 5, kita pasti semua tau apa
itu sila ke 5 ” keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia”. Sila ke
5 penghayatan beserta pengamalan telah menghilang dari negara ini, ini di
sebabkan oleh kenyataan bobroknya para pemimpin negara ini dalam
menangani kemiskinan dan kesenjangan sosial yang mencapai level kronis dalam
negara ini.
Setiap
hari kita melihat kenyataan secara langsung, maupun melalui media bahwa
banyaknya kasus-kasus kemiskinan yang terjadi, anak-anak yang harus putus
sekolah lalu dipaksa bekerja dengan seadanya, dikarenakan tidak
adanya biaya unuk melanjutkan pendidikannya, itu semua
ditunjang karena mahalnya pendidikan di negara ini, banyaknya
kasus-kasus orang sakit yang harus meregang nyawa secara mengenaskan karena
tidak adanya biaya berobat kerumah sakit, banyaknya kasus-kasus
pencurian yang terjadi, karena tidak ada jalan lain untuk mereka, keterpaksaan
dan kebutuhan untuk melanjutkan hidup memaksa mereka untuk mecuri. Banyaknya
kasus-kasus para gadis yang harus menjual diri dan kehormatan mereka di
karenakan kebutuhan hidup yang mendesak mereka, faktor kemiskinan adalah salah
satu faktor utama yang membuat tidak adanya nila-nila yang terkandung di dalam
sila-5, dan rasa keadilan seakan menghilang dari negara ini.
Hampir
setiap hari kita melihat mobil mewah dengan keluaran seri terbaru
hilir bolak-balik di jalan-jalan besar di negara ini, itu pun di barengi
dengan banyaknya para manusia dengan penampilan kumuh, lusuh dan
kotor menadahkan tangan berharap mereka di kasihani, untuk mendapatkan sedikit
uang hanya untuk sekedar mencukupi kebutuhan perut mereka di hari itu,
kita juga melihat banyaknya anak-anak yang harusnya mereka pergi ke
sekolah mendapatkan pendidikan dan kehidupan yang layak, akan tetapi mereka
harus di jalan-jalan membantu perekonomian keluarga mereka, kita melihat
megahnya pembangunan mall dan apartemen mewah dengan biaya yang fantastis, akan
tetapi kita pun melihat banyaknya tempat tinggal kumuh yang sangat tidak layak,
berada di pinggir-pinggir rel, di kolong-kolong jembatan, dan di bantaran kali
yang sangat kotor, kita pun melihat dengan orang-orang yang berlomba-lomba
memberi barang-barang dengan keluaran terbaru dengan harga yang sangat mahal di
mall-mall, penting tidak penting mereka akan tetap membeli hanya untuk
sekedar memiliki dan membanggakan diri terhadap kerabat mereka, di satu
sisi kita pun melihat banyaknya orang-orang yang harus menahan lapar karena
sudah seharian mereka tidak makan.
Kesenjangan
sosial adalah salah satu akar penghambat di dalam terciptanya keadilan
didalam sila ke 5 itu sendiri bagi negara ini, jauhnya jenjang jarak
antara si kaya dan si miskin, ini membuat kecemburuan sosial antara si miskin
kepada si kaya dan dapat selalu menciptakan setiap konflik yang terjadi,
dan membuat rasa keadilan di negara ini seolah menghilang dan lenyap, hal ini
ada karena sistem pemerintahan kita tak pernah berjalan dengan baik untuk
menangani kesenjangan sosial ini, aturan pajak pemerintahan yang tidak
berjalan, setiap rakyat di negara ini diharuskan membayar pajak, melalui
tagihan listrik atau tanah atau usaha kita, kita di haruskan untuk
membayar kepada pemerintah, dan setiap pendapatan yang lebih tinggi
tentunya pajaknya akan semakin tinggi, jika berjalan dengan baik, ini
seharusnya bisa mengurangi angka kemisikinan dan kesenjangan yang terjadi di
negara ini, karena setiap apa yang rakyat berikan kepada pemerintah,
harusnya kembali kepada rakyat itu sendiri, dan pembayaran pajak
yang tinggi kepada orang-orang kaya di negara ini, harusnya ini berdampak
dengan secara tidak langsung kekayaan mereka bisa menetes kepada si miskin
karena pemberlakuan pajak yang tinggi kepada si kaya, akan tetapi kenyataan api
yang jauh dari panggang, di karenakan tak pernah bisa merasaknya tetesan
kekayaan dari si kaya kepada si miskin, itu semua karena pemerintahan
kita yang korup, yang seharusnya pajak tinggi dari si kaya di distribusikan
kepada si miskin, mereka malah memakannya sendiri, banyaknya
kasus-kasus korupsi di negara ini, membuat si miskin tetap hidup dalam keadaan
miskin, dan yang kaya tetap kaya malah bertambah kaya, tanpa adanya keseimbangan
dan keadilan di dalamnya.
Kapitalisme
akut, adalah sistem yang sangat dapat menghambat terciptanya rasa keadilan
sosial di dalam negara ini, sistem ini ada dan berjalan di negara ini,
melalui pasar bebas dan kekuatan uang, mereka mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya
untuk kepentingan mereka sendiri dan tanpa peduli terhadap hak-hak orang
lain, kapitalisme membentuk manusia-manusia yang rakus, manusia-manusia
hedonisme, kita banyak sekali melihat manusia-manusia yang tanpa
pendidikan dan kreatifitas yang sangat minim, di pekerjaan di dalam
tempat-tempat, yang mereka harus di tuntut bekerja sangat keras,
dengan pembayaran minim, dan tidak sesuai dengan apa yang mereka
kerjakan, didalamnya pun tidak ada jaminan kesehatan, mereka bekerja dan di
bodohi hanya untuk memperkaya para orang-oarang rakus, tanpa menyadari
posisi dirinya sendiri, di karenakan pengetahuan dan rendahnya pendidikan yang
mereka terima dan kretifitas yang sangat minim, ini adalah awal dari
perbudakan modern di abad ke 21, dan ini ada dalam sistem kapitalisme.
Kapitalisme membentuk manusia-manusia kaya yang egois, dan si miskin tetap
hidup miskin. Mau sampai kapan semua ini terjadi?
Belajarlah dari Padi
Belajarlah dari Padi
Karakter manusia terbentuk melalui kehendak dan pengalaman
yang telah dialami. Karakter yang terbentuk akan menuntun manusia dalam
bersikap terhadap suatu kondisi di hidupnya. Semakin tinggi pengetahuan,
kekayaan ataupun faktor x lainnya, terkadang membuat seseorang menjadi angkuh
ataupun merasa memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari yang lainnya.
Terbersit mengenai filosofi padi yaitu tanaman padi biasanya semakin berisi akan semakin merunduk. Mengapa
manusia sulit melakukan hal tersebut? Hal ini terjadi karena faktor ego yang
menguasai pemikiran individu tersebut.
Seperti padi
yang semakin berisi maka semakin merunduk, manusiapun seharusnya seperti itu. Ketika seseorang memiliki
faktor x yang lebih jika dibandingkan dengan yang lainnya, maka seharusnya
orang tersebut tetap rendah hati dan mengayomi orang disekelilingnya. Karena
jika kita merasa ‘lebih’ jika dibandingkan dengan yang lain, sesungguhnya
banyak orang yang memiliki kelebihan yang lebih tinggi daripada kita.
Seperti pribahasa yang mengatakan “di atas langit masih ada langit”. Karakter
yang baik akan menjauhkan kita dari sifat
sombong, tinggi hati dan lain-lain. Pendidikan karakter sangat
diperlukan untuk membatasi ego menguasai diri seseorang. Tidak ada manusia yang
dapat melihat perubahan warna padi dari hijau menjadi kuning. Oleh karena
itu,sesungguhnya tidak ada yang pantas kita sombongkan karena tidak ada manusia
yang sempurna dalam menjalankan kehidupannya dan memiliki keterbatasan tertentu
dalam mengetahui hal-hal yang belum diketahui sampai saat ini. Semakin kita
banyak mengetahui sesuatu,maka semakin banyak pula hal yang tidak kita ketahui.
Memimpin Ibarat Menanam Pohon
Memimpin Ibarat Menanam Pohon
Kepemimpinan
adalah sifat yang universal karena sesungguhnya kepemimpinan itu melekat pada
pribadi setiap orang. Ada orang yang sanggup mengekstrak kepemimpinan dari
dalam dirinya dan mengamalkannya dengan maksimal sehingga mampu menjadi
pemimpin yang baik di tengah komunitasnya. Kalaupun kebetulan dia tidak
didaulat menjadi pemimpin, dia akan mampu memainkan perannya apapun itu dengan
baik, sehingga mendatangkan manfaat bagi komunitasnya.
Ada
juga orang yang tidak sepenuhnya mampu mengaplikasikan kepemimpinan dari dalam
dirinya, sehingga selalu orang yang melambatkan laju organisasi, jadi biang
masalah, bahkan untuk memimpin dirinya sendiripun dia tidak sanggup.
Untuk
memudahkan melihat secara komprehensif proses kepemimpinan, kita bisa
mengibaratkan kepemimpinan itu dengan memelihara sebuah pohon. Beberapa pakar
manajemen menamakan pohon itu dengan pohon kehormatan.
Sebuah
pohon memiliki akar yang berfungsi sebagai dapur sumber makanan dan nutrisi
bagi seluruh bagian pohon. Kemudian ada batang, dahan, ranting dan daun pohon
yang kasat mata dan membuat orang yang melihatnya mampu mengenali pohon
tersebut. Terakhir, pohon tersebut menghasilkan buah yang bermanfaat.
Bagi
seorang pemimpin yang sedang memelihara pohon kehormatan, akar pohon tersebut
adalah mental dan keterampilan intrapersonal yang dikembangkan
terus menerus. Pondasi kepribadian ini termasuk karakter, keimanan, akhlak,
integritas, hati serta budi pekerti yang lurus. Hal-hal seperti ini tidak mudah
terlihat dari kepribadian seseorang namun sangat menentukan bagaimana orang itu
mengembangkan kepemimpinannya.
Akar
yang memberikan supply nutrisi yang baik bagi pohon
kehormatan, akan membuat batang, dahan ranting dan daun menjadi kokoh, rimbun
dan segar. Dalam kepemimpinan, pondasi kepribadian yang baik akan terlihat
hasilnya dari produktivitas orang tersebut. Produktivitas ini mencakup kinerja
yang unggul, prestasi yang layak diacungi dua jempol, inovasi yang unggul dan
pelayanan yang prima.
Akhirnya
buah-buah dari pohon kehormatan pun akan nampak ke permukaan. Untuk
kepemimpinan, buah atau manfaat dari proses kepemimpinan itu misalnya: Reputasi
tinggi, jabatan puncak, nama besar, termasuk di dalamnya salary yang
pantas.
Sejarah
pun tidak mampu menutup tabir pemimpin-pemimpin fenomenal yang memberi warna
bagi kemanusiaan. Tidak mesti dari bidang sosial atau politik, setiap bidang
kehidupan selalu melahirkan pemimpin-pemimpin yang menginspirasi. Beberapa nama
ini pasti membekas di benak anda. Abraham Washington, Soekarno, Albert
Einstein, Mozzart, sampai pemimpin yang menaklukkan dunia dengan kasih
seperti Mother Theresa pun bisa menjadi teladan. Semua
pemimpin-pemimpin besar memiliki kesamaan yaitu membangun pohon kehormatannya
dengan baik.
Jadi
apapun jabatan dan profesi kita saat ini, kita semua adalah seorang pemimpin.
Paling tidak kita memimpin diri sendiri dan memimpin keluarga. Jika kita
dipercaya memimpin sebuah tim, sebuah divisi atau komunitas yang lebih luas,
itu adalah tambahan talenta dari Tuhan untuk kita kembangkan. Sampai saatnya
nanti Tuhan menagih kembali. Untuk menjadi pemimpin yang baik, kita bisa mulai
dengan membenahi akar pohon kehormatan kita.
Kebenaran dari Pikiran yang Salah
Kebenaran dari Pikiran yang Salah
Perbuatan baik itu tidak
perlu dilihat siapa pelakunya, yang terpenting apa yang telah dilakukan
memberikan manfaat, kadang menjadi subjektif ketika tahu pelakunya, meski pun
perbuatannya baik, tapi tidak suka sama pelakunya, maka tetap saja perbuatan
baiknya dianggap tidak baik.
Menghargai
perbuatan baik sangatlah dibutuhkan kearifan dan jiwa besar, karena penjahat
sekali pun masih memiliki sisi baik dan bisa saja berbuat kebaikan, apalagi
orang-orang yang memiliki jejak rekam baik. Sekarang, terlalu banyak isu
negatif yang bertebaran di sosial media, sehingga seakan-akan tidak ada lagi
perbuatan baik di muka bumi ini, yang anehnya lagi perbuatan yang tidak baik
oleh sekelompok massa malah dibela, hanya atas dasar kesamaan.
Sebaliknya
orang-orang yang malah ingin berbuat kebaikan untuk kepentingan orang banyak
dihujat dan dicela, semua hanya dikarenakan melihat siapa orangnya, bukan apa
niat dan perbuatan baik yang akan dia lakukan. Rasa kebencian lebih mengemuka
dibandingkan kesukaaan, padahal kebaikan itu bisa dilakukan oleh siapa saja,
bukanlah karena suku, agama dan ras.
Perbuatan
baik itu menjadi subjektif, ketika kita lebih melihat siapa yang melakukannya,
seharusnya kalaupun kita tidak suka terhadap orangnya, bukan berarti kita pun
harus mengabaikan kebaikan yang dilakukannya, apalagi jika niat dan perbuatan
baiknya tersebut untuk kepentingan orang banyak. Sangat bijak kalau melihat
yang demikian itu kita mempertanyakan pada diri kita sendiri, apakah kita mampu
melakukan hal yang sama, seperti yang dilakukannya.
Lihatlah
perang hujatan di sosial media saat ini sudah sangat memprihatinkan, sudah
tidak mengenal batas dan norma agama. Semua hanya dikarena keberpihakan dan
rasa simpati kepada tokoh dan kelompok yang didukung, sehingga yang dibela pun
seperti sudah diyakini sebagai mewakili kebenaran yang sesungguhnya, dan pihak
lawan meski pun melakukan kebenaran dan perbuatan baik, tetap saja dianggap
melakukan kesalahan.
Apa
susahnya menganggap perbuatan baik sebagai sebuah kebaikan, bukankah hal
tersebut berdampak baik bagi diri kita sendiri, sehingga kita mampu mengelola
mana pikiran yang negatif dan mana pikiran yang positif, dan kebaikan lain yang
bisa didapat, setiap hari, setiap waktu, pikiran kita tidak melulu diisi dengan
pikiran negatif. Kalau kepala dan pikiran hanya diisi dengan hal-hal yang
negatif, lambat laun akan mengidap penyakit hati yang akut, kalau sudah begitu
akan sulit untuk disembuhkan.
Mengapresiasi
hasil perbuatan baik orang lain itu adalah kerendahan hati, dan itu tandanya
kita memiliki hati yang sehat, kalau hati sehat maka pikiran-pikiran bijak pun
senantiasa akan mengisi ruang kepala. Sebaliknya sikap yang senantiasa mencela,
hanya akan mengotori rongga kepala.
Belajar Dari Filosofi Semut
Belajar Dari Filosofi Semut
"Belajar dari alam binatang,
membuat kita takjub akan Ciptaan Tuhan."
Ada seorang
profesor dari Inggris melakukan penelitian tentang kebiasaan seekor semut. Hari
pertama, dia meletakkan segenggam nasi yang jaraknya tak terlampau jauh dari
sebuah sarang semut. Setelah menunggu tak lebih dari lima menit secara tidak
diduga datang serombongan semut mendekati nasi tersebut. Dan kemudian mereka
mengangkat sebutir nasi secara satu persatu sampai nasi itu habis. Melihat
peristiwa tersebut Profesor tersebut berdecak kagum dan sambil menuliskan hasil
pengamatannya tadi.
Hari kedua, profesor
tersebut melakukan suatu percobaan yang cukup unik. Dia mencari sebuah sarang
semut yang cukup besar. Setelah ditemukannya sarang semut tersebut, profesor
tersebut langsung menghancurkan sarang semut tersebut. Karena merasa sarangnya
diganggu. Maka semut pun berhamburan keluar dan naik ke atas sepatu dan celana
profesor tersebut. Dan mulai melakukan pembalasan. Mereka menggingitnya dengan
semangat. Tidak hanya satu tapi ratusan semutpun ikut membantu. Mereka tak
peduli pada bahaya yang mengancam. Bisa jadi badan mereka hancur dan remuk oleh
tangan dan sepatu sang profesor.
Lewat
pengamatannya selama dua hari tersebut sang profesor menemukan banyak karakter
positif dari semut. Dan hebatnya karakter semut yang seakan sudah menjadi
filosofi hidup para semut, dapat dijadikan pedoman untuk bekerja. Memang
filosofi itu sangat sederhana, namun jika kita dapat menerapkannya, kita akan
menjadi pekerja handal yang luar biasa.
filosofi semut sebagai berikut:
· Semut selalu
bekerjasama
Coba kita perhatikan cara kerja
semut, mulai dari mengangkat sebutir nasi sampai memakannya. Mereka selalu
bekerja sama. Sebutir nasi yang cukup berat bagi semut, diangkat beramai-ramai
ke tempat mereka. Begitu seterusnya hingga butiran nasi yang mereka angkut
mencukupi kebutuhan makan mereka. Kemudian mereka akan menyantapnya pula
bersama-sama. Kerjasama dan kekompakan para semut bisa Anda jadikan teladan.
Misalnya, saat rekan kerja Anda kesulitan, apa salahnya kita membantu. Toh
hasilnya bukan untuk kepentingan pribadi namun demi kepentingan kelompok atau
bersama.
· Semut saling
peduli
Kebiasaan semut yang saling
bersentuhan (mungkin dalam bangsa manusia, menegur atau bersalaman) jika
bertemu, menandakan bahwa bangsa semut memiliki kepedulian dan keakraban yang
tinggi. Mereka merasa bahwa tidak ada yang berbeda di antara mereka.Dalam dunia
kerja, sentuhan yang berarti 'care' memberi arti tersendiri bagi karyawan.
Bayangkan, apa jadinya jika di lingkungan kerja Anda, sudah tidak saling
peduli? Sangat menyiksa bukan..? So, sikap ini dapat ditumbuhkan untuk
menjaga kekompakan dan menumbuhkan iklim kerja yang kondusif.
·
Semut tidak pernah menyerah.
Bila kita menghalang-halangi dan
berusaha menghentikan langkah para semut, mereka selalu akan mencari jalan
lain. Mereka akan memanjat ke atas, menerobos ke bawah atau mengelilinginya.
Mereka terus mencari jalan keluar. Suatu filosofi yang bagus, bukan? Jangan
sekali-kali menyerah untuk menemukan jalan menuju tujuan kita sendiri.
· Semut menganggap semua musim panas
sebagai musim dingin.
Ini adalah cara pandang yang
penting. Kita tidak boleh menjadi begitu naif dengan menganggap musim panas
akan berlangsung sepanjang waktu. Semut- semut mengumpulkan makanan musim
dingin mereka di pertengahan musim panas. Karena sangat penting bagi kita untuk
bersikap realitis. Di musim panas kita harus memikirkan tentang halilintar.
Kita seharusnya memikirkan badai sewaktu kita menikmati pasir dan sinar
matahari. Berpikirlah ke depan, seperti halnya 'sedia payung sebelum hujan'.
· Semut menganggap semua musim dingin
sebagai musim panas.
Ini juga penting. Selama musim dingin, semut mengingatkan
dirinya sendiri, "Musim dingin takkan berlangsung selamanya. Segera kita
akan melalui masa sulit ini." Maka ketika hari pertama musim semi tiba,
semut-semut keluar dari sarangnya. Dan bila cuaca kembali dingin, mereka masuk
lagi ke dalam liangnya. Lalu, ketika hari pertama musim panas tiba, mereka
segera keluar dari sarangnya. Mereka tak dapat menunggu untuk keluar dari
sarang mereka.
Dengan bahasa lain, filosofi semut
dapat kita teladani di lingkungan kerja kita. Dengan menjaga kerjasama,
kekompokkan, saling peduli, kerja keras,pantang menyerah, dan optimis memandang
masa depan. Bagaimana? Tentu saja karena kita lebih hebat dari bangsa semut,
kita bisa mencapai sukses yang luar biasa, jika kita berusaha!
Radikalisme
Radikalisme
Radikalisme
berarti paham atau aliran yang mengingikan perubahan atau pembaharuan social
dan politikdengan cara kekerasan atau drastis. Radikalisme adalah konsep sikap
jiwa dalam mengusung perubahan. Radikalisme cenderung merubah dengan menggunakan
kekerasan. Radikalisme adalah gerakan yang berpandangan kolot dan sering
menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka. Sementara Islam
merupakan agama kedamaian yang mengajarkan sikap berdamai dan mencari
perdamaian. Islam tidak pernah membenarkan praktek penggunaan kekerasan dalam
menyebarkan agama, paham keagamaan serta paham politik.
Radikalisme
Islam sebagai fenomena historis-sosiologis merupakan masalah yang banyak
dibicarakan dalam wacana politik dan peradaban global akibat kekuatan media
yang memiliki potensi besar dalam menciptakan persepsi masyarakat dunia. .
Bahkan di negara-negara Barat pasca hancurnya ideology komunisme (pasca perang
dingin) memandang Islam sebagai sebuah gerakan dari peradaban yang menakutkan.
Tidak ada gejolak politik yang lebih ditakuti melebihi bangkitnya gerakan Islam
yang diberinya label sebagai radikalisme Islam. Tuduhan-tuduhan dan propaganda
Barat atas Islam sebagai agama yang menopang gerakan radikalisme telah menjadi
retorika internasional.
Radikalisme
muncul karena ketidakadilan yang terjadi di dalam masyarakat. Kondisi tersebut
bisa saja disebabkan oleh negara maupun kelompok lain yang berbeda paham, juga
keyakinan. Pihak yang merasa diperlakukan secara tidak adil, lalu melakukan
perlawanan. Radikalisme tak jarang menjadi pilihan bagi sebagian kalangan umat
Islam untuk merespons sebuah keadaan. Bagi mereka, radikalisme merupakan sebuah
pilihan untuk menyelesaikan masalah. Namun sebagian kalangan lainnya, menentang
radikalisme dalam bentuk apapun. Sebab mereka meyakini radikalisme justru tak
menyelesaikan apapun. Bahkan akan melahirkan masalah lain yang memiliki dampak
berkepanjangan. Lebih jauh lagi, radikalisme justru akan menjadikan citra Islam
sebagai agama yang tidak toleran dan sarat kekerasan.
Faktor-faktor
penyebab munculnya gerakan radkalisme yaitu faktor-faktor sosial-politik, faktor
emosi keagamaan, faktor kultural, faktor ideologis anti westernisme, faktor
kebijakan pemerintah.
Filosofi Angka 20
Filosofi Angka 20
Falsafah
Kuno dimulai dari ajaran kehidupan jaman dahulu, konon budaya kuno yang
menganut tatacara orang kuno yaitu dikenal dengan orang-orang sebutan orang
"Kawi", Bahasa kuno, khususnya yang berkembang pada abad kerajaan
sebelum islam kebanyakan berasal dari Pulau Jawa, baik Jawa Timur, maupun Jawa
tengah, bahkan dari jawa Barat yang berasal dari Ki Sunda Buhun, meka itu
menggunakan Bahasa Kuno yaitu Bahasa Kawi, yang dimulai dari pengenalan
kata-kata dasar dengan bentukan asal kata yaitu kata dasar dari
;"Ha, Na, Ca, Ra, Ka, Da, Ta, Sa, Wa, La, Pa, Da, Ja, Ya, Nya, Mang, Ga,
Ba, Tang, nga.
Konon
dari cerita orang tua jaman dahulu, penulis mendengar cerita cerita sebelum
tidur, sebuah proses pendidikan yang dilakukan oleh para pendahulu di jaman
dahulu kala, sebuah proses pendidikan yang disadari atau tidak oleh para pelaku
pada saat itu, disengaja atau tidak, waallahu alam bilsawab, karena pada
kenyataannya mereka itu telah melakukan sesuatu tindakan berupa penyadaran
karakter dari orang yang lebih tua, diberikan kepada orang yang lebih muda,
(anak-anak), sebuah proses karakterisasi yang dilakukan oleh orang-orang yang
lebuh dewasa (tua) tindakan tersebut dilakukan terhadap orang-orang yang belum
dewasa, tindakan dari seseorang yang lebih tahu, terhadap orang-orang yang
belum tahu.
Bukankah
itu merupakan sebuah proses pembelajaran, proses pendidikan, baik disengaja
maupun tidak pada kenyataannya adalah tindakan tersebut berproses antara yang
lebih tua terhadap orang yang masih muda, dari orang-orang yang dianggap telah
mengetahui terhadap orang-orang yang belum mengetahui, termasuk memberikan
kepada anak-anak yang dianggap belum tahu, oleh seseorang yang lebih tahu, itu
adalah proses pendidikan bukan...?
Kembali
kepada kata dasar yang menuju pada fngsi kata dasar "Hana Caraka,
Data Syawala, Pada Jayanya, Mangga Batanga". Dalam proses pemberitahuan,
dalam proses sebuah cerita, yang diceritakan oleh para orang tua kepada anaknya
iyalah, "Hana Caraka" diceritakan disana adalah
terdapatlah sekelompok Prajurit, tentara, petugas dari kerajaan, atau
pemerintahan penguasa dalam sebuah kehidupan.
Data
Syawala, kabarnya mereka dari kelompok yang satu dengan kelompok lainnya,
sama-sama dalam mengemban tugas (tugas pemerintahan, atau tugas dalam hidupnya,
setidaknya mereka adalah dianggap pembawa misi kehidupan dizaman itu, mereka
bertugas (membawa tugas) tentu dari yang lebih tinggi, dan maha tinggi.
Pada Jayanya,
adalah mereka itu sama-sama Sakti mandraguna, ditafsirkan mereka - mereka orang
kebanyakan yang mampu menyampaikan misi dan visinya adalah hanya bisa dilakukan
oleh orang-orang yang "Digjaya" mereka itu yang sama-sama Digjaya,
maka Pada Jaya nya, semua mempunyai kejayaan, kemampuan, dan mempunyai kebisaan
yang dapat diturunkan kepada orang-orang yang belum jaya, belum bisa, belum
tahu.
Mangga
Batang nga, mereka dalam pengertian Nga, semuanya itu bakal mati (menjadi
Batang/bangkai), yang tidak ada perkecualian bagi siapa saja. Pasti akan mati.
Pasti akan menjadi batang/bangkai.
Dalam
pengertian secara keseluruhan "Ha, Na, Ca, Ra, Ka, Da, Ta, Sya, Wa, La,
Pa, Da, Ja, Ya, Nya, Mang, Ngga, Ba, Tang, Nga. dalam cerita yang menjadi satu
selain, "Hana Caraka Data Syawala, Pada Jayanya, Mangga Batanga nga"
mengandung filosofi yang lain, bahwa " Semua Orang harus berperan membawa
pesan, memberitahukan, tentang apa saja (Data) Syawala. Karena mereka
nantinya merasa lebih tahu, mereka masing-masing "Pada Jaya nya"
masing-masing memiliki kemampuan, kesaktian, Kejayaaan, Kadigjayaan,
eksistensi, dalam berebut kekuasaaan, peperangan dan pertempuran akan
terjadi kematian bagi semua, " Mangga Batang nga" mereka tidak ada
yang mengalah, semua merugi dan mati, barulah kelak tiada cerita lagi. Tiada
orang lagi, tiada yang hidup lagi karena semua menjadi batang.
Dalam
paham pengertian berikutnya berkembang orang-orang bijak dan seolah-olah, dan
seakan-akan mengetahui apa yang akan terjadi, karena dalam proses berikutnya
terjadi perbutan kekuasaan dalam kehidupan seperti dikisahkan dalam misalnya
" Ramalan Joyoboyo, kisah peperangan Brata Yudha, dll.
Kita
kembali kepada filosofi, kata Dasar (sesungguhnya ada juga huruf-huruf
kawi yang menunjuk kepada ) kata "Ha na ca ra ka Da ta
sya wa la Pa da ja ya nya Mang ga Ba ta nga"
seluruhnya berjumlah 20 angka, dalam tarikh filosofis kuno bahasa
kawi, jumlah 20, dapat ditarik dalam rumpun yang berjumlah 8 + 12,
( 20 terdiri dari bagian 8, dan 12), artinya adalah angka 8
menunjuk kepada sebuah atau satu (1) Windu, yang terdiri dari 8 tahun,
sedangkan angka 12, menunjuk pada 1 tahun yang tediri dari 12 bulan.
Belum
selesai sampai di situ, Filsafat hidup orang jaman dahulu masih
menghitung pada angka 12, yang apabila di turunkan dari angka 12 adalah
menunjuk pada angka 7, dan angka 5 ( 7+5 = 12) secara filosofis
ingin disampaikan bahwa selain secara filosofis telah ditunjukkan pada 1 windu
yang terdiri dari 8 Tahun, dan dalam 1 tahun terdiri dari 12 bulan, juga
menunjuk pada angka 7, yang menunjukkan bahwa dalam 1 minggu, terdiri dari 7
hari (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum'at, dan Sabtu, serta minggu,
Sedangkan Angka 5, menunjuk pada filosofi kehidupan orang kuno,
orang kawi, yang dalam filosofi jawa kuno, atau sunda kuno, hingga kini sbagian
masih menggunakan penanggalan dalam 5 karakter sebuah hari yaitu, penanggalan
hari yang dikenal dengan sebutan "Naktu" yaitu Manis, Pahing, Pon,
Wage, dan Klowon.
Patokan
1 Windu terdiri dari 8 tahun, 1 Tahun terdiri dari 12 bulan, 1 minggu terdiri
dari 7 hari, dan sebuah Naktu terdiri dari angka 5, yaitu "Manis, Pahing,
Pon, Wage dan Kliwon, dan dalam 1 bulan juga terdiri dari 4 Naktu. Hingga
saat ini sebagian orang masih menggunakan patokan ini untuk menghitung sesuatu
kejadian, baik kejadian yang sudah terjadi, maupun kejadian yang diharapkan
akan terjadi, berupa ramalan.
Percaya atau tidak, silakan anda melihat sendiri, dalam peradaban suda, peradaban Jawa, masih berkiblat kepada peradaban yang mengandung filosofi Hanacaraka Datasyawala, Padajayanya, Mangga Batanga. Kecuali memang anak-anak muda jaman sekarang sudah tidak mengikuti filsafat dan peradaban Kuno ini, memang tidak mau, tidak bisa mengikuti, hal ini juga sudah diramalkan oleh orang tua jaman dahulu yang menganut filosofi kuno, bahwa wong jowo kari separo, wong cino nambah sajodo.
Hubungan Otak dan Hati
Hubungan Otak dan Hati
Allah menciptakan sesuatu
selalu berpasangan-pasangan, umpamanya otak itu langit, maka hati itu adalah
bumi. Permisalannya di langiit ada petir berbentuk listrik, sedangkan bumi ada
medan magnet. Penetral listrik yang baik adalah bumi. Itulah sebabnya manusia
belajar dari alam, hakikatnya semakin tinggi ilmu seseorang maka seharusnya
hatinya pun semakin cerdas, hal itu menyeimbangkan otak yang semakin cemerlang dan ilmu yang
semakin melimpah. Bila berilmu tinggi, namun tidak disertai kecerdasan hati
maka timbullah penyakit otak.
Medan listrik dan medan
magnet saling berinteraksi, maka jarum magnet pada kompas ternyata bergerak
karena arus listrik. Maknanya, arus listrik otak dapat pula memberikan efek
getaran pada hati. Posisi yang selaras antara otak dan hati dapat kita jumpai
saat seorang hamba bersujud sewaktu solat.
Jika diurai hikmah dalam salat, secara bertrut-turut dari dahi, hidung,
mulut serta hati bersujud kepada-Nya. Otak yang selalu dibanggakan oleh manusia
dan merasa terhebat disbanding makhluk ciptaan Allah yang acap kali membuat
sombong, dengan salat dahi itu tersungkur diatas tanah tak berdaya.
Esensi nya sehebat apapun manusia jika
dibandingkan dengan Allah SWT maka manusia hanya lah kecil dan tak ada
apa-apanya. Lalu mengapa manusia masih juga sombong? Telah banyak bukti yang
Allah telah tunjukan atas orang-orang yang sombong, hal tersebut ditujukan
untuk menjadi bahan pelajaran bagi mereka.seperti Fir’aun yang sombong dan
melampau batas, bahkan mengaku dirinya sebagai Tuhan. Kemudian Allah mengutus
Nabi Musa untuk memperingatkan Fira’un, namun naas, raja yang kufur itu justru
insaf setelah ajal berada di ujung leher dan hal itu sudah terlambat. Begitu
juga Raja Namrud, ia juga mengaku sebagai Tuhan, maka Nabi Ibrahim diutus Allah
untuk memberi peringatan kepada Namrud. Dengan kesombongannya itu, Namrud
menolak mentah-mentah risalah yang benar guna beriman kepada Allah. Lain dengan
kisah Qorun, dia sangat kaya raya, namun karena kekayaannya itulah muncul
kesombongan. Akhirnya Allah pun menurunkan adzab kepada Qorun, dengan
membenamkan harta dan dirinya ke dalam tanah.Begitulahkisah –kisah orang sombong yang
mendapatsiksaandanadzabdari Allah
Saat mulut berdzikir, hati pun ikut bertasbih
kepada-Nya. Hati berfungsi mendetoksifikasi kesombongan yang dilakukan oleh
otak, hati menetralkan penyakit otak. Saat sedang bersujud, posisi hati berada
di atas otak. Hikmah dari hal tersebut ialah pertama, sesuai dengan hadist Nabi
saw bahwa tempat Allah di bumi adalah hati, hal ini berarti Allah Maha Tinggi,
dibanding otak manusia. Kedua, bahwa yang dinilai di sisi Allah ialah hati.
Hati merupakan cerminan dari perbuatan atau amal saleh, bukanlah ilmu yang
cemerlang atau kekuasaan yang tinggi. Ketiga, saat bersujud disitulah sedekat-dekatnya
Allah dengan hamba-Nya.
Sumber:
Sukri, Suwardi M. (2015). Rahasia Dibalik Penciptaan Organ Tubuh Manusia. Jakarta: Zahira.
Tiga Kebenaran Filsafat
Tiga Kebenaran Filsafat
Telaah dalam filsafat ilmu, membawa
orang kepada kebenaran dibagi dalam tiga jenis. Menurut A.M.W. Pranarka (1987)
tiga jenis kebenaran itu adalah:
1. Kebenaran
Epistemologikal
Kebenaran epistemologikal adalah
pengertian kebenaran dalam hubungannya dengan pengetahuan manusia.
Kadang-kadang disebut dengan istilah veritas
cognitionis atau veritas logica.
2. Kebenaran
Ontologikal
Kebenaran ontologikal adalah
kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat kepada segala sesuatu yang ada
ataupun diadakan. Apabila dihubungkan dengan kebenaran epistemologikal
kadang-kadang disebut juga kebenaran sebagai sifat dasar yang di dalam objek
pengetahuan itu sendiri.
3. Kebenaran
Semantikal
Kebenaran semantikal adalah kebenaran
yang terdapat serta melekat di dalam tutur kata dan bahasa. Kebenaran
semantikal disebut juga kebenaran moral (veritas moralis) karena apakah tutur
kata dan bahasa itu mengkhianati atau tidak terhadap kebenaran epistemologikal
atau pun kebenaran ontologikal tergantung kepada manusianya yang mempunyai
kemerdekaan untuk menggunakan tutur kata atau pun bahasa itu.
Apabila kebenaran epitemologikal
terletak di dalam adanya kemanunggalan yang sesuai serasi terpadu antara apa
yang dinyatakan oleh proses cognitifintelektual manusia dengan apa yang
sesungguhnya ada di dalam objek (yang disebut esse reale rei), apakah itu
konkret atau abstrak, maka implikasinya adalah bahwa di dalam esse reale
rei tersebut memang terkandung suatu sifat intelligibilitas (dapat
diketahui kebenarannya).
Hal adanya intelligibilitas sebagai
kodrat yang melekat di dalam objek, di dalam benda, barang, makhluk dan
sebagainya; sebagai objek potensial maupun riil dari
pengetauan cognitif intelektual manusia itulah yang disebut
kebenaran ontological, ialah sifat benar yang melekat di dalam objek.
Kematian Berdampak Masalah
Kematian Berdampak Masalah
Jika seseorang yang kita sayangi
seperti orang tua, kakak, adik dan anggota keluarga lainnya meninggal
(mengalami kematian), otomatis kita merasa kehilangan, dan merasakan kesedihan
dan juga merasakan ketakutan. Kematian memang suatu hal yang tidak bisa
ditebak. Ia datang secara tiba-tiba merusak harmoni di dalam keluarga dan di
dalam hubungan antar manusia, Inilah alasan, mengapa kematian menjadi suatu
“masalah”.
Tidak ada dunia setelah kematian.
Yang ada adalah kekosongan, karena energi berpindah menjadi sesuatu yang lain.
kita tak mungkin bisa memastikan, apa yang terjadi setelah kematian. Karena
itulah kematian menciptakan rasa takut. Namun, jika diteliti lebih dalam,
seperti dinyatakan oleh Budi Hardiman, yang menakutkan bukanlah kematian, melainkan
mati, yaitu proses menuju kematian. seseorang pada dasarnya, tidak takut akan
kematian. Namun, semua orang bahkan para penganut agama yang merindukan surga,
tidak mau menjalani proses menuju kematian. Proses tersebut memang kerap kali
tragis, seperti kecelakaan berdarah, penyakit yang menyiksa dan sebagainya.
Bagi keluarga yang ditinggalkan,
kematian meninggalkan luka dalam di hati. Luka yang timbul dari kematian
menimbulkan suatu kesedihan pada keluarga atau saudara yang ditinggalkan. Pada
beberapa peristiwa yang ekstrem, kematian satu orang bisa mendorong kematian
orang lainnya, persis karena kehilangan atau rasa tidak terima yang
dirasakannya.
Salah satu pertanyaan penting dalam
hidup manusia adalah, apa yang terjadi setelah kematian? Ini pertanyaan yang
amat penting. Di berbagai peradaban dunia, kita bisa dengan mudah menemukan
adanya konsep tentang hidup sesudah mati. Setelah kematian, orang akan memasuki
alam berikutnya. Di sana, jika ia menjalani hidup yang baik, ia akan
mendapatkan kebahagiaan. Jika hidupnya jahat, maka ia harus menjalani hukuman.
Inilah pola yang cukup universal, yang dapat ditemukan di berbagai cerita
mitologis di hampir semua peradaban dunia. Pandangan ini kemudian dilanjutkan
oleh agama-agama dunia dengan konsep surga dan neraka. Orang baik akan masuk
surga, dan menemukan kebahagiaan abadi disana. Sementara, orang jahat akan
masuk neraka, serta mengalami hukuman berat disana.
Argumen yang dianggap masuk akal
mengenai hidup dan mati adalah, bahwa kehidupan itu adalah energi, dan energi
itu abadi. Ia hanya berpidah tempat. Maka, setelah orang mati, energinya akan
kembali ke alam, dan menjadi sesuatu yang lain. Semua pandangan mengenai
kehidupan setelah kematian hanya bisa berperan sebagai kemungkinan, namun bukan
kebenaran.
Apakah kematian menjadi suatu masalah
atau tidak? menurut penulis bergantung pada masing-masing orang dalam
memahaminya. Penulis sendiri memahami Kematian sebagai suatu kejadian yang
dapat kita ambil hikmahnya yaitu sifat ikhlas, sabar dan sebagainya. Selain itu
Penulis juga memahami Kematian sebagai suatu proses perubahan, baik perubahan
keadaan, maupun perubahan jiwa manusia itu sendiri, dimana dengan perubahan
tersebut kita dapat mengetahui bagaimana cara kita menjalani hidup setelah kita
ditinggalkan oleh orang yang kita sayangi.
Filsafat : Hati dan Akal
Filsafat : Hati dan Akal
Untuk mengerti
konsep akal dan hati dibutuhkan perenungan yang dalam, karena hal ini berkaitan
dengan filsafat yang merupakan suatu bidang pengetahuan yang ingin mengetahui
segala sesuatu secara mendalam sehingga tercapai kebenaran yang
sebenar-benarnya.pengertian filsafat ini banyak berbeda-beda karena hati dan
fikiranpun setiap manusia berbeda-beda,setiap orang berhak mendefinisikan kata
filsafat itu sendiri karena hati dan fikiranpun yang mengetahui adalah diri
sendiri,karena definisi filsafat itu datang dari hati dan fikiran diri sendiri
mengenai kebenaran. karena konsep kebenaran menurut manusia berbeda-beda maka
manusiapun mempunyai sifat yang berbeda-beda. itulah mengapa didunia ada ini
ada manusia jahat dan baik. untuk mencapai kebenaran yang hakiki maka
dibutuhkanlah agama yang melurusi segala akal dan hati,karena manusia tidak
akan pernah sanggup menggunakan fikirannya untuk membuat suatu kebenaran diatas
kebenaran tuhan. segala kehendak,kemauan,keingintahuan berasal dari hati
yang dapat kita fikirkan lagi dengan akal/otak tentang baik/buruknya
kehendak/kemauan yang ada dalam hati,dikarenakan manusia diberikan akal oleh Tuhan
YME oleh karena itu manusia dapat menentukan baik/buruk yang merupakan suatu
kesempurnaan makhluk ciptaan Tuhan,kadang manusia menggunakan akalnya tidak
didasari oleh hati yang baik sehingga menggunakan akalnya untuk hal-hal buruk
atau tidak sesuai dengan moral dan etika yang diajarkan oleh agama,oleh karena
itu kemampuan berfikir itu haruslah dibatasi oleh qalbu/keimanan agar kita
selalu berfikir untuk hal-hal yang baik,sehingga terciptalah keharmonisan
antara hati dan fikiran yang dilandasi oleh keimanan.
“Berfikirlah kamu diatas
hatimu(perasaanmu),Batasilah pemikiranmu dengan keimananmu(agamamu)”
Sumber : https://regafelix.wordpress.com/2010/10/08/filsafat-akal-dan-hati/
Langganan:
Postingan (Atom)