BAB I
PENDAHULUAN
Pada umumnya pembicaraan tentang
filsafat dikaitkan dengan filsafat Yunani. Hal itu disebabkan akar pemikirannya
berkaitan dengan filsafat Yunani. Misalnya pembicaraan tentang
eksistensialisme, maka secara kesejarahan mempunyai kaitan histories dengan
filsafat Yunani (kuno) tersebut.
Dalam filsafat Timur, non-Yunani,
pada umumnya pemikiran bersifat holistic, menyeluruh dan terpadu. Beberapa ahli
mengemukakan adanya empat macam filsafat Timur, ialah filsafat India yang
diiringi Hinduisme, filsafat Asia Tenggara yang diiringi Buddhisme dan filsafat
Cina yang diiringi Confusionisme (dari
Kong Hu Tsu). Selanjutnya adalah filsafat dan budaya Islam yang diiringi agama
Islam. Teologi Kristen dimasukkan ke dalam pemikiran atau kebudayaan Barat,
karena meskipun lahir di sebelum Timur Yunani, namun berkembang pesat di Eropa
dan Amerika. Filsafat-filsafat tersebut pun diketahui lahir pada kurang lebih
abad 5-7 SM sehingga timbul dugaan bahwa pada abad tersebut terjadi perubahan
yang mondial dalam lapangan berpikir.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Filsafat Hindu
Filsafat Hindu diprakirakan telah
ada pada abad ke-7 SM, sebagai periode proto-filosofis, kurang lebih sama
dengan awal filsafat Yunani Kuno. Pada abad itu karma dan teori-teori liberasi
bangkit, diikuti daftar proto ilmiah ontologism.
Weda berasal dari kata Veda,
sebagai bakal pemikiran Hinduisme, merupakan budaya yang dibangun dari budaya
Eropa dan India Utara. Wujud Weda adalah tradisi lisan yang kemudian ditulis
sebagai suatu petunjuk bagi manusia dalam menempuh kehidupannya. Itulah
sebabnya Weda sering dianggap sebagai wahyu, meskipun di kemudian hari dianggap
lebih sebagai kebijaksanaan manusia, wahyu kosmik. Wahyu ini sebagai hasil
kontemplasi dalam memahami kehidupan, semesta alam.
Para pemikir di bidang agama
menganggap bahwa wahyu dalam Weda berbeda dengan wahyu dalam agama seperti
Islam dank RISTEN, karena banyak memuat unsure budaya dan sejarah suatu bangsa
atau ras, seperti sabda tetua adapt atau guru. Sebagai bahasa, Weda atau Veda
dikenal sebagai induk dari bahasa Sansekerta. Bersama-sama Upanishad dan
Bhagavad Gita, Veda menjadi buku utama agama dan filsafat Hindu.
Dalam budaya, agama, dan filsafat
Hindu dikenal Rita yang berisikan petunjuk untuk mengatur dunia, alam
semesta, dan segala isinya. Oleh karena itu, Rita dapat dianggap sebagai
kitab utama atau kitab mulia orang Hindu. Di dalam buku tersebut, diutarakan
tentang system kasta yang menempatkan manusia ke dalam empat tingkatan, yaitu:
1)
Brahmana, semula berarti korban, kemudian menjadi golongan manusia kelas
tinggi, suci dan menduduki kasta tertinggi
2)
Ksatria, kasta kedua terdiri atas bangsawan dan raja yang mengatur kehidupan duniawi
dalam rangka berkorban
3)
Vaisya, kaum pekerja biasa, kelas menengah dan menduduki kasta ketiga
4)
Sudra, rakyat kecil
Ada kesatuan antara manusia dan makhluk semesta dengan
dunianya sehingga manusia dianggap sebagai bagian dari alam. Hal ini jelas
berbeda dengan filsafat Yunani yang menempatkan manusia berhadapan dengan dunia
sebagai tempat hidupnya.
Namun, agama Hindu mengakui keberagaman penampilan
yang Mhakuasa, dari yang berbentuk benda alam seperti bulan dan matahari sampai
manusia dan bentuk spiritual. Dewa-Dewi bukan Tuhan, melainkan mencerminkan
sifat-sifat Tuhan yang mahakuasa dan Yang Maha Esa. Pemikiran Hindu menerima
pluralitas penafsiran atas Tuhan sehingga Hinduisme dapat menjadi wadah dari
berbagai pemahaman tentang Tuhan. Hal yang harus dicapai manusia dalam
kehidupannya adalah mencapai tingkat spriritualitas yang tertinggi.
Spiritualitas adalah kekuatan hidup yang tingkat spiritualitas yang tertinggi.
Spiritualitas adalah kekuatan hidup yang hakiki. Definisi yang sering digunakan
untuk memahami spiritualitas Hindu ini adalah apa yang dikemukakan oleh Murray
dan Zentner:
“Suatu kualitas yang melampaui afiliasi agama, yang
mendorong untuk inspirasi, revans, awe, makna dan tujuan, bahkan dalam
diri mereka yang tidak percaya akan Tuhan. Dimensi spiritual mencoba menjadi
harmoni dengan alam, dan berusaha menjawab ketidakterbatasan, jika orang
menghadapi tekanan-tekanan emosional, sakit fisik atau kematian”.
Mengapa definisi ini sering
digunakan untuk memahami Hinduisme adalah karena terdapat karakter keselarasan
dengan alam semesta. Dalam ajaran Hindu, esensi manusia adalah spiritnya, dan
Tuhan Yang Maha Esa adalah sumber segala spirit.
B.
Filsafat Budha
Para ahli sering menyatakan bahwa
dalam memahami Hinduisme, seyogiannya kita mempelajarinya bersama-sama dengan
Budhisme, baik secara fisik maupun isi. Secara fisik, baik Hinduisme maupun
Budhisme lahir dari seorang bijaksana yang lahir di sebelah Utara India. Hanya
saja Budha, siddharta Gautama, melakukan kontemplasi di Asia Tenggara,
sementara Weda di India Selatan.
Pencerahan merupakan inti ajaran
Budha: bahkan budha sendiri berarti: “yang dicerahi”. Dasarnya adalah
mencari jalan menuju keselamatan. Dalam mencapai keselamatan, orang harus
menemukan lebih dahulu kebenaran. Ada empat kebenaran mulia dalam ajaran Budha,
ialah tentang penderitaan, sebab penderitaan, melenyapkan penderitaan, dan
tentang jalan menuju pelenyapan penderitaan.
Dalam mencapai kebahagiaan, orang
harus melepaskan diri dari penderitaan, dengan cara melepaskan diri dari
keinginan secara sempurna. Ada delapan langkah yang dapat ditempuh dalam hal
ini, yaitu:
- Penglihatan yang benar
- Keinginan yang benar
- Perkataan yang benar
- Perbuatan yang benar
- Hidup yang benar
- Usaha yang benar
- Pikiran yang benar
- Semedi yang benar
Dari kedelapan hal tersebut dapat
dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kebijakan, kelurusan dan semedi.
Upaya untuk mencapai kebahagiaan
melalui langkah-langkah terebut dicapai melalui upaya pencerahan yang dilakukan
dalam kontemplasi. Kontemplasi yang sering dilakukan Budha melahirkan
kesimpulan, bahwa “semua yang ada pada diri kita merupakan hasil dari yang kita
pikirkan”.
Metafisika Budha tertulis dalam Dharmapala,
antara lain menyatakan tiga cirri benda, yaitu bersifat fana, mengandung
penderitaan dan tanap ego.
C.
Filsafat Cina
Seperti halnya filsafat Yunani,
filsafat Cina sangat penting untuk dipelajari. Selain telah berumur tua,
filsafat Cina juga telah melahirkan berbagai macam wacana, antara lain ilmu
pengetahuan yang tinggi. Misalnya kedokteran Cina dan kebudayaan tinggi
lainnya.
Chan (1962) menulis filsafat Cina dengan
sangat bervariasi, berisi pemikiran lama dan baru; bersifat kebarat-baratan (Western)
ataupun asli; ekstrem ataupun moderat. Setiap pemikiran berusaha memperebutkan
supremasi.
Secara umum filsafat Cina terbagi
menjadi dua kelompok, yaitu aliran Kong Hu Tsu dan aliran filsafat kebaratan.
Pada abad ke-11 lahir Neoconfusianisme. Bidang yang saat ini menjadi lahan
perjuangan, meliputi :
- Upaya mutakhir paham Kong Hu Tsu untuk menyesuaikan diri kembali
- Serangan dari Barat
- Berkembangnya Buddhisme
- Lahirnya filsafat rasional Kong Hu Tsu baru.
Khong Hu Tzu. Terkenal dengan nama
Confucius yang hidup antara tahun 551-479 SM. Pikiran-pikiran filosofisnya
samai saat ini masih tetap hidup, terutama karena cirri dari filsafat no-Yunani
yang lebih merupakan petunjuk kehidupan yang baik daripada wacana
berargumentasi. Pikiran-pikirannya menjadi lahan subur bagi tradisi cultural
Cina sampai saat ini. Seperti Hinduisme dan Buddhisme, Confucianisme dinilai
sangat baik dan dipercayai sebagai way of life yang demikian tinggi
sehingga oleh sebagian besar penganutnya dianggap sebagai agama. Dua abad
sebelum Plato mendirikan Akademika, Kong Hu Tsu telah membangun lembaga
pendidikan yang menyangkut kepemimpinan politik/Negara. Pemikiran-pemikiran
para pemikir Cina ini terkumpul dalam Klasik ina, berupa kumpulan sajak, musik,
dokumen histories, analisis kejadian-kejadian, serta kronologis kejadian di
pengadilan Lu, dan komentar atas buku Pemikiran-pemikiran para pemikir Cina ini
terkumpul dalam Klasik ina, berupa kumpulan sajak, musik, dokumen histories,
analisis kejadian-kejadian, serta kronologis kejadian di pengadilan Lu, dan
komentar atas buku Yijing (buku-buku tentang perubahan).
Kong Hu Tsu mulai berpraktik secara
mandiri dengan berjalan dari satu Negara ke Negara lainnya, membangun pemimpin
politik yang membawanya keapda keberhasilan social dan politis.
Filsafat Cina yang mendasarkan diri
pada pemikiran Confucius merupakan seperangkat gagasan etika yang berorientasi
pada praktis. Terutama menitikberatkan pada ikatan tradisional berupa tanggung
jawab etis dan dao, atau kehidupan manusia yang baik dan ideal serta
menyeluruh. Konsep-konsep utama yang dikemukakan selain dao adalah
kebajikan.
Cina berkenalan dengan filafat Barat
pada tahun 1897. Pikiran-pikrian Barat yang berkembang di Cina pada dasarnya
adalah:
- Pragmatisme
- Materialisme
- Neo-Realisme
- Vitalisme
- Idealisme Baru
D.
Filsafat (di Dunia) Islam
Seperti filsafat non-Yunani lainnya,
filsafat Islam pada dasarnya adalah perbincangan tentang tuntunan kehidupan yang
baik dan pengabdian kepada Allah swt dan bersumberkan agama. Filsafat Islam
kita temukan pada pemikiran-pemikiran Ibnu Sina (Avicenna) yang lahir
pada 370 H/980 M dan meninggal pada 428 H atau 1036 M. Juga ditemukan pada
pemikiran Ibnu Rusyd (Averroes). Mereka dikenal sebagai dua tokoh utama
filsafat Islam. Namun tidak hanya kedua pemikiran ini, komunitas Islam memiliki
sejumlah filosof karena berani mengemukakan pemikiran yang berbeda dengan yang
ada sebelumnya, khususnya dengan para penyebar agama Islam yang berpikir dalan
nuansa Islam.
Tetapi setelah Al-Gazali, seorang
imam besar Islam, mengeritik keras filsafat Islam atau pemikiran para filosof
Islam maka filsafat Islam menjadi kurang bersinar. Hal ini bukan berarti bahwa dalam
komunitas Islam tidak tumbuh pemikiran filsafat. Al-Kindi dan Al-Farabi
merupakan dua pemikir Islam yang besar dan sangat dihormati dunia, di samping
Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd.
Beberapa filosof Islam yang terkenal
dapat dikemukakan berikut ini:
1.
Al-Kindi, bernama lengkap Abu Ya’kub al-Kindi (801-866 M). Ia dapat dianggap
sebagai peletak dasar pemikiran filsafat Islam. Filsafat al-Kindi menjadikan
Al-Qur’an sebagai dasar pemikirannya, tetapi kandungan Al-Qur’an dipahami
dengan rasionalitas yang dibangun dari pemikiran Plato dan terutama Aristoteles
yang dipelajarinya dari filsafat Yunani Kuno. Oleh karena itu, al-Kindi sering
disebut sebagai seorang yang menghubungkan antara filsafat dan teologi Islam.
2.
Al-Farabi (870-950 M), meneruskan pemikiran al-Kindi yang menggunakan pola
pikir Plato dan Aristoteles. Ia kemudian mengembangkan pemikrian filsafatnya
secara komprehensif. Meskipun pada awalnya ia lebih mengenalkan pemikiran Plato
dan Aristoteles, namun akhirnya ia mengembangkan isi filsafat yang diyakininya,
yaitu emanasi. Emanasi adalah bagian filsafat yang memandang Tuhan, Allah,
sebagai asal segala hal. Filsafat al-Farabi sebagian besar memang banyak
membahas tentang Tuhand an Ketuhanan.
3.
Ibnu Sina, oleh orang Barat dikenal dengan sebutan Avicenna dan bernama lengkap
Abu Ali al-Hussein bin Abdallah Ibn Sina. Ia lahir pada tahun 370 H atau 980 M
dan meninggal pada 426 H atau 1036 M. Karya-karyanya di bidang filsaat dan
kedokteran. Orang sering menyebutnya sebagai al-Shech al-Rais, atau
pimpinan ilmu. Shech adalah gelar akademik tertinggi, sementara Rais
berarti pemimpin. Bukunya yang terkenal di bidang kedokteran adalah Canon,
sedangkan di bidang filsafat adalah Shifa. Menurut father Anawati
(1951), ia menulis Shiah, tetapi Ibn Sina sendiri tidak sependapat dengan pokok
pikiran aliran itu. Pemikiran Ibnu Sina dimulai dari mempelajari sendiri
filsafat Aristoteles, tetapi ia kemudian mengembangkan sendiri, tidak lagi
tergantung pada pemikiran Aristoteles. Tetang buah pikirannya, kita dapat
mencatat tiga hal penting, yaitu mengenai logika, metafisika, dan psikologi.
4.
Ibnu Rusyd. Filosof Islam ini lahir di Cordova, Andalusia, Spanyol, pada tahun
520 M, dengan nama lengkap Abu al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin
Rusyd. Ia dianggap sebagai seorang yang “mengenalkan” filsafat Yunani kepada
dunia Barat, terutama Eropa sehingga pemikirannya dinilai sangat memengaruhi
pemikiran Eropa dan Barat pada umumnya. Sebagai filosof, pemikirannya yang
sangat rasional sering dianggap “bertentangan” dengan cara agama (Islam) dalam
menangani sesuatu. Tetapi sebagai pemikir Islam, ia lebih dahulu mengenal Islam
sehingga ia sekaigus menjadi penyebar kebenaran Islam.
5.
Djamaluddin al-Afghani
Pemikirannya menjadikan al-Afghani disebut sebagai
tokoh Renainsans Islam abad ke-19. Ia lahir pada tahun 1839 dan wafat tahun
1897. Djamaluddin adalah pembaru dan filosof. Kebaikan dan kemauannya yang
besar menjadikannya seorang pemikir yang dikagumi banyak orang, dan ia dijuluki
“the wild man of genius”. Selain sebagai pemikir, ia adalah seorang
aktivis, terutama dengan kesertaannya dalam gerakan dan aktivitas politik
lainnya. Kemerdekaan berpikir, kejujuran hati, dan kemuliaan budi pekertinya,
menjadikan ia seorang yang dipercaya.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah tersebut
diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa, Filsafat Hindu diprakirakan telah
ada pada abad ke-7 SM, sebagai periode proto-filosofis, kurang lebih sama
dengan awal filsafat Yunani Kuno. Pada abad itu karma dan teori-teori liberasi
bangkit, diikuti daftar proto ilmiah ontologism.
Para ahli sering menyatakan bahwa
dalam memahami Hinduisme, seyogiannya kita mempelajarinya bersama-sama dengan
Budhisme, baik secara fisik maupun isi. Secara fisik, baik Hinduisme maupun
Budhisme lahir dari seorang bijaksana yang lahir di sebelah Utara India. Hanya
saja Budha, siddharta Gautama, melakukan kontemplasi di Asia Tenggara,
sementara Weda di India Selatan.
Seperti halnya filsafat Yunani,
filsafat Cina sangat penting untuk dipelajari. Selain telah berumur tua,
filsafat Cina juga telah melahirkan berbagai macam wacana, antara lain ilmu
pengetahuan yang tinggi. Misalnya kedokteran Cina dan kebudayaan tinggi
lainnya.
Seperti filsafat non-Yunani lainnya,
filsafat Islam pada dasarnya adalah perbincangan tentang tuntunan kehidupan
yang baik dan pengabdian kepada Allah swt dan bersumberkan agama. Filsafat
Islam kita temukan pada pemikiran-pemikiran Ibnu Sina (Avicenna) yang
lahir pada 370 H/980 M dan meninggal pada 428 H atau 1036 M. Juga ditemukan
pada pemikiran Ibnu Rusyd (Averroes).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar