Filsafat Pra Socrates (Filosof Alam)
Filsafat
Pra Socrates awal dari perkembangan filsafat yunani kuno. Yunani merupakan
tempat dimana pemikiran ilmiah mulai tumbuh dan pada zaman itu lahirlah para pemikir
yang mengarah dan menyebabkan filsafat itu dilahirkan. Bangsa Yunani
merupakan bangsa yang pertama kali berusaha menggunakan akal untuk berpikir.
Kegemaran bangsa Yunani merantau secara tidak langsung menjadi
sebab meluasnya tradisi berpikir bebas yang dimiliki bangsa Yunani.
Ciri-ciri Filsafat
Pra Socrates adalah rasional meta fisik, dimana pemikiran yang diikuti dengan
kepercayaan kepada hal-hal gaib, seperti memberikan sesajian kepada Dewa Matahari.
Masyarakat berpikir bahwa bumi yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah
ini ada yang menciptakannya, tapi mereka belum tahu siapa yang menciptakannya.
Jadi, masyarakat beranggapan bahwa yang memberi kesuburan adalah pohon besar.
Filsafat Pra Socrates mencapai puncaknya pada orang-orang sophis untuk melihat
rasionalisme sofis perlu dipahami lebih terdahulu latar belakangnya. Latar
belakang itu terletak pada pemikiran filsafat yang ada sebelumnya.
Sebelum filsafat menaiki pangung yunani,
banyak pertanyaan-pertanyaan mendasar yang diajukan oleh manusia, dan
pertanyaan-pertanyaan ini dijawab oleh berbagai agama. Penjelasan agama-agama
ini disampaikan dari generasi ke-generasi dalam bentuk mitos. Mitos adalah
cerita mengenai dewa-dewa, yang dipergunakan untuk menjelaskan
pertanyaan-pertanyaan mendasar ‘mengapa dunia ini berjalan
seperti adanya’.
Sekitar 600 tahun sebelum kristus
lahir. Datanglah seorang filosof yang mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut. Jawaban tersebut dikemas dalam penjelasan alamiah, tidak brnbentuk
mitos. Lebih tepatnya para filosof
tersebut disebut filosof alam (pra Sokrates), karena mereka terfokus pada alam.
Thales (624-548 SM)
Thales adalah seorang filosof yang berasal dari miletus, sebuah koloni
yunani di asia kecil. Dia berkelana ke berbagai negri. Salah satunya adalah
mesir, dimana dia diceritakan pernah menghitung tinggi pyramid dengan cara
mengukur bayangannya pada saat yang tepat, ketika panjang bayangannya sendiri
sama dengan tinggi badannya. Dia juga dikisahkan pernah meramalkan terjadinya
gerhana matahari secara tepat, pada 585 SM.Thales beranggapan bahwa sumber dari
segala sesuatu adalah air. Dia percaya bahwa seluruh kehidupan berasal dari air
dan akan lembali keair. Dia beranggapan seperti itu mungkin, karena selama
perjalanannya dimesir, dia pasti telah mengamati tanaman yang mulai tumbuh di
daratan delta sungai Nil setelah surut dari banjir. Barangkali dia juga sempat
mengamati, bahwa katak dan cacing muncul dari tanah yang lembab (tanah berair).
Anaximander
Anaximander adalah
filosof kedua setelah thales yang berasal dari miletus juga. Dia hidup
kira-kira sama dengan masa hidup thales. Dia adalah salah satu murit thales.
dia beranggapan bahwa dunia kita hanyalah salah satu dari banyak dunia yang
muncul dan sirna didalam sesuatu yang disebutnya sebagai ‘yang tak terbatas’.
Tidak begitu mudah untuk menjelaskan apa yang dimaksudnya tersebut, tapi
tampaknya jelas bahwa dia tidak sedang memikirkan tentang suatu zat yang
dikenal sebagaimana yang dibayangkan Thales. Barangkali yang dimaksudnya adalah
bahwa zat yang menjadi sumber segala sesuatu, pastilah berbeda dengan sesuatu
yang dihasilkannya tersebut, karena semua benda ciptaan itu terbatas, maka
sesuatu yang muncul sebelum dan sesudah benda-benda tersebut pastilah ‘tidak
terbatas’. Jelas bahwa zat dasar itu tidak mungkin sesuatu yang sangat biasa
seperti air ataupun yang dapat kita lihat.
Anaximenes (570-526 SM)
Anaximenes adalah filosof dari meletus yang masa
hidupnya kira-kira 570-526 SM. Dia adalah murit dari Anaximander. Teorinya
tentang alam adalah bahwa sumber dari segala sesuatu pastilah “udara” atau
“uap”. Anaximenes tentunya mengenal teorinya Thales menyangkut air. Akan tetapi
dia menyangkal pendapatnya Thales, ‘dari manakah asalnya air tersebut’.
Anaximenes beranggapan bahwa air adalah udara yang dipadatkan . kita mengetahui
bahwa ketika hujan turun, air diperas dari udara. Jika air diperas lebih keras
lagi, ia akan menjadi tanah, pikirnya. Dia mungkin pernah melihat bagaimana
tanah dan pasir terperas dari es yang meleleh. Di a juga beranggapan
bahwa api adalah udara yang dijernihkan. Oleh karenanya air, tanah dan api
tercipta dari udara.
Parmenides
Sejak sekitar 500 SM, ada sekelompok
filosof dikoloni Yunani Elea di Italya selatan. “orang-orang Elea” ini tertarik
pada masalah ini. Yang paling penting diantara filosof ini adalah
Parmenides (kira-kira 540-480 SM). Parmenides beranggapsn bahwa segala sesuatu
yang ada pasti telah selalu ada. Gagasan ini tidak asing bagi rakyat Yunani.
Mereka menganggap sudah selayaknya bahwa segala sesuatu yang ada didunia ini
abadi. Tidak ada sesuatu yang dapat muncul dari ketiadaan, dan tidak ada
sesuatu yang menjadi tiada, piker Parmenides.Namun Parmenides membawa gagasan
itu lebih jauh lagi. Dia beranggapan bahwa tidak ada yang disebut perubahan
actual, tidak ada sesuatu yang berbeda dari sebelumnya.Parmenides sadar bahwa
indranya melihat dunia ini selalu berubah, tapi dia lebih memilih akal daripada
indranya. Dia yakin bahwa indra-indra manusia memberikan gambaran yang tidak
tepat tentang dunia, suatu gambaran yang tidak sama deengan gambaran akal
manusia. Keyakinan yang tidak tergoyahkan pada akal manusia disebut
rasionalisme. Rasionalisme adalah seseorang yang percaya bahwa akal manusia
merupakan sumber utama pengetahuan tentang dunia. Dalam masalah ini Parmenides
mengemukakan dua pandangan :
a.
Bahwa tidak ada sesuatu yang dapat berubah.
b.
Bahwa persepsi indra kita tidak dapat dipercaya.
Heraclitus
Rekan sezaman Parmenides
adalah Heraclitus yang hidup kira-kira 540-480 SM. Dia berasal dari Ephesus di
Asia kecil. Dia beranggapan bahwa perubahan terus menerus adalah cirri alam
yang palin mendasar. Dapat dikatakan, bahwa Heraclitus mempunyai keyakinan yang
lebih besar pada apa yang dilihatnya dari pada yang dirasakannya.“segala
sesuatu terus mengalir”, kata Heraclitus. Segala sesuatu mengalamiperubahan
terus-menerus dan selalu bergerak, tidak ada yang menetap, karena itu kita
‘tidak dapat melompat di sungai yang sama’.Heraclitus mengemukakan bahwa dunia
itu dicirikan dengan adanya kebalkan. Jika, kita tidak pernah sakit, maka kita
tidak akan pernah tahu seperti apa sehat itu, jia kita tidak pernah lapar kita
tidak akan tahu bagaimana rasanya kenyang, jika kita tidak pernah miskin, kita
tidak akan pernah tahu bagaimana kaya itu, dan lain sebagainya.Sebagaimana
Parmenides Heraclitus mengemukakan dua pandangan tentang alam ini:
a. Bahwa segala sesuatu berubah.
b. Bahwa persepsi indra kita dapat dipercaya.
Empedocles (490-430 SM)
Mungkin, kedua filosof diatas saling bertentangan, akan tetapi disini,
Empedocles akan menengahi kedua pendapat yang saling bertentangan tersebut. Empedocles adalah filosof dari Sicilia. Dia hidup kira-kira 490-430 SM.
Empedocleslah yang menuntun kedua filosof tersebut -Parmenides dan Heraclitus-
keluar dari kekacauan yang telah mereka masuki itu.Dia menganggap bahwa mereka
benar dalam satu sisi, dan salah dalam sisi yang lain.Air jelas tidak dapat
berubah menjadi kupu-kupu atau yang lain. Air murni akan selalu memjadi air.
Maka, Parmenides benar dengan keyakinannya, bahwa ‘tidak ada sesuatu yang
berubah’.Namun, pada saat yang sama dia membenarkan pendapatnya Heraclirus,
bahwa kita harus mempercayai apa yang ditangkap indra kita. Bahwa, ‘alam ini
berubah’.Empedocles menyimpulkan, bahwa gagasan mengenai zat dasar itulah yang
harus ditolak, baik air atau udara semata-mata tidak dapat berubah menjadi
kupu-kupu ataupun serumpun bunga mawar yang begitu cantik dan indah. Sumber
alam tidak mungkin hanya satu unsure saja.Empedocles yakin bahwa alam ini terdiri dari
empat unsur, yaitu tanah, air, api dan udara. Semua proses alam terjadi karena
bergabung atau terpisahnya empat unsur tersebut.
Zeno
Ia dapat merelatifkan kebenaran yang telah mapan. Zeno menemukan
dialektika. Istilah dialektika termasuk kata yang mendapat pelbagai arti
sepanjang sejarah filsafat. Ia mulai mengemukakan hipotesis yaitu salah satu
anggapan yang dianut pelawan-pelawan Parmenides. Lalu ia menunjukkan bahwa dari
hipotesis itu harus ditarik kesimpulan yang mustahil. Menurut metode ini, Zeno
membuktikan bahwa adanya ruang kosong, pluralitas dan gerak sama-sama mustahil.
Seperti:
1.
Anda tidak pernah mencapai garis finish dalam suatu
balapan. Untuk mencapai garis finish itu anda terlebih dahulu harus menempuh
separuh jarak, lalu separuh jarak, kemudian setengah dari sisa, setengah dari
sisa, setengah dari sisa, dan kerja anda selanjutnya menghabiskan sisa yang
tidak akan pernah habis. Anda tidak akan mencapai garis finish padahal secara
empiris anda telah lama mencapai garis finish itu. Ini adalah penyelesaian
matematika; matematika itu logis.
2.
Anak panah yang meluncur dari busurnya, apakah
bergerak atau diam? Menurut Zeno, diam. Diam adalah bila suatu benda
pada suatu saat berada pada suatu saat berada pada suatu tempat. Anak panah itu
setiap saat berada di suatu tempat. Jadi, anak panah itu diam. Ini khas logika.
Padahal mata kita jelas-jelas menyaksikan bahwa anak panah itu bergerak dengan
cepat. Siapa yang benar? Yang menyatakan bergerak atau yang menyatakan diam?
Itu relatif, kedua-duanya benar bergantung pada cara membuktikanya. (Warmer,
1961: 41-42)
Gorgias
Ada tiga proposisi yang diajukan Gorgias:
1.
Tidak ada yang ada, maksudnya realitas itu sebenarnya
tidak ada. Menurut Gorgias, pemikiran lebih baik tidak menyatakan apa-apa
tentang realitas.
2.
Bila sesuatu itu ada, maka tidak dapat diketahui.
Ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak dapat dipercaya. Penginderaan itu
sumber ilusi.
3.
Realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan
dapat kita beritahukan kepada orang lain. Di sini ia memperlihatkan kekurangan
bahasa untuk mengomunikasikan pengetahuan kita itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar