Ilmu Hitung Masyarakat Baduy
Dari hasil penelitian yang dimuat
oleh Nilah Karnilah dalam Skripsinya, dapat diketahui bahwa masyarakat baduy
menggunakan campuran bahasa dalam pengucapan bilangan yaitu dari bahasa sunda
dan bahasa jawa. Nampaknya telah terjadi proses enkulturasi pengucapan bilangan
di wilayah baduy .
Selain bahasa pengucapan untuk
bilangan, bilangan yang digunakan oleh masyarakat adat baduy pun terbatas pada
bilangan asli, dan separo. Dengan
kata lain mereka tidak menggunakan bilangan nol, pecahan, decimal ataupun negative.
Bilangan asli terdiri dari bilangan bulat positif
bukan nol yaitu 1,2,3,4 dan seterusnya. Hal yang wajar apabila jenis bilangan
yang digunakan oleh masyarakat adat baduy tidak menggunakan bilangan nol.
Karena dalam kehidupan sehari-hari masyarakat baduy sangat jarang (bahkan tidak
pernah) membutuhkan bilangan nol untuk menghitung jumlah atas kuantitas dari
sejumlah benda yang dimiikinya. Seperti dalam menghitung durian, kita tidak
menghitungnya dengan cara menghitungnya dari nol (nol durian, satu durian, dan
seterusnya) melainkan dengan menghitung dari satu. Ataupun ketika kita ditanya
berapa banyak durian yang kamu miliki, kita akan lebih cenderung menjawab tidak
punya durian daripada menjawab saya punya nol durian atau masyarakat baduy
menyebutkannya dengan euweuh.
Begitupun apabila masyarakat adat
baduy memiliki tiga buah durian dan pembeli akan membeli kepadanya sebanyak
lima buah durian, masyarakat adat baduy akan menyebutnya dengan mun rek meuli
lima, kudu ditambahan dua. Dari kasus ini mereka terlihat tidak menggunakan
istilah lain untuk menyebut bilangan negative.
Bilangan separo yang disebut
masyarakat adat baduy muncul dari konteks pembagian harta waris. Istilah separo dalam pemahaman masyarakat adat
baduy bukanlah bilangan pecahan ½ seperti yang kita kenal, melainkan separo diucapkan untuk menyatakan
setengah banyaknya benda objek yang ada, atau dengan kata lain banyaknya benda
yang ada dibagi menjadi dua bagian yang sama. Selain bilangan yang mereka sebut
dengan separo tersebut, mereka tidak
mengenal ataupun menggunakan bilangan pecahan lain.
KONTEKS
PERTANIAN
Elemen budaya yang tedapat pada
konteks pertanian, bahwa satu ranggeong padi setara dengan lima liter beras.
Kemungkinan konsep bilangan dari elemen budaya tersebut adalah model matematika
yang mungkin untuk dikembangkan dalam proses penjualan beras, yaitu model
mengkonversi banyaknya ranggeong padi kedalam satuan-satuan berat seperti
kilogram. Model tersebut adalah:
K = 3,6 x rg...........................(1)
Keterangan:
1. K adalah
berat beras yang dihasilkan dalam satuan kilogram.
2. Rg adalah
banyaknya ranggeong padi dan rg merupakan bilangan asli dan r dalam satuan ikat
ranggeong.
Koefisien 3,6 diperoleh dengan mengasumsikan untuk
satu ranggeong padi akan dihasilkan 4,5 liter beras dan 1 liter beras setara
dengan 0,8 kg beras, sehingga untuk 1 ranggeong padi akan menghasilkan 3,6 kg
beras. Perhatikan:
1 ranggeong padi = 4,5 liter beras
= 4,5 x 0,8 kg beras
= 3,6 kg beras
Asumsi pertama, 1 ranggeong padi
akan menghasilkan 4,5 liter beras diperoleh dari narasumber GI dan Jurnal Bumi
lestari Volume 12 no 2 yang ditulis oleh Gunggung Senoaji. GI menyatakan bahwa
1 ranggeong padi setara dengan 5 liter beras, sedangkan Senoaji mengungkapkan
bahwa jika 1 ranggeong padi ditumbuk akann menghasilkan beras sebanyak 4-5
liter. Karena beras yang dihasilkan dari
1 ranggeong berkisar antara 4-5 liter, maka untuk mengurangi tingkat
kesalahan perhitungan (margin error),
dipilihlah untuk satu ranggeong padi akan menghasilkan 4,5 liter beras, yaitu
nlai tengah dari 5+4 /2 = 4,5 liter beras.
Asumsi kedua, satu liter beras
setara dengan 0,8 kg beras diperoleh dari tulisan berjudul etika penjualan
beras yang ditulis oleh Teddy hartono (2011: 2) mengungkapkan bahwa satu kg beras
sama dengan 1,25 liter gelas. Jika 1 kg beras sama dengan 1,25 liter beras,
maka kita akan memperoleh untuk 1 liter beras = 1/1,25 = 0,8 kg beras.
Contoh kasus “ berapa kg beras yang dihasilkan dari
800 ikat ranggeong?”
Dengan menggunakan model yang dikembangkan diatas kita
data memperkirakan bahwa banyaknya beras yang dihasilkan adalah
K = 3,6 x Rg
= 3,6 x 800
= 2880 kg beras
Dari hasil penggunaan model
diperoleh bahwa banyaknya beras yang dihasilkan dari 800 ikat ranggeong padi
adalah 2880 kg beras. Jika dikehendaki dalam satuan berat yang lain, kita dapat
mengkonversinya seperti aturan yang telah ada dalam konsep matematika bahwa 1
kg = 0,01 kwintal = 0,001 ton. Jadi dari 800 ikat ranggeong padi akan
dihasilkan 2880 kg beras atau setara dengan 2,8 ton beras.
KONTEKS
PENJUALAN DURIAN
Elemen
budaya yang terdapat pada konteks penjualan durian, bahwa satu buah durian
disebut sabiji, dua buah durian disebut dengan dua biji, tiga buah durian
disebut dengan tilu biji, empat buah durian disebut sakojor, dan seterusnya.
Kemungkinan konsep bilangan dari elemen budaya tersebut adalah model matematika
yang mungkin untuk dikembangkan dalam menghitung banyaknya durian yang
dibicarakan (berdasarkan pengucapan yang digunakan oleh masyaratkat adat baduy
pada durian) menggunakan penjumlahan dan perkalian terhadap bilangan 4. Model
tersebut adalah :
D = (k x 4)
+ b ............................................................... (2)
Keterangan :
1) D adalah
banyaknya buah durian yang dibicarakan
2) k adalah
banyaknya buah durian dalam satuan kojor dan k merupakan bilangan asli
3) b adalah
banyaknya buah durian dalam satuan biji dan b
Notasi (k x 4) digunakan untuk mempresentasikan
banyaknya buah durian dalam satuan kojor, sedangkan b mempresentasikan
banyaknya buah durian dalam satuan biji.
Contoh kasus : “berapa banyaknya
buah durian yang ada, jika masyarakat adat baduy menyebut lima kojor tilu
biji?”
Dengan menggunakan model yang
dikembangkan diatas, kita dapat banyaknya durian adalah:
D = (k x 4) + b
= (5 x 4) + 3
= 23 buah
Dari
hasil penggunaan model, diperoleh bahwa banyaknya buah durian ketika masyarakat
adat baduy menyebutkan lima kojor tilu biji adalah 23 buah durian.
Untuk
memahami model diatas, kita dapat melihat awal mula bagaimana pembuatan model
tersebut. Perhatikan tabel berikut ini.
Penamaan bnayaknya buah durian berdasarkan penjumlahan
dari suatu bilangan
Banyaknya
buah durian (K)
|
Jumlah
dari bilangan
|
Bentuk
sederhana (model)
|
Disebut
orang baduy dengan
|
1
|
1
|
1
|
Sabiji
|
2
|
2
|
2
|
Dua biji
|
3
|
3
|
3
|
Tilu biji
|
4
|
4
|
4
|
Sakojor
|
5
|
4 + 1
|
(1 x 4) + 1
|
Sakojor biji
|
6
|
4 + 2
|
(1 x 4) + 2
|
Sakojor dua biji
|
7
|
4 + 3
|
(1 x 4) + 3
|
Sakojor tilu biji
|
8
|
4 + 4
|
(2 x 4)
|
Dua kojor
|
9
|
4 + 4 + 1
|
(2 x 4) + 1
|
Dua kojor sabiji
|
10
|
4 + 4 + 2
|
(2 x 4) + 2
|
Dua kojor dua biji
|
...
|
...
|
...
|
...
|
Dari
tabel diatas, dapat kita genaralisasikan bahwa untuk k kojor dan b biji durian,
maka akan terdapat D buah durian. Sehingga model matematikanya adalah :
D = (k x 4)
+ b .................. (3)
Ilmu Hitung Masyarakat Baduy
Dari hasil penelitian yang dimuat
oleh Nilah Karnilah dalam Skripsinya, dapat diketahui bahwa masyarakat baduy
menggunakan campuran bahasa dalam pengucapan bilangan yaitu dari bahasa sunda
dan bahasa jawa. Nampaknya telah terjadi proses enkulturasi pengucapan bilangan
di wilayah baduy .
Selain bahasa pengucapan untuk
bilangan, bilangan yang digunakan oleh masyarakat adat baduy pun terbatas pada
bilangan asli, dan separo. Dengan
kata lain mereka tidak menggunakan bilangan nol, pecahan, decimal ataupun negative.
Bilangan asli terdiri dari bilangan bulat positif
bukan nol yaitu 1,2,3,4 dan seterusnya. Hal yang wajar apabila jenis bilangan
yang digunakan oleh masyarakat adat baduy tidak menggunakan bilangan nol.
Karena dalam kehidupan sehari-hari masyarakat baduy sangat jarang (bahkan tidak
pernah) membutuhkan bilangan nol untuk menghitung jumlah atas kuantitas dari
sejumlah benda yang dimiikinya. Seperti dalam menghitung durian, kita tidak
menghitungnya dengan cara menghitungnya dari nol (nol durian, satu durian, dan
seterusnya) melainkan dengan menghitung dari satu. Ataupun ketika kita ditanya
berapa banyak durian yang kamu miliki, kita akan lebih cenderung menjawab tidak
punya durian daripada menjawab saya punya nol durian atau masyarakat baduy
menyebutkannya dengan euweuh.
Begitupun apabila masyarakat adat
baduy memiliki tiga buah durian dan pembeli akan membeli kepadanya sebanyak
lima buah durian, masyarakat adat baduy akan menyebutnya dengan mun rek meuli
lima, kudu ditambahan dua. Dari kasus ini mereka terlihat tidak menggunakan
istilah lain untuk menyebut bilangan negative.
Bilangan separo yang disebut
masyarakat adat baduy muncul dari konteks pembagian harta waris. Istilah separo dalam pemahaman masyarakat adat
baduy bukanlah bilangan pecahan ½ seperti yang kita kenal, melainkan separo diucapkan untuk menyatakan
setengah banyaknya benda objek yang ada, atau dengan kata lain banyaknya benda
yang ada dibagi menjadi dua bagian yang sama. Selain bilangan yang mereka sebut
dengan separo tersebut, mereka tidak
mengenal ataupun menggunakan bilangan pecahan lain.
KONTEKS
PERTANIAN
Elemen budaya yang tedapat pada
konteks pertanian, bahwa satu ranggeong padi setara dengan lima liter beras.
Kemungkinan konsep bilangan dari elemen budaya tersebut adalah model matematika
yang mungkin untuk dikembangkan dalam proses penjualan beras, yaitu model
mengkonversi banyaknya ranggeong padi kedalam satuan-satuan berat seperti
kilogram. Model tersebut adalah:
K = 3,6 x rg...........................(1)
Keterangan:
1. K adalah
berat beras yang dihasilkan dalam satuan kilogram.
2. Rg adalah
banyaknya ranggeong padi dan rg merupakan bilangan asli dan r dalam satuan ikat
ranggeong.
Koefisien 3,6 diperoleh dengan mengasumsikan untuk
satu ranggeong padi akan dihasilkan 4,5 liter beras dan 1 liter beras setara
dengan 0,8 kg beras, sehingga untuk 1 ranggeong padi akan menghasilkan 3,6 kg
beras. Perhatikan:
1 ranggeong padi = 4,5 liter beras
= 4,5 x 0,8 kg beras
= 3,6 kg beras
Asumsi pertama, 1 ranggeong padi
akan menghasilkan 4,5 liter beras diperoleh dari narasumber GI dan Jurnal Bumi
lestari Volume 12 no 2 yang ditulis oleh Gunggung Senoaji. GI menyatakan bahwa
1 ranggeong padi setara dengan 5 liter beras, sedangkan Senoaji mengungkapkan
bahwa jika 1 ranggeong padi ditumbuk akann menghasilkan beras sebanyak 4-5
liter. Karena beras yang dihasilkan dari
1 ranggeong berkisar antara 4-5 liter, maka untuk mengurangi tingkat
kesalahan perhitungan (margin error),
dipilihlah untuk satu ranggeong padi akan menghasilkan 4,5 liter beras, yaitu
nlai tengah dari 5+4 /2 = 4,5 liter beras.
Asumsi kedua, satu liter beras
setara dengan 0,8 kg beras diperoleh dari tulisan berjudul etika penjualan
beras yang ditulis oleh Teddy hartono (2011: 2) mengungkapkan bahwa satu kg beras
sama dengan 1,25 liter gelas. Jika 1 kg beras sama dengan 1,25 liter beras,
maka kita akan memperoleh untuk 1 liter beras = 1/1,25 = 0,8 kg beras.
Contoh kasus “ berapa kg beras yang dihasilkan dari
800 ikat ranggeong?”
Dengan menggunakan model yang dikembangkan diatas kita
data memperkirakan bahwa banyaknya beras yang dihasilkan adalah
K = 3,6 x Rg
= 3,6 x 800
= 2880 kg beras
Dari hasil penggunaan model
diperoleh bahwa banyaknya beras yang dihasilkan dari 800 ikat ranggeong padi
adalah 2880 kg beras. Jika dikehendaki dalam satuan berat yang lain, kita dapat
mengkonversinya seperti aturan yang telah ada dalam konsep matematika bahwa 1
kg = 0,01 kwintal = 0,001 ton. Jadi dari 800 ikat ranggeong padi akan
dihasilkan 2880 kg beras atau setara dengan 2,8 ton beras.
KONTEKS
PENJUALAN DURIAN
Elemen
budaya yang terdapat pada konteks penjualan durian, bahwa satu buah durian
disebut sabiji, dua buah durian disebut dengan dua biji, tiga buah durian
disebut dengan tilu biji, empat buah durian disebut sakojor, dan seterusnya.
Kemungkinan konsep bilangan dari elemen budaya tersebut adalah model matematika
yang mungkin untuk dikembangkan dalam menghitung banyaknya durian yang
dibicarakan (berdasarkan pengucapan yang digunakan oleh masyaratkat adat baduy
pada durian) menggunakan penjumlahan dan perkalian terhadap bilangan 4. Model
tersebut adalah :
D = (k x 4)
+ b ............................................................... (2)
Keterangan :
1) D adalah
banyaknya buah durian yang dibicarakan
2) k adalah
banyaknya buah durian dalam satuan kojor dan k merupakan bilangan asli
3) b adalah
banyaknya buah durian dalam satuan biji dan b
Notasi (k x 4) digunakan untuk mempresentasikan
banyaknya buah durian dalam satuan kojor, sedangkan b mempresentasikan
banyaknya buah durian dalam satuan biji.
Contoh kasus : “berapa banyaknya
buah durian yang ada, jika masyarakat adat baduy menyebut lima kojor tilu
biji?”
Dengan menggunakan model yang
dikembangkan diatas, kita dapat banyaknya durian adalah:
D = (k x 4) + b
= (5 x 4) + 3
= 23 buah
Dari
hasil penggunaan model, diperoleh bahwa banyaknya buah durian ketika masyarakat
adat baduy menyebutkan lima kojor tilu biji adalah 23 buah durian.
Untuk
memahami model diatas, kita dapat melihat awal mula bagaimana pembuatan model
tersebut. Perhatikan tabel berikut ini.
Penamaan bnayaknya buah durian berdasarkan penjumlahan
dari suatu bilangan
Banyaknya
buah durian (K)
|
Jumlah
dari bilangan
|
Bentuk
sederhana (model)
|
Disebut
orang baduy dengan
|
1
|
1
|
1
|
Sabiji
|
2
|
2
|
2
|
Dua biji
|
3
|
3
|
3
|
Tilu biji
|
4
|
4
|
4
|
Sakojor
|
5
|
4 + 1
|
(1 x 4) + 1
|
Sakojor biji
|
6
|
4 + 2
|
(1 x 4) + 2
|
Sakojor dua biji
|
7
|
4 + 3
|
(1 x 4) + 3
|
Sakojor tilu biji
|
8
|
4 + 4
|
(2 x 4)
|
Dua kojor
|
9
|
4 + 4 + 1
|
(2 x 4) + 1
|
Dua kojor sabiji
|
10
|
4 + 4 + 2
|
(2 x 4) + 2
|
Dua kojor dua biji
|
...
|
...
|
...
|
...
|
Dari
tabel diatas, dapat kita genaralisasikan bahwa untuk k kojor dan b biji durian,
maka akan terdapat D buah durian. Sehingga model matematikanya adalah :
D = (k x 4)
+ b .................. (3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar