Kamis, 12 Januari 2017

Ilmu Hitung Masyarakat Baduy



Ilmu Hitung Masyarakat Baduy

Dari hasil penelitian yang dimuat oleh Nilah Karnilah dalam Skripsinya, dapat diketahui bahwa masyarakat baduy menggunakan campuran bahasa dalam pengucapan bilangan yaitu dari bahasa sunda dan bahasa jawa. Nampaknya telah terjadi proses enkulturasi pengucapan bilangan di wilayah baduy .
Selain bahasa pengucapan untuk bilangan, bilangan yang digunakan oleh masyarakat adat baduy pun terbatas pada bilangan asli, dan separo. Dengan kata lain mereka tidak menggunakan bilangan nol, pecahan, decimal ataupun negative.
Bilangan asli terdiri dari bilangan bulat positif bukan nol yaitu 1,2,3,4 dan seterusnya. Hal yang wajar apabila jenis bilangan yang digunakan oleh masyarakat adat baduy tidak menggunakan bilangan nol. Karena dalam kehidupan sehari-hari masyarakat baduy sangat jarang (bahkan tidak pernah) membutuhkan bilangan nol untuk menghitung jumlah atas kuantitas dari sejumlah benda yang dimiikinya. Seperti dalam menghitung durian, kita tidak menghitungnya dengan cara menghitungnya dari nol (nol durian, satu durian, dan seterusnya) melainkan dengan menghitung dari satu. Ataupun ketika kita ditanya berapa banyak durian yang kamu miliki, kita akan lebih cenderung menjawab tidak punya durian daripada menjawab saya punya nol durian atau masyarakat baduy menyebutkannya dengan euweuh.
Begitupun apabila masyarakat adat baduy memiliki tiga buah durian dan pembeli akan membeli kepadanya sebanyak lima buah durian, masyarakat adat baduy akan menyebutnya dengan mun rek meuli lima, kudu ditambahan dua. Dari kasus ini mereka terlihat tidak menggunakan istilah lain untuk menyebut bilangan negative.
Bilangan separo yang disebut masyarakat adat baduy muncul dari konteks pembagian harta waris. Istilah separo dalam pemahaman masyarakat adat baduy bukanlah bilangan pecahan ½ seperti yang kita kenal, melainkan separo diucapkan untuk menyatakan setengah banyaknya benda objek yang ada, atau dengan kata lain banyaknya benda yang ada dibagi menjadi dua bagian yang sama. Selain bilangan yang mereka sebut dengan separo tersebut, mereka tidak mengenal ataupun menggunakan bilangan pecahan lain.

KONTEKS PERTANIAN
Elemen budaya yang tedapat pada konteks pertanian, bahwa satu ranggeong padi setara dengan lima liter beras. Kemungkinan konsep bilangan dari elemen budaya tersebut adalah model matematika yang mungkin untuk dikembangkan dalam proses penjualan beras, yaitu model mengkonversi banyaknya ranggeong padi kedalam satuan-satuan berat seperti kilogram. Model tersebut adalah:
                                                 K = 3,6 x rg...........................(1)
Keterangan:
1.      K adalah berat beras yang dihasilkan dalam satuan kilogram.
2.      Rg adalah banyaknya ranggeong padi dan rg merupakan bilangan asli dan r dalam satuan ikat ranggeong.
Koefisien 3,6 diperoleh dengan mengasumsikan untuk satu ranggeong padi akan dihasilkan 4,5 liter beras dan 1 liter beras setara dengan 0,8 kg beras, sehingga untuk 1 ranggeong padi akan menghasilkan 3,6 kg beras. Perhatikan:
1 ranggeong padi = 4,5 liter beras
= 4,5 x 0,8 kg beras
= 3,6 kg beras
Asumsi pertama, 1 ranggeong padi akan menghasilkan 4,5 liter beras diperoleh dari narasumber GI dan Jurnal Bumi lestari Volume 12 no 2 yang ditulis oleh Gunggung Senoaji. GI menyatakan bahwa 1 ranggeong padi setara dengan 5 liter beras, sedangkan Senoaji mengungkapkan bahwa jika 1 ranggeong padi ditumbuk akann menghasilkan beras sebanyak 4-5 liter. Karena beras yang dihasilkan dari  1 ranggeong berkisar antara 4-5 liter, maka untuk mengurangi tingkat kesalahan perhitungan (margin error), dipilihlah untuk satu ranggeong padi akan menghasilkan 4,5 liter beras, yaitu nlai tengah dari 5+4 /2 = 4,5 liter beras.
Asumsi kedua, satu liter beras setara dengan 0,8 kg beras diperoleh dari tulisan berjudul etika penjualan beras yang ditulis oleh Teddy hartono (2011: 2) mengungkapkan bahwa satu kg beras sama dengan 1,25 liter gelas. Jika 1 kg beras sama dengan 1,25 liter beras, maka kita akan memperoleh untuk 1 liter beras = 1/1,25 = 0,8 kg beras.
Contoh kasus “ berapa kg beras yang dihasilkan dari 800 ikat ranggeong?”
Dengan menggunakan model yang dikembangkan diatas kita data memperkirakan bahwa banyaknya beras yang dihasilkan adalah
K = 3,6 x Rg
= 3,6 x 800
= 2880 kg beras
Dari hasil penggunaan model diperoleh bahwa banyaknya beras yang dihasilkan dari 800 ikat ranggeong padi adalah 2880 kg beras. Jika dikehendaki dalam satuan berat yang lain, kita dapat mengkonversinya seperti aturan yang telah ada dalam konsep matematika bahwa 1 kg = 0,01 kwintal = 0,001 ton. Jadi dari 800 ikat ranggeong padi akan dihasilkan 2880 kg beras atau setara dengan 2,8 ton beras.
KONTEKS PENJUALAN DURIAN
            Elemen budaya yang terdapat pada konteks penjualan durian, bahwa satu buah durian disebut sabiji, dua buah durian disebut dengan dua biji, tiga buah durian disebut dengan tilu biji, empat buah durian disebut sakojor, dan seterusnya. Kemungkinan konsep bilangan dari elemen budaya tersebut adalah model matematika yang mungkin untuk dikembangkan dalam menghitung banyaknya durian yang dibicarakan (berdasarkan pengucapan yang digunakan oleh masyaratkat adat baduy pada durian) menggunakan penjumlahan dan perkalian terhadap bilangan 4. Model tersebut adalah :
D = (k x 4) + b ............................................................... (2)
Keterangan :
1)      D adalah banyaknya buah durian yang dibicarakan
2)      k adalah banyaknya buah durian dalam satuan kojor dan k merupakan bilangan asli
3)      b adalah banyaknya buah durian dalam satuan biji dan b

Notasi (k x 4) digunakan untuk mempresentasikan banyaknya buah durian dalam satuan kojor, sedangkan b mempresentasikan banyaknya buah durian dalam satuan biji.
Contoh kasus : “berapa banyaknya buah durian yang ada, jika masyarakat adat baduy menyebut lima kojor tilu biji?”
Dengan menggunakan model yang dikembangkan diatas, kita dapat banyaknya durian adalah:
D = (k x 4) + b
= (5 x 4) + 3
= 23 buah
            Dari hasil penggunaan model, diperoleh bahwa banyaknya buah durian ketika masyarakat adat baduy menyebutkan lima kojor tilu biji adalah 23 buah  durian.
            Untuk memahami model diatas, kita dapat melihat awal mula bagaimana pembuatan model tersebut. Perhatikan tabel berikut ini.
Penamaan bnayaknya buah durian berdasarkan penjumlahan dari suatu bilangan
Banyaknya buah durian (K)
Jumlah dari bilangan
Bentuk sederhana (model)
Disebut orang baduy dengan
1
1
1
Sabiji
2
2
2
Dua biji
3
3
3
Tilu biji
4
4
4
Sakojor
5
4 + 1
(1 x 4) + 1
Sakojor biji
6
4 + 2
(1 x 4) + 2
Sakojor dua biji
7
4 + 3
(1 x 4) + 3
Sakojor tilu biji
8
4 + 4
(2 x 4)
Dua kojor
9
4 + 4 + 1
(2 x 4) + 1
Dua kojor sabiji
10
4 + 4 + 2
(2 x 4) + 2
Dua kojor dua biji
...
...
...
...

            Dari tabel diatas, dapat kita genaralisasikan bahwa untuk k kojor dan b biji durian, maka akan terdapat D buah durian. Sehingga model matematikanya adalah :
D = (k x 4) + b .................. (3)



Ilmu Hitung Masyarakat Baduy

Dari hasil penelitian yang dimuat oleh Nilah Karnilah dalam Skripsinya, dapat diketahui bahwa masyarakat baduy menggunakan campuran bahasa dalam pengucapan bilangan yaitu dari bahasa sunda dan bahasa jawa. Nampaknya telah terjadi proses enkulturasi pengucapan bilangan di wilayah baduy .
Selain bahasa pengucapan untuk bilangan, bilangan yang digunakan oleh masyarakat adat baduy pun terbatas pada bilangan asli, dan separo. Dengan kata lain mereka tidak menggunakan bilangan nol, pecahan, decimal ataupun negative.
Bilangan asli terdiri dari bilangan bulat positif bukan nol yaitu 1,2,3,4 dan seterusnya. Hal yang wajar apabila jenis bilangan yang digunakan oleh masyarakat adat baduy tidak menggunakan bilangan nol. Karena dalam kehidupan sehari-hari masyarakat baduy sangat jarang (bahkan tidak pernah) membutuhkan bilangan nol untuk menghitung jumlah atas kuantitas dari sejumlah benda yang dimiikinya. Seperti dalam menghitung durian, kita tidak menghitungnya dengan cara menghitungnya dari nol (nol durian, satu durian, dan seterusnya) melainkan dengan menghitung dari satu. Ataupun ketika kita ditanya berapa banyak durian yang kamu miliki, kita akan lebih cenderung menjawab tidak punya durian daripada menjawab saya punya nol durian atau masyarakat baduy menyebutkannya dengan euweuh.
Begitupun apabila masyarakat adat baduy memiliki tiga buah durian dan pembeli akan membeli kepadanya sebanyak lima buah durian, masyarakat adat baduy akan menyebutnya dengan mun rek meuli lima, kudu ditambahan dua. Dari kasus ini mereka terlihat tidak menggunakan istilah lain untuk menyebut bilangan negative.
Bilangan separo yang disebut masyarakat adat baduy muncul dari konteks pembagian harta waris. Istilah separo dalam pemahaman masyarakat adat baduy bukanlah bilangan pecahan ½ seperti yang kita kenal, melainkan separo diucapkan untuk menyatakan setengah banyaknya benda objek yang ada, atau dengan kata lain banyaknya benda yang ada dibagi menjadi dua bagian yang sama. Selain bilangan yang mereka sebut dengan separo tersebut, mereka tidak mengenal ataupun menggunakan bilangan pecahan lain.

KONTEKS PERTANIAN
Elemen budaya yang tedapat pada konteks pertanian, bahwa satu ranggeong padi setara dengan lima liter beras. Kemungkinan konsep bilangan dari elemen budaya tersebut adalah model matematika yang mungkin untuk dikembangkan dalam proses penjualan beras, yaitu model mengkonversi banyaknya ranggeong padi kedalam satuan-satuan berat seperti kilogram. Model tersebut adalah:
                                                 K = 3,6 x rg...........................(1)
Keterangan:
1.      K adalah berat beras yang dihasilkan dalam satuan kilogram.
2.      Rg adalah banyaknya ranggeong padi dan rg merupakan bilangan asli dan r dalam satuan ikat ranggeong.
Koefisien 3,6 diperoleh dengan mengasumsikan untuk satu ranggeong padi akan dihasilkan 4,5 liter beras dan 1 liter beras setara dengan 0,8 kg beras, sehingga untuk 1 ranggeong padi akan menghasilkan 3,6 kg beras. Perhatikan:
1 ranggeong padi = 4,5 liter beras
= 4,5 x 0,8 kg beras
= 3,6 kg beras
Asumsi pertama, 1 ranggeong padi akan menghasilkan 4,5 liter beras diperoleh dari narasumber GI dan Jurnal Bumi lestari Volume 12 no 2 yang ditulis oleh Gunggung Senoaji. GI menyatakan bahwa 1 ranggeong padi setara dengan 5 liter beras, sedangkan Senoaji mengungkapkan bahwa jika 1 ranggeong padi ditumbuk akann menghasilkan beras sebanyak 4-5 liter. Karena beras yang dihasilkan dari  1 ranggeong berkisar antara 4-5 liter, maka untuk mengurangi tingkat kesalahan perhitungan (margin error), dipilihlah untuk satu ranggeong padi akan menghasilkan 4,5 liter beras, yaitu nlai tengah dari 5+4 /2 = 4,5 liter beras.
Asumsi kedua, satu liter beras setara dengan 0,8 kg beras diperoleh dari tulisan berjudul etika penjualan beras yang ditulis oleh Teddy hartono (2011: 2) mengungkapkan bahwa satu kg beras sama dengan 1,25 liter gelas. Jika 1 kg beras sama dengan 1,25 liter beras, maka kita akan memperoleh untuk 1 liter beras = 1/1,25 = 0,8 kg beras.
Contoh kasus “ berapa kg beras yang dihasilkan dari 800 ikat ranggeong?”
Dengan menggunakan model yang dikembangkan diatas kita data memperkirakan bahwa banyaknya beras yang dihasilkan adalah
K = 3,6 x Rg
= 3,6 x 800
= 2880 kg beras
Dari hasil penggunaan model diperoleh bahwa banyaknya beras yang dihasilkan dari 800 ikat ranggeong padi adalah 2880 kg beras. Jika dikehendaki dalam satuan berat yang lain, kita dapat mengkonversinya seperti aturan yang telah ada dalam konsep matematika bahwa 1 kg = 0,01 kwintal = 0,001 ton. Jadi dari 800 ikat ranggeong padi akan dihasilkan 2880 kg beras atau setara dengan 2,8 ton beras.
KONTEKS PENJUALAN DURIAN
            Elemen budaya yang terdapat pada konteks penjualan durian, bahwa satu buah durian disebut sabiji, dua buah durian disebut dengan dua biji, tiga buah durian disebut dengan tilu biji, empat buah durian disebut sakojor, dan seterusnya. Kemungkinan konsep bilangan dari elemen budaya tersebut adalah model matematika yang mungkin untuk dikembangkan dalam menghitung banyaknya durian yang dibicarakan (berdasarkan pengucapan yang digunakan oleh masyaratkat adat baduy pada durian) menggunakan penjumlahan dan perkalian terhadap bilangan 4. Model tersebut adalah :
D = (k x 4) + b ............................................................... (2)
Keterangan :
1)      D adalah banyaknya buah durian yang dibicarakan
2)      k adalah banyaknya buah durian dalam satuan kojor dan k merupakan bilangan asli
3)      b adalah banyaknya buah durian dalam satuan biji dan b

Notasi (k x 4) digunakan untuk mempresentasikan banyaknya buah durian dalam satuan kojor, sedangkan b mempresentasikan banyaknya buah durian dalam satuan biji.
Contoh kasus : “berapa banyaknya buah durian yang ada, jika masyarakat adat baduy menyebut lima kojor tilu biji?”
Dengan menggunakan model yang dikembangkan diatas, kita dapat banyaknya durian adalah:
D = (k x 4) + b
= (5 x 4) + 3
= 23 buah
            Dari hasil penggunaan model, diperoleh bahwa banyaknya buah durian ketika masyarakat adat baduy menyebutkan lima kojor tilu biji adalah 23 buah  durian.
            Untuk memahami model diatas, kita dapat melihat awal mula bagaimana pembuatan model tersebut. Perhatikan tabel berikut ini.
Penamaan bnayaknya buah durian berdasarkan penjumlahan dari suatu bilangan
Banyaknya buah durian (K)
Jumlah dari bilangan
Bentuk sederhana (model)
Disebut orang baduy dengan
1
1
1
Sabiji
2
2
2
Dua biji
3
3
3
Tilu biji
4
4
4
Sakojor
5
4 + 1
(1 x 4) + 1
Sakojor biji
6
4 + 2
(1 x 4) + 2
Sakojor dua biji
7
4 + 3
(1 x 4) + 3
Sakojor tilu biji
8
4 + 4
(2 x 4)
Dua kojor
9
4 + 4 + 1
(2 x 4) + 1
Dua kojor sabiji
10
4 + 4 + 2
(2 x 4) + 2
Dua kojor dua biji
...
...
...
...

            Dari tabel diatas, dapat kita genaralisasikan bahwa untuk k kojor dan b biji durian, maka akan terdapat D buah durian. Sehingga model matematikanya adalah :
D = (k x 4) + b .................. (3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar