Kamis, 12 Januari 2017

3(tiga) domain kajian filsafat ilmu

3(tiga) domain kajian filsafat ilmu

BAB I
PENDAHULUAN
1.1           Latar Belakang
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak terlepas dari peran filsafat. Sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Kedudukan filsafat sebagai induk dari ilmu pengetahuan, memiliki proses perumusan yang sangat sulit dan membutuhkan pemahaman yang mendalam, sebab nilai filsafat itu hanyalah dapat dimanifestasikan oleh seseorang filsuf yang otentik.

Perumusan tersebut merupakan suatu stimulus atau rangsangan untuk memberikan suatu bimbingan tentang bagaimana cara kita harus mempertahankan hidup. Manusia sebagai makhluk pencari kebenaran, dalam eksistensinya terdapat tiga bentuk kebenaran, yaitu ilmu pengetahuan, filsafat dan agama.

Filsafat disebut pula sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat eksistensial, artinya sangat erat hubungannya dengan kehidupan kita sehari-hari. Bahkan filsafat menjadi dasar bagi motor penggerak kehidupan, baik sebagai makhluk individu atau pribadi maupun makhluk kolektif dalam masyarakat.

Oleh karena itu kita perlu mempelajari filsafat hingga keakar-akarnya. Khususnya pada dasar ilmu pengetahuan, sebab manusia hidup pastilah memiliki pengalaman yang berbeda-beda, yang kemudian dari pengalaman itu akan muncul ilmu sebagai kumpulan dari pengalaman atau pengetahuan yang ada agar terbuka wawasan pemikiran yang filosofis.
1.2  Rumusan Masalah

1.      Bagaimanakah pengertian ilmu, pengetahuan serta ilmu pengetahuan dalam bidang   filsafat?
2.      Bagaimanakah struktur dasar ilmu pengetahuan dalam berfilosofis?
3.       Apakah ciri dari berfikir filosofis terhadap pengetahuan ?
4.      Pokok-pokok apa sajakah yang terdapat dalam ilmu pengetahuan ?
1.3   Tujuan Masalah
1.      Dapat mengetahui definisi antara ilmu, pengetahuan dan ilmu pengetahuan.
2.      Dapat mengetahui proses munculnya ilmu pengetahuan secara filosofis berdasarkan struktur ilmu pengetahuan.
3.      Dapat memahami ciri seorang filsuf yang filosofis terhadap pengetahuan
4.      Mengetahui sumber, hakikat dan tujuan ilmu pengetahuan.

BAB II
DASAR TEORI
TIGA DOMAIN KAJIAN FILSAFAT ILMU
1.      ONTOLOGI
            Ontology merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikam kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam pikiran Yunani telah menunjukan munculnya perenungan dibidang ontologi.
Dalam persoalan ontology orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dan segala yang ada ini? Pertama kali orang dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang Pertama, kenyataan yang berupa materi (Kebenaran) dan yang kedua, kenyataan yang berupa rohani (Kejiwaan).
Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada. Hakikat adalah realitas, realita dalah ke-real-an, Rill artinya kenyataan yang sebenarnya. Jadi hakikat adalah kenyataan sebenarnya sesuatu , bukan kenyataan sementara atau keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan yang berubah.
Pembahasan tentang ontology sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab “apa” yang menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda-benda.
Kata ontology berasal dari perkataan Yunani: On = Being, Logos = Logic. Jadi Ontologi adalah The theory of beung qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan).
Louis O.Kattsoff dalam Elements of Filosophy mengatakan, Ontologi itu mencari ultimate reality dan menceritakan bahwa diantara contoh pemikiran ontologi adalah pemikiran Thales, yang berpendapat bahwa airlah yang menjadi ultimate substance yang mengeluarkan semua benda. Jadi asal semua benda hanya satu saja yaitu air.
Noeng Muhadir dalam bukunya Filsaar Ilmu mengatakan, Ontologi membahas tentang yang asa yang universal, menampilkn pemikiran semesta universal.
Menurut Jujun S. Suriasumantri dalam Pengantar  Ilmu dan Perspektif mengatakan, Ontologi membahas apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu atau dengan perkataan lain suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”.
Dari beberapa pengetahuan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.      Menrut bahasa , ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu, On/Ontos = ada, dan Logos = Ilmu. Jadi, ontology adalah ilmu tentang yang ada.
2.      Menurut istilah, ontology ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Didalam pemahaman ontology dapat diketemukan pandangan-pandangan pokok peikiran sebagai berikut:
a.      Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seliuruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan  menentukan perkembangan yang lainya. Istikah monoisme oleh Thomas Davidson disbut dengan Block Universe. Paham ini kemudian terbagi menjadi 2 aliran
·            Materialisme
     Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi bukan rohani. Aliran ini juga sering disebut dengan naturalism ,menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satu nya fakta.
·            Idealisme
      Aliran idealism yang dinamakan juga dengan spiritualisme. Idealism berarti serba cinta sedangkan spiritualisme berarti serba ruh.
Idealism diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yanga hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma). Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari pada jelmaan ruhani.
b.      Dualisme
      Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jaded dan spirit. Materi bukan muncul dari ruh dan ruh juga bukan muncul dari benda. 
Tokoh paham ini adalag Descrates (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan dua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia ruang (Keadaan). Descrates meragukan segala sesuatu yang dapat diragukan. Mula-mula ia mencoba meragukan semua yang dapat diindera, objek yang sebenarnya tidak mungkin diragukan. Dia meragukan badanya sendiri. Keraguan itu menjadi mungkin karena pada pengalaman mimpi, halusinasi, ilusi dan juga pada pengalaman dengan ruh halus ada yang sebenarnya itu tidak jelas. Dalam empat keadaan tersebutu seseorang dapat mengalami sesuatu seolah-olah dalam keadaan yang sesungguhnya. Menurut Descrates ia menyatakan bahwa ada satu yang tidak dapat diragukan yaitu, saya sedang ragu. Menurutnya bahwa “saya sedang ragu” berarti memang benar-benar tidak dapat diragukan adanya.
      Aku sedang ragu ini disebabkan oleh aku berpokir. Kalau begitu aku berpikir  pasti ada dan benar. Jika berpikir itu ada, berarti aku ada sebab yang berpikir itu aku. Cogito Ergo Sum, aku berpikir jadi aku ada. Paham ini kemudian terkenal dengan rasionalisme, yaitu paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan, dan mengetes pengetahuan.
Umumnya manusia tidak akan mengalami kesulitan untuk menerima prinsip dualism , karena setiap kenyatan lahir dapat segera dtangkap oleh pancaindra kita, sedangkan kenyataan batin dapat segera diakui adanya oleh akal dan perasaan hidup.
c.       Pluralisme
      Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan yang mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata.
Pluralism dalam Dictionary of Philosophy and Religion dikataka sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan ala mini tersusun atas banyak unsure, lebih ari satu atau dua entitas. Tokoh alira ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa subtansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api dan udara.
      Tokoh modern ini adalah Wiliam James ( 1842-1910 M ), kelahiran New York dan terkenal sebagai seorang psikologi dan filosof Amerika. Dalam bukunya The Meaning of Truth , James mengemukakan bahwa , tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum,  yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal.
Sebab penglaman kita berjalan terus, dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya.
Oleh karena itu, tada kebenaran yang mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalam khusus yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman-pengalama berikutnya.
Dunia bukanlah suatu Universum melainkan Multiversum . dunia adalah sesuatu yang terdiri dari banyak hal yang beranea ragam atau pluralis.
d.      Nihilisme
      Nihilism berasal dari Bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Istilah nihilism diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fathers and Childern yang ditulisnya pada tahun 1862 dii Rusia. Dalam novel itu Bazarov sebagai tokoh sentral mengatakan lemahnya kutukan ketika ia menerima ide nihilisme.
      Doktrin tentang nihilism sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (483-360 SM) yang memberikan 3 proposisi tentang realitas.
Pertama tidak ada sesuatu pun yang eksis
Kedua bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui
Ketiga , sekalipun realitas itu dapat diketahui, ia tidak akan dapat diberitahukan keparada orang lain.
      Tokoh lain aliran ini adalah Friedrich Nietzche (1844-1900 M), dilahirkan dari keluarga pendeta.
Dalam pandanganya bahwa “Allah sudah mati”, Allah kristiani dengan segala perintah dan laranganya sudah tidak merupakan rintangan lagi. Dunia terbuka untuk kebebasan dan kreativitas manusia. Maka, dengan sendirinya manusia modern akan terancam nihilism, yang menyebabkan nilai-nilai  kristiani akan lenyap.
e.       Agnotisisme
     
      Paham ini mengingkari kesanggupa manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi ataupun rohani.
Kata Agnotisisme berasal dari bahasa Grik Agnostos yang berarti unknown. A artinya not dan Gno artinya know.
Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan yang bersifat transenden.
Menurut Martin Heidegger (1889-1976 M), seorang filosof Jerman, mengatakan satu-satunya yang ada itu ialah Manusia.
Sedangkan pemahaman lainya oleh, Jean Paul Sartre (1905-1980 M) seorang filosof dan sastrawan Perancis yang ateis sangat teroengaruh dengan pikiran ateisnya, yang mengatakan bahwa manusia selalu menyangkal. Hakikat beradanya manusia bukan etre (ada) melainka a etre (akan atau sedang).
Karl Jaspers (1833-1969 M) menyangkal adanya sesuatu kenyataan yang transenden. Yang mungkin itu hanyalah manusia berusaha mengatasi dirinya sendiri dengan mmbawakan dirinya yang belum sadar kepada kesadara yang sejati.
      Jadi agnotisisme adalah paham pengingkaran atau penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengtahui hakikat benda baik materi maupun rohani. Alirn ini mirip aliran skeptisisme yang berpendapat bahwa manusia diragukan kemampuanya mengetahui hakikat.
2.      EPISTOMOLOGI
      Epistomologi atau teori pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan , pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasar nya serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Pada abad ke-5 SM, muncul keraguan terhadap kemungkinan kemampuan manusia mengetahui realitas. Mereka adalah kaum sophis. Sikap kaum sophis yang skeptis inilah yang mengawali munculnya epistomologi.
Metode empiris yang telah dibuka oleh Aristoteles  mendapat sambutan yang  baik pada zaman Renaisans dengan tokoh utamanya Francis Bacon (1561–1626). Dua diantara karya-karyanya adalah The Advancement of Learning (1606) dan Novum Organum (Organum baru).
Filsafat Bacon mempunyai peran penting dalam induksi dan sistematisasi prosedur ilmiah menurut Russel, dasar filsafatnya sepenuhnya bersifat praktis, yaitu untuk memberi kekuasaan kepada manusia atas alam melalui penyelidikan ilmiah. Bacon melakukan ushanya dengan menegaskan tujuan pengetahuan. Menurutnya, pengetahuan tidak akan mengalami perkembangan dan tidak akan bermakna kecuali ia mempunyai kekuatan yang dapat membantu manusiameraih kehidupan yang lebih baik. “Knowledge is power, it is not opinion to be held , but a work to be done, I am laboring to lay the foundation not of any sectore of doctrine, but of utility and power”.
      Sementara menurut Descrates (1596-1650 M), persoalan dasar dalam filsafat pengetahuan bukan bagaimana kita tahu, tetapi mengapa kita dapat membuat kekeliruan?
Prosedur yang disarankan  oleh Descrates untuk mencapai kepastian adalah keraguan metodis universal, keraguan ini bersifat universal karena direntang tanpa batas, atau sampai keraguan ini membatasi dirinya. Artinya usaha meragukan itu akan berhenti bila ada sesuatu yang tidak dapat diragukan lagi.
Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indera dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, diantaranya adalah:
a.      Metode Induktif
      Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan-pernyataan hasil observasi disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Suatu inferensi bsa disebut induktif bila bertolak dari pernyataan-pernyataan tunggal, seperti gambaran mengenai hasil pengamatan dan penelitian orang sampai padapernyataan-pernyataan universal.
      David Hume (1711-1716), menurutnya penyataan yang berdasarkan observasi tunggal betapapun besar jumlahnya secara logis tak dapat menghasilkan suatu pernyataan umum yang tak terbatas.
Dalam induksi, setelah diperoleh pengethuan maka akan dipergunakan hal-hal lain, seperti ilmu mengajarkan kita bahwa logam dipanasi juga akan mengembang, bertolak  dari teori ini kita akan tahu bahwa ogam lain kalau dipanasi juga akan mengembang. Contoh tersebut menunjukan bahwa induksi tersebut memberikan suatu pengetahuan yang disebut juga dengan pengetahuan saintek.
b.      Metode Deduktif
      Deduksi ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiric diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode deduktif adalah adanya perbandingan logis  antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Hal ini bertujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah.
c.       Metode Positivisme
      Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857) metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang factual, yang positif. Ia menyampingkan segala uraian/persoalan diluar yang ada sebagai fakta.  Apa yang diketahui secara positif adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada gejala-gejalan saja.
      Menurut Comte perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam 3 tahap: teologis, metafisis, dan positif pada tahap teologis orang berkeyakinan bahwa dibalik segala sesuatu tersirat pernyataan kehendak khusus.
      Pada tahap metafisik, kekuatan adikodrati itu diubah nenjadi kekuatan yang abstrak yang kemudian dipersatukan dalam pengertian yang bersifat umum yang disebut dengan asal dari segala gejala.
      Dan tahap positif disini ialah menemukan hokum-hukum kesamaan dan urutan ang terdapat pada fakta-fakta denganpengamatan dan penggunaan akal.
d.      Metode Kontemplatif
      Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkn pun akan berbeda-beda seharusnya dikembangkan suatu kemapuan akal yang disebut dengan intuisi.
Intuisi atau tasawuf disebut dengan ma’rifah yaitu pengetahuan yang dating dari Tuhan melalui pencerahan dan penyinaran.
Menurut Al-Ghazali pengetahuan yangdiperoleh melalui intuisiini adalah pengetahuan yang paling benar yang bersifat individual.
e.       Metode Dialektis
      Dalam filsafat, dialektik mula-mula berarti metode tanya jawab untuk ntuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates, namun Plato mengartikanya diskusi logika. Kini dialektika berarti tahap lgika yang engajarkan kaidah-kaidah dan metode-meode penuturan, juga analisis sistematik terhadap ide-ide.
Dalam teori pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran yang tersusun dari satu pikiran yang seperti dalam percakapan.
3.      AKSIOLOGI
      Aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi merupakan teori tentang nilai.
Menurut Jujun S.Suriasumantri arti aksiologi yang terdapat dalam bukunya yang berjudul Filsafat Sebuah Pengantar Populer bahwa aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Sedangkan, menurut Bramel aksiologi terbagi dalam tiga bagian. Pertama, moral conduct yaitu tindakan moral, bidang ini melahirkan disiplin khusus yakni etika. Kedua , esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan. Ketiga, yaitukehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosial politik.
      Didalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan, aksiologi disamakan dengan Value and Valuation. Ada tiga bentuk Value and Valuation.
a.       Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian yang lebih sempit seperti, baik, menarik, dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencangkupi sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran, dan kesucian.
b.      Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita sebuah nilai atau nilai-nilai, ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya, nilai dia. Kemudian dipakai untuk apa-apa yanh memiliki nilai.
c.       Nilai digunakan sebagai kata kerja dalamekspresi menilai, member nilai, dan dinilai. Menilai umumnya sinonim dari evaluasi.
      Dari definisi-definisi mengenai aksiologi diatas, terlihat bahwa aksiologi membahas tentang nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk  melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada etika dan estetika. Makna etika dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenail penilaia terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Seperti ungkapan “saya pernah belajar etika”. Arti kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia yang lain. Seperti ungkapan “ia bersifat etis atau ia seorang yang jujur atau pembunuhan merupakan sesuatu yang tidak asusila”.
Etika menilai perbuatan manusia, maka objek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki manusia terhadap lingkungan dan fenomena disekelilingnya.
      Nilai itu objektik atau subjektif adalah sangat tergantung dari hasil pandangan yang muncul dari filsafat. Nilai akan menjadi subjektif apabila subjek sangat berperan dalam segala hal. Nilai itu objektif, jika ia tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai.
      Kemudian bagaimana dengan nilai dalam ilmu pengetahuan. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya seorang ilmuwan dalam melakukan penelitian, dan ia tidak mau terikat denga nilai-nilai subjektif, seperti nilai-nilai masyarakat, nilai agama, nilai adat, da sebagainya. Bagi seorang ilmuwan kegiatan ilmiahnya dengan kebenaran ilmiah adalah yang sangat penting.
Kemudian bagaimana solusi bagi ilmu yang terkait dengan nilai-nilai? Ilmu pengetahuan harus terbuka pada konteksnya, dan agamalah yang menjadi konteks itu. Solusi yang diberikan oleh Alquran terhadap ilmu pengetahuan yang terikat dengan nilai adalah dengan cara mengembalikan ilmu pengetahuan pada jalur semestinya, sehingga ia menjadi berkah dan rahmat kepada manusia dan alam bukan sebaik-baiknya membawa mudharat. 
BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan

Pengetahuan merupakan hasil dari proses usaha manusia untuk menjadi tahu, sedangkan ilmu dapat diartikan sebagai suatu metode berfikir secara obyektif dalam menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia fuktual dan berprinsip untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, sehingga ilmu pengetahuan merupakan kumpulan pengetahuan yang benar-benar disusun dengan sistematis dan metodologis untuk mencapai tujuan yang berlaku universal dan dapat diuji atau diverifikasi kebenarannya.
Adapun munculnya ilmu pengetahuan secara filosofi, dapat digambarkan dengan adanya
struktur ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu:
1.      Fakta (realita dari common sense) dan konsep (rencana dasar).
2.      Generalisasi (proses dari berfikir untuk mendapatkan pendapat yang global) dan teori (pedoman dasar).
3.      Proposisi (rancangan usulan) dan asumsi (praduga atau anggapan sementara).
4.      Definisi/ batasan atau ketentuan pengertian.
5.      Paradigma (bentuk kasus serta pemecahannya atau pandangan ilmu pengetahuan).
Struktur ilmu pengetahuan diatas, terbentuk dengan diawali oleh common sense yang kemudian diolah dengan kaidah dan metode ilmiah serta berlandaskan ontology, epistemology dan axiology, sehingga menjadikannya sebagai filsafat ilmu pengetahuan.

Sedangkan bagi seorang filsuf hendaknya mempunyai ciri dalam berfilosofis terhadap ilmu pengetahuan, diantaranya dengan memiliki ciri sebagai berikut: Radikal, Universal, Konseptual,  Koheren, Sistematik , Komprehensi, Bebas, Bertanggung jawab.
Kedudukan filsafat sebagai induk dari ilmu pengetahuan, memiliki proses perumusan yang sangat sulit dan membutuhkan pemahaman yang mendalam serta memiliki bidang kajian yang sangat luas dibanding ilmu yang lain yang semuanya itu untuk mendalami dan memahami unsur-unsur pokok ilmu, sehingga secara menyeluruh kita dapat mengetahui dan memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu tersebut.
 
Adapun sumber dari pengetahuan berasal dari: pengalaman indera (commen sense), nalar, otoritas, intuisi dan wahyu. Sedangkan hakikat ilmu pengetahuan adalah mempelajari bagaimana proses terbentuknya sesuatu (ilmu pengetahuan) dengan dasar realisme dan idealisme yang bertujuan meneliti sifat-sifat alam dan kejadian secara sistematis dan metodologis untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan bidang kajiannya sesuai dengan kelompok yang sesuai, sehingga akan lebih mudah dalam mempelajari dan memahaminya.

Daftar Pustaka


Bakhtiar, Amsal .2004. Filsafat Ilmu (edisi revisi). PT Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar