Kamis, 12 Januari 2017

Filsafat Penelitian

Filsafat Penelitian

A.      Filsafat Penelitian
1.         Pengertian filsafat
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab, yang juga diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata philia (=persahabatan, cinta dsb.) dan sophia (=“kebijaksanaan”). Sehingga arti lughowinya (semantic) adalah seorang “pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”. Sejajar dengan kata filsafat, kata filosofi juga dikenal di Indonesia dalam maknanya yang cukup luas dan sering digunakan oleh semua kalangan.
Ada juga yang mengurainya dengan kata philare atau philo yang berarti cinta dalam arti yang luas yaitu “ingin” dan karena itu lalu berusaha untuk mencapai yang diinginkan itu. Kemudian dirangkai dengan kata Sophia artinya kebijakan, pandai dan pengertian yang mendalam. Dengan mengacu pada konsepsi ini maka dipahami bahwa filsafat dapat diartikan sebagai sebuah perwujudan dari keinginan untuk mencapai pandai dan cinta pada kabijakan.
Seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut “filsuf”. Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan bahwa “filsafat” adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis , mendeteksi problem secara radikal, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu, serta akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses kerja ilmiah.
Berkaitan dengan konsep filsafat Harun Nasution tanpa keraguan memberikan satu penegasan bahwa filsafat dalam khazanah Islam menggunakan rujukan kata yakni falsafah . Istilah filsafat berasal dari bahasa arab oleh karena orang Arab lebih dulu datang dan sekaligus mempengaruhi bahasa Indonesia dibanding dengan bahasa-bahasa lain ke tanah air Indonesia. Oleh karenanya konsistensi yang patut dibangun adalah penyebutan filsafat dengan kata falsafat.
Pada sisi yang lain kajian filsafat dalam wacana muslim juga sering menggunakan kalimat padanan Hikmah sehingga ilmu filsafat dipadankan dengan ilmu hikmah. Hikmah digunakan sebagai bentuk ungkapan untuk menyebut makna kearifan, kebijaksanaan. sehingga dalam berbagai literature kitab-kitab klasik dikatakan bahwa orang yang ahli kearifan disebut Hukama’.
Dalam terjemahan Depag ditafsiri bahwa Hikmah ialah Perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil. Sementara Al Jurjani –sebagaimana dikutip oleh Amsal Bakhtiar– memberikan penjelasan tentang hikmah, yaitu ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang ada menurut kadar kemampuan manusia.
Perkataan filsafat dalam bahasa Inggris digunakan istilah philosophy yang juga berarti filsafat yang lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Unsur pembentuk kata ini adalah kata philos dan sophos. Philos maknanya gemar atau cinta dan sophos artinya bijaksana atau arif (wise). Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia ternyata luas sekali, sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikkan dalam memutuskan soal-soal praktis yang bertumpu pangkal pada konsep-konsep aktivitas –aktivitas awal yang disebut pseudoilmiah dalam kajian ilmu.
Menurut sejarah kelahirannya istilah filsafat terwujud sebagai sikap yang ditauladankan oleh Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta kebijaksanaan yang mendorong pikiran seseorang untuk terus menerus maju dan mencari kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah kepada kemalasan, terus menerus mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan kebenaran.
Filsafat adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya; teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan; ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi; falsafah (KBBI Daring). Tejoyuwono dalam makalah Metodologi Peneltian dan Beberapa Implikasinya dalam Penelitian Geografi mengutif definisi filsafat dari beberapa ahli. Filsafat adalah suatu sistem pemikiran yang terbentuk dari pencarian pengetahuan tentang watak dan makna kemaujudan (eksistensi) (Hornby, dkk., 1974). Filsafat juga dapat diartikan sistem keyakinan umum yang terbentuk dari kajian dan pengetahuan tentang asas-asas yang menimbulkan, mengendalikan, dan menjelaskan tentang fakta dan kejadian (Anon, 1956).
2.         Pengertian penelitian
Penelitan berasal dari kata teliti yang artinya mempelajari sesuatu secara teliti dan mendalam. Kegiatan ”meneliti” dan mencoba dengan kemungkinan gagal (trial and error). Dalam bahasa Inggris penelitian dikenal dengan istilah research. Definisi Research adalah : systematic investigation to establish facts atau a search for knowledge. Jadi titik tekan suatu penelitian adalah menemukan secara sistematis fakta-fakta untuk menyusun pengetahuan. Fakta artinya “a concept whose truth can be proved”, suatu konsep yang membuktikan suatu kebenaran. Sedangkan pengetahuan artinya “the psychological result of perception and learning and reasoning”, buah dari persepsi, belajar dan pertimbangan yang sehat secara akal budi. Kesimpulannya penelitian adalah proses mencari bukti-bukti kebenaran lewat persepsi, belajar dan berfikir sehingga tertanamlah dalam jiwa kita suatu keyakinan yang kuat.
Penelitian Ilmiah adalah suatu proses pemecahan masalah dengan menggunakan prosedur yang sistematis, logis, dan empiris sehingga akan ditemukan suatu kebenaran. Hasil penelitian ilmiah adalah kebenaran atau pengetahuan ilmiah, Penelitian ilmiah yang selanjutnya disebut penelitian atau riset (research) memiliki ciri sistematis, logis, dan empiris. Sistematis artinya memiliki metode yang bersistem yakni memiliki tata cara dan tata urutan serta bentuk kegiatan yang jelas dan runtut. Logis artinya menggunakan perinsip yang dapat diterima akal. Empiris artinya berdasarkan realitas atau kenyataan. Jadi penelitian adalah proses yang sistematis, logis, dan empiris untuk mencari kebenaran ilmiah atau pengetahuan ilmiah.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa, filsafat penelitian merupakan cara kerja pikiran untuk mengkaji, mencari, menyelidiki, menemukan dan menghasilkan sesuatu dari hal yang bersifat abstrak menjadi pengetahuan dan ilmu berupa konsep atau teori.
Filsafat penelitian merupakan cara kerja pikiran karena dalam menganalisis masalah yang ingin dicarikan solusi, bermula dari kegelisahan manusia untuk mengenali masalah yang dialaminya. Secara sadar atau tidak, setiap manusia yang mengalami masalah akan bereaksi terhadap masalah tersebut untuk mendapatkan jawaban atas masalah yang dihadapinya. Pencarian itu akan berakhir, jika manusia telah mendapatkan jawaban. Jawaban inilah yang akan membuat pikiran mereka dan hati mereka merasakan kedamaian dan kepuasan.
Filsafat penelitian merupakan upaya mengkaji, mencari, dan menyelidiki  masalah yang dihadapi. Proses ini berupaya memaknai masalah secara empiris dan melakukan berbagai eksperimen untuk menghasilkan jawaban yang paling tepat untuk memahami permasalahan yang dihadapi.
Filsafat penelitian merupakan upaya menghasilkan konsep atau teori yang merupakan perwujudan dari penyelesaian masalah. Konsep yang dihasilkan tentunya berakar dari masalah yang dihadapi. Konsep inilah tujuan akhir dari proses berpikir manusia. Konsep ini juga yang dapat diterapkan dalam penelitian berikutnya untuk mendapatkan pengetahuan yang baru.
Filsafat penelitian bersifat universal. Konsep penelitian tidak hanya digunakan oleh disiplin ilmu tertentu, namun digunakan untuk semua disiplin ilmu. Penelitian yang digunakan untuk meneliti suatu objek tertentu, tentunya berbeda jika diterapkan pada objek yang lain. Penjabaran tujuan penelitian inilah yang membuat cara kerja dan hasil dari penelitian berbeda.
B.       Berpikir, Nalar, dan Kecerdasan
Penelitian menuntut penelitinya untuk berpikir dan memahami persoalan yang ditelitinya. Proses ini mengarahkan peneliti untuk berfikir, menalar, memberikan definisi, dan asumsi. Proses ini juga mengarahkan peneliti untuk tidak mudah percaya begitu saja terhadap apa yang dilihat sebelum dilakukan berbagai uji dan analisis untuk menganalisis masalah tersebut.
1.         Berpikir
Pemikiran atau berpikir adalah mental proses yang memungkinkan manusia untuk model dunia, dan sehingga untuk menghadapinya secara efektif sesuai dengan tujuan-tujuan mereka, rencana, tujuan dan keinginan. Kata-kata yang mengacu pada konsep dan proses yang serupa dalam bahasa Inggris termasuk kognisi, kesanggupan merasa, kesadaran, ide dan imajinasi. Berpikir melibatkan manipulasi otak informasi, Seperti ketika kita membentuk konsep, terlibat dalam pemecahan masalah, alasan dan membuat keputusan. Berpikir adalah lebih tinggi kognitif fungsi dan analisis proses berpikir merupakan bagian dari psikologi kognitif.
Berpikir adalah kegiatan penalaran untuk mengeskplorasi pengalaman dengan suatu maksud tertentu. Makin luas pengalaman (pengetahuan) yang dieksplorasi, makin jauh dan mendalam juga proses berpikir yang harus dijalani. Proses berpikir ini dimaksudkan untuk mengabstraksi objek penelitian menjadi sebuah hipotesis atau infomasi. Berpikir adalah sumber segala pengetahuan, pengetahuan yang dihasilkan memberikan umpan balik pada proses berpikir, sehingga ada interaksi antara proses berpikir dan pengetahuan. Makin tinggi taraf berpikir, makin tinggi taraf berpikir yang dikerjakan. Makin tinggi taraf berpikir yang dikerjakan, makin tinggi tingkat pengetahuan yang dapat dicapainya. Taraf berpikir menentukan tingkat pengetahuan, sebaliknya tingkat pengetahuan menentukan taraf berpikir.
Proses berfikir yang ada pada diri manusia adalah berdialog dengan diri sendiri dalam batin dengan manifestasinya adalah mempertimbangkan merenungkan, menganalisis, menunjukan alasan-alasan, membuktikan sesuatu, menggolong-golongkan, membanding-bandingkan, menarik kesimpulan, meneliti sesuatu jalan fikiran, mencari kausalitasnya, membahas secara realitas dan sebagainya.
Dengan berpikir, merupakan suatu bentuk kegiatan akal atau rasio manusia dengan mana pengetahuan yang kita terima melalui panca indera diolah dan ditujuaan untuk mencapai suatu kebenaran.
Aktivitas berpikir adalah berdialog dengan diri sendiri dalam batin dengan manifestasinya yaitu mempertimbangkan, merenungkan, menganalisis, manunjukkan alasan-alasan, membuktikan sesuatu, menggolang-golongkan, membanding-bandingkan, menarik kesimpulan, meneliti suatu jalam pikiran, mecari kausalitasnya, mebahas secara realitas dan lain-lain.
Di dalam aktivitas berpikir itulah ditunjukkan dalam logika wawasan berpikir yang tepat atau ketepatan pemikrian/kebenaran berpikir yang sesuai dengan penggarisan logika yang disebut berpikir logis. 
2.         Nalar
Nalar (reason) ialah daya atau bakat memahami dan menarik kesimpulan. Dengan nalar, orang dapat menyajikan gagasan atau pendapat secara tertib, teratur, berurut, dan mengikuti struktur yang mantik (logical). Mantik (logic) ialah kajian tentang metode dan asas yang digunakan membedakan penalaran baik atau benar dengan yang buruk atau tidak benar. Dengan nalar, ilmu dapat berfungsi menjelaskan, meramalkan, dan mengendalikan keadaan atau kejadian.
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Hubungan antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
Menurut Jujun Suriasumantri, Penalaran adalah suatu proses berfikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Sebagai suatu kegiatan berfikir penalaran memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri pertama adalah proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau dengan kata lain menurut logika tertentu. Ciri yang kedua adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Analisis pada hakikatnya merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Ada dua bentuk dasar penalaran, yaitu deduksi dan induksi. Deduksi berpangkal pada suatu pendapat umum berupa teori, hukum, atau kaidah dalam menyusun suatu penjelasan tentang suatu kejadian khusus atau dalam menarik suatu kesimpulan. Dedukti bertujuan untuk kesahihan (validity) pendapat atau kesimpullan, dan bukan kebenarannya. Akan tetapi penelitian yang semata-mata didasarkan atas penalaran deduktif kurang subur, karena tidak dapat membawa kita ke pembentukan pendapat atau teori baru. Induksi berpangkal pada sejumlah data empiris untuk menyusun suatu penjelasan umum, teori, atau kaidah yang berlaku umum. Kesahihan pendapat induktif ditentukan secara mutlak oleh kebenaran fakta yang dijadikan pangkal penalaran. Induksi dapat membuka peluang menciptakan teori baru dan karena itu produktif penelitian. Dengan menggabungkan deduksi dan induksi menjadi satu kesatuan struktur penalaran akan diperoleh hasil yang lebih bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Pengetahuan yang dipergunakan dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau fakta. Mereka yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran mengembangkan paham rasionalisme, sedangkan mereka yang menyatakan bahwa fakta yang tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran mengembangkan paham empirisme.
Agar supaya pemikiran dan penalaran kita dapat berdaya guna dengan membuahkan kesimpulan-kesimpulan yang benar, valid dan sahih, ada 3 syarat pokok yang harus dipenuhi : 1) pemikiran haruslah berpangkal pada kenyataan atau kebenaran, 2) alasan-alasan yang dikemukakan haruslah tepat dan kuat, 3) jalan pikiran haruslah logis.
3.         Kecerdasan
Bagian terpenting berpikir adalah kecerdasan mengupas (critical intelegence). Kecerdasan ini membentuk gagasan dasar atau konsep yang dterapkan pada data untuk memberikan arti kepada data yang diteliti.  Data yang telah diberi arti diolah menjadi gagasan dasar. Proses umpan balik ini berlangsung terus sampai terbentuk pola berpikir yang mantap didalam otak. Pola berpikir membuat putusan yang diwujudkan menjadi tindakan. Pola ini memiliki mekanisme umpan balik dari keluaran menjadi masukan kembali yang mengatur keluaran berikutnya disebut proses sibernetik. Lingkungan sebagai sumber data merupakan kenyataan yang bulat. Lingkungan menjadi sekumpulan konsep dengan pemeriannya.
Pola berfikir mengupas terbentuknya berdasarkan: ontology ilmu, epistemology, dan aksiologi ilmu. Ontologi ilmu adalah suatu analisis filsafat tentang kenyataan atau kemaujudan yang berkaitan dengan hakekat ‘ada’. Epistemologi adalah suatu teori tentang pengetahuan yang berkaitan dengan cara memperoleh pengetahuan dan metode keilmuan. Aksiologi ilmu adalah suatu teori tentang nilai dan makna. Dalam penelitian ontologi ilmu membahas hal apa yang ingin diketahui, epistemologi ilmu membahas hal bagaimana memperoleh pengetahuan yang diinginkan, dan aksiologi ilmu membahas hal apa mengenai nilai dan makna (manfaat) pengetahuan tersebut.
C.      Corak Pemikiran
Filsafat Yunani mengalami kemegahan dan kejayaannya dengan hasil yang sangat gemilang, yaitu mnelahirkan peradaban Yunani. Menurut pandangan sejarah filsafat, dikemukakan bahwa peradaban Yunani merupakan titik tolak peradaban manusia di dunia. Maka pandangan sejarah filsafat dikemukakan manusia di dunia. Giliran selanjutnya adalah warisan peradaban Yunani jatuh ke tangan kekuasaan Romawi. Kekuasaan Romawi memperlihatkan kebesaran dan kekuasaannya hingga daratan Eropa (Britania), tidak ketinggalan pula pemikiran filsafat Yunani juga ikut terbawa. Hal ini berkat peran Caesar Augustus yang mencipta masa keemasan kesussastraan Latin, kesenian dan arsitektur Romawi.
Setelah filsafat Yunani sampai ke daratan Eropa, di sana mendapatkan lahan baru dalam pertumbuhannya, karena bersamaan dengan agama Kristen, filsafat Yunani berintegrasi dengan agama Kristen sehingga membentuk suatu formulasi baru. Maka muncullah filsafat Eropa yang sesungguhnya merupakan penjelmaan filsafat Yunani setelah berintegrasi dengan agama Kristen.
Di dalam masa pertumbuhan dan perkembangan filsafat Eropa (kira-kira selama 5 abad) belum memunculkan ahli pikir (filosof), akan tetapi setelah abad ke-6 Masehi, barulah muncul para ahli pikir yang mengadakan penyelidikan filsafat. Jadi, filsafat Eropa yang mengawali kelahiran filsafat Barat Abad Pertengahan.
Kekuatan pengaruh antara filsafat Yunani dengan agama Kristen dikatakan seimbang. Apabila tidak seimbang pengaruhnya, maka tidak mungkin berintegrasi membentuk suatu formula baru. Walaupun agama Kristen relatif masih baru keberadaanya, tetapi pada saat itu muncul anggapan yang sama terhadap filsafat Yunani ataupun agama Kristen. Anggapan pertama, bahwa Tuhan turun ke bumi (dunia) dengan membawa kabar baik bagi umat manusia. Kabar baik tersebut berupa firman Tuhan yang dianggap sebagai sumber kebijaksanaan yang sempurna dan sejati. Anggapan kedua, walaupun orang-orang telah mengenal agama baru, tetapi juga mengenal filsafat Yunani yang dianganggap sebagai sumber kebijaksanaan yang tidak diragukan lagi kebenarannya.
Dengan demikian, di benua Eropa filsafat Yunani akan tumbuh berkembang dalam suasana yang lain. Filsafat Eropa merupakan sesuatu yang baru, suatu formulasi baru, pohon filsafat masih yang lama (dari Yunani), tetapi tunas yang baru (karena pengaruh agama Kristen) memungkinkan perkembangan dan pertumbuhan yang terus pesat.
Filsafat Barat Abad Pertengahan (476-1492 M) juga dapat dikatakan sebagai “abad gelap”, karena pendapat ini didasarkan pada pendekatan sejarah gereja. Memang saat itu, tindakan gereja sangat membelenggu kehidupan manusia, sehingga kebebasan untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya. Juga para ahli fikir pada saat itu tidak lagi memiliki kebebasan untuk berfikir. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan ajaran gereja orang yang mengemukakannya akan mendapatkan hukuman berat. Pihak Gereja melarang diadakannya penyelidikan-penyelidikan berdasarkan rasio terhadap agama. Karena itu, kajian terhadap agama/teologi yang tidak berdasarkan larangan yang ketat. Yang berhak melaksanakan penyelidikan terhadap agama hanyalah pihak gereja. Walaupun demikian, ada juda yang melanggar larangan tersebut dan mereka dianggap orang murtad dan kemudian diadakan pengejaran (inkuisisi). Pengejaran terhadap orang-orang murtad ini mencapai puncaknyta pada saat Paus Innocentius III di akhir XII, dan yang paling berhasil dalam pengejaran orang-orang murtad ini di Spanyol.
Ciri-ciri pemikiran filsafat Barat Abad Pertengahan adalah;
1.         Cara berfilsafatnya dipimpin oleh gereja.
2.         Berfilsafat di dalam lingkungan ajaran Aristoteles.
3.         Berfilsafat dengan pertolongan Augustinus.
Masa Abad Pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai sutu masa yang penuh dengan upaya menggiring manusia ke dalam kehidupan atau sistem kepercayaan yang picik dan fanatik, dengan menerima ajaran gereja secara membabi buta. Karena itu perkembangan ilmu pengetahuan terhambat. Masa ini penuh dengan dominasi gereja, yang tujuannya untuk membimbing umat ke arah hidup yang shaleh. Namun, di sisi lain, dominasi gereja ini tanpa memikirkan martabat dan kebebasan manusia yang mempunyai perasaan, pikiran, keinginan dan cita-cita untuk menentukan masa depannya sendiri.
Secara garis besar filsafat abad pertengahan dapat dibagi menjadi dua periode yaitu: periode Scholastic Islam dan periode Scholastik Kristen. Para Scholastic Islamlah yang pertama mengenalkan filsafatnya Aristoteles diantaranya adalah Ibnu Rusyd, ia mengenalkan kepada orang-orang barat yang belum mengenal filsafat Aristoteles. Para ahli fikir Islam (Scholastik Islam) yaitu Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Gazali, Ibnu Rusyd dll. Mereka itulah yang memberi sumbagan sangat besar bagi para filosof eropa yang menganggap bahwa filsafat Aristoteles, Plato, dan Al-Quran adalah benar. Namun dalam kenyataannya bangsa eropa tidak mengakui atas peranan ahli fikir Islam yang mengantarkan kemoderenan bangsa barat. Kemudian yang kedua periode Scholastic Kristen dalam sejarah perkembangannya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: Masa Scholastik Awal, Masa Scholastik Keemasan, Masa Scholastik Terakhir.
Corak Pemikiran Abad Kontemporer
No
Aliran
Tahun
Tokoh Dan Pokok Pikiran
1
Filsafat analitik
1889 – 1951
Tokoh : Ludwig Josef Johan W
Pemikirannya tentang pentingnya bahasa. Ia mencita – citakan suatu bahasa yang ideal,  lengkap, formal dan dapat memberikan kemungkinan bagi penyelesaian masalah – masalah kefilsafatan. Filsafat ini membahas analitis bahasa dan analitis konsep – konsep. 
2
Filsafat struktualisme
1901
Tokoh : J.Lacan
Pemikirannya tentang filsafat bahasa. Bahasa menurutnya terdiri dari sejumlah termin yang ditentukan oleh posisi – posisinya satu terhadap yang lain. Termin tersebut digabungkan dengan  aturan gramatika dan sintaksis
3
Postmodernisme
1917
Tokoh : Rudoplh panwitz
Menurutnya terdapat tiga jalur wacana :
a.       Wacana kritis terhadap estetika modern
b.      Wacana kritis terhadap arsiktektur modern
c.       Wacana kritis terhadap filsafat modern
4
Neo – Thomisme
Pertengahan abad ke 19
Tokoh : Thomas Aquinas
Paham yang menganggap bahwa :
a.       ajaran yang sudah thomas sudah sempurna. Tugas kita adalah memberikan tafsir esuai dengan keadaan zaman
b.      ajaran thomas telah sempurna. Tetapi masih terdapat hal – hal yang harus dibahas. Oleh karena itu, sekarang kita perlu mengadakan penyesuaian denagn ilmu pengetahuan
c.       ajaran Thomas harus diikuti. Akan tetapi, tidak boleh beranggapan bahwa ajarannya betul – betul sempurna
5
Neo – Marxisme
1918 – 1990
Tokoh : Louis Aithuser
Paham yang menganggap bahwa :
a.       ideologi sebagai sesuatu yang relatif otonom dari basis ekonomi yang bekerja dengan caranya sendiri, semamtera dilain pihak masih memberi tempat bagi determinisme ekonomi
b.      supraksturtur ideologi bukan hanya sekedar representasi dari esensi ekonomi tapi, dapat dilhat sebagai otonomi terhadap basis ekonomi dan memiliki kapasitas untu mempengaruhinya
6
Fenomenologi
1859 – 1938
Tokoh : Edmund Husserl
Realitas sendiri yang nampak, tidak ada selubung atau tirai yang memisahkan sebyek dengan realitas, realtas itu sendiri yang tampak bagi subyek
7
Eksistensialisme
1905 – 1980
Tokoh : Jean paul Sarte
Ia membedakan rasio dialektis dengan rasio analitis. Rasio analitis dijalankan dalam ilmu pengetahuan. Rasio dialektis harus digunakan jika kita berfikir tentang manusia, sejarah dan kehidupan sosial
8
Stuktualisme
1926 – 1984 
Tokoh : Michael Foucalt
Pemikiran :
a.       manusia tidak lagi merupakan titik pusat yang otonom, manusia tidak lagi menciptakan sisitem melaikan takluk pada sistem
b.      manusia akan kehilangan tempatnya dalam bidang pengetahuan dan dalam struktur seluruhnya.
D.      Hubungan antara Filsafat dan Berpikir
Pada dasarnya berfikir merupakan tumpuan dari filsafat, yang memberikan sinar dan air bagi filsafat. Kemampuan manusia dalam berfikir memang luar biasa, tetapi harus tetap kepada batasan normal dimana yang memang seharusnya. Rule memang penting bagi orang yang ingin mencoba menghirup harumnya filsafat.
Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada tahap awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala alam. Dalam perkembangan lebih lanjut, karena persoalan manusia makin kompleks. Sekalipun bertanya tentang seluruh realitas, filsafat selalu bersifat “filsafat tentang” sesuatu: tentang manusia, tentang alam, tentang tuhan (akhirat), tentang kebudayaan, kesenian, bahasa, hukum, agama, sejarah, dan sebagainya. Semua selalu dikembalikan ke empat bidang induk: Pertama, filsafat tentang pengetahuan; obyek materialnya,: pengetahuan (“episteme”) dan kebenaran, epistemologi; logika; dan kritik ilmu-ilmu; Kedua, filsafat tentang seluruh keseluruhan kenyataan, obyek materialnya: eksistensi (keberadaan) dan esensi (hakekat), metafisika umum (ontologi); metafisika khusus: antropologi (tentang manusia); kosmologi (tentang alam semesta); teologi (tentang tuhan); Ketiga filsafat tentang nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah tindakan: obyek material : kebaikan dan keindahan,etika; dan estetika; Keempat sejarah filsafat; menyangkut dimensi ruang dan waktu dalam sebuah kajian.
Jika dikelompokkan secara kerakterisitik cara pendekatannya, dalam filsafat dikenal ada banyak aliran filsafat. Ciri pemikiran filsafat mengacu pada tiga konsep pokok yakni persoalan filsafat bercorak sangat umum, persoalan filsafat tidak bersifat empiris, dan menyangkut masalah-masalah asasi. Kemudian Kattsoff menyatakan karakteristik filsafat dapat diidentifikasi sebagai berikut.
1.         Filsafat adalah berpikir secara kritis.
2.         Filsafat adalah berpikir dalam bentuknya yang sistematis.
3.         Filsafat menghasilkan sesuatu yang runtut.
4.         Filsafat adalah berpikir secara rasional.
5.         Filsafat bersifat komprehensif.
Jadi berfikir filsafat mengandung makna berfikir tentang segala sesuatu yang ada secara kritis, sistematis, tertib, rasional dan komprehensip.
DAFTAR PUSTAKA
Bahasa, Pondok, 2011. http://rsbikaltim.blogspot.com/2011/12/filsafat-penelitian.html. Diakses pada 25 November 2012.
Praptinfilsafat. 2009. Hubungan antara Definisi Filsafat Dasar dan Pemikiran Dasar. http://filsafatsederhana.wordpress.com. Diakses pada 24 November 2012.
Zuhri, Syifaul Umami, 2010. http://syifafanila.blogspot.com/2010/12/bab-i-pendahuluan.html. Diakses pada 25 November 2012.
----------. Tanpa tahun. http://filsafatindonesia1001.wordpress.com/tag/filsafat/. Diakses pada 24 November 2012.
----------. 2009. http://filsafatindonesia1001.wordpress.com/2009/08/04/filsafat-penelitian/. Diakses pada 24 November 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar