HUBUNGAN ETIKA, MORAL, NORMA DAN KESUSILAAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah.
Ilmu berupaya mengungkapkan realitas
sebagaimana adanya, sedangkan moral pada dasarnya adalah petunjuk tentang apa
yang seharusnya dilakukan manusia. Hasil-hasil kegiatan keilmuan memberikan
alternative untuk membuat keputusan politik dengan berkiblat kepada
pertimbangan moral.
Ilmuwan juga memikul tanggung jawab
profesional, yang meliputi etika, moral, norma, dan kesusilaan. Ilmuwan dalam
menyampaikan ilmu atau pengetahuan harus melihat sisi etika cara
penyampaiannya. Norma tidak kalah pentingnya karena menyangkut pengetahuan
kepada masyarakat harus melihat norma yang ada.
Untuk dari itu pembahasan ini
difokuskan hanya membahas etika, moral, norma dan kesusilaan dalam keilmuwan.
Komponen yang disebutkan diatas merupakan unsur yang saling berkaitan.
B.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
memahami etika, moral, norma dan kesusilaan dalam keilmuan di filsafat ilmu.
2. Untuk
menambah wawasan pengetahuan di dalam filsafat ilmu.
C.
Rumusan
Masalah.
1. Bagaimana
pengertian etika, moral, norma, dan kesusilaan dalam filsafat ilmu.
2. Bagaimana
hubungan antara etika, moral, norma dan kesusilaan dalam etika keilmuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Etika
Secara bahasa
etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang berarti adat istiadat (
kebiasaan ), kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. Secara terminologi etika adalah
cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku atau perbuatan manusia dalam
hubungannya dengan baik buruk. Yang dapat dinilai baik buruk adalah sikap manusia
yaitu yang meyangkut perbuatan, tingkah laku, gerakan-gerakan, kata-kata dan
sebagainya. Adapun motif, watak, suara hati sulit untuk dinilai. Perbuatan atau
tingkah laku yang dikerjakan dengan kesadaran sajalah yang dapat dinilai,
sedangkan yang dikerjakan dengan tidak sadar tidak dapat dinilai baik buruk.
Menurut Sunoto (1982) etika dapat
dibagi menjadi etika deskritif dan etika normatif. Etika deskritif hanya
melukiskan, menggambarkan, menceritakan apa adanya, tidak memberikan penilaian,
tidak mengajarkan bagaimana seharusnya berbuat. Contohnya sejarah etika. Adapun
etika normatif sudah memberikan penilaian yang baik dan yang buruk, yang harus
dikerjakan dan yang tidak.
Etika normatif dapat dibagi menjadi
etika umum dan etika khusus. Etika umum membicarakan prinsip-prinsip umum,
seperti apakah nilai, motivasi suatu perbuatan, suara hati, dan sebagainya.
Etika khusus adalah pelaksanaan prinsip-prinsip umum, seperti etika pergaulan,
etika dalam pekerjaan dan sebagainya. (Sunoto, 1982, hlm. 6)
1. Etika
Deskritif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang
sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam
hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut
berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku
manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang
membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai
atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu
memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.
2. Etika
Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang
ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan
oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika
Normatif merupakan normanorma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara
baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang
disepakati dan berlaku di masyarakat.
Dari berbagai pembahasan definisi
tentang etika tersebut di atas dapat diklasifikasikan menjadi tiga (3) jenis
definisi, yaitu sebagai berikut:
a.
Jenis
pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan
tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia.
b. Jenis kedua,
etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik buruknya
perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Definisi tersebut tidak melihat
kenyataan bahwa ada keragaman norma, karena adanya ketidaksamaan waktu dan
tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih bersifat
sosiologik.
c.
Jenis
ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, dan
evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap perilaku manusia.
Dalam hal ini tidak perlu menunjukkan adanya fakta, cukup informasi,
menganjurkan dan merefleksikan. Definisi etika ini lebih bersifat informatif,
direktif dan reflektif.
B.
Moral
Dari
segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang
berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa
Indonesia dikatakan bahwa moral
adalah penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Dari segi istilah, moral adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan
batas-batas dari sifat, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak
dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
Moral dan etika sama artinya, tetapi
dalam penilaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral dan moralitas dipakai
untuk perbuatanyang sedang dinilai. Adapun etika dipakai untuk pengkajian
sistem nilai yang ada.
Frans Magnis Suseno (1987)
membedakan ajaran moral dan etika. Ajaran moral adalah ajaran, wejangan,
khutbah, peraturan lisan atau tulisan tentang bagaimana manusia harus hidup dan
bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Sumber langsung ajaran moral
adalah berbagai orang dalam kedudukan yang berwenang, seperti orang tua dan
guru, para pemuka masyarakat dan agama, dan tulisan para bijak. Etika bukan
sumber tambahan bagi ajaran moral tetapi filsafat atau pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Etika adalah sebuah ilmu dan bukan
sebuah ajaran. Jadi, etika dan ajaran moral tidak berada ditingkat yang sama.
Yang mengatakan bagaimana kita harus hidup, bukan etika melaikan ajaran moral.
Etika mau mengerti ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita dapat mengambil
sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral.
C.
Norma
Norma berasal dari bahasa latin
yakni norma, yang berarti penyikut atau siku-siku, suatu alat perkakas yang
digunakan oleh tukang kayu. Dari sinilah kita dapat mengartikan norma sebagai
pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan. Jadi norma ialah sesuatu yang dipakai
untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah ukuran. Dengan norma ini orang
dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan.
Jadi secara terminologi kiat dapat
mengambil kesimpulan menjadi dua macam. Pertama, norma menunjuk suatu teknik.
Kedua, norma menunjukan suatu keharusan. Kedua makna tersebut lebih kepada yang
bersifat normatif. Sedangkan norma norma yang kita perlukan adalah norma yang
bersifat prakatis, dimana norma yang dapat diterapkan pada perbuatan-perbuatan
konkret
Dengan tidak adanya norma maka
kiranya kehidupan manusia akan manjadi brutal. Pernyataan tersebut dilatar
belakangi oleh keinginan manusia yang tidak ingin tingkah laku manusia bersifat
senonoh. Maka dengan itu dibutuhkan sebuah norma yang lebih bersifat praktis.
Memang secara bahasa norma agak bersifat normatif akan tetapi itu tidak
menuntup kemungkinan pelaksanaannya harus bersifat praktis
Berikut ini adalah macam-macam
norma:
a.
Norma agama,
yaitu peraturan hidup yang diterima sebagai perintah, larangan, dan anjuran yang
berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Para pemeluk agama mengakui dan mempunyai
keyakinan bahwa peraturan-peraturan hidup berasal dari Tuhan dan merupakan
tuntutan hidup ke arah jalan yang benar, oleh sebab itu harus ditaati oleh para
pemeluknya. Pelanggaran terhadap norma agama akan mendapatkan hukuman di
akhirat nanti.
b. Norma hukum,
yaitu peraturan yang dibuat oleh negara dengan hukuman tegas dan memaksa
sehingga berfungsi mengatur ketertiban dalam masyarakat. Norma hukum digunakan
sebagai pedoman hidup yang dibuat oleh badan berwenang untuk mengatur manusia
dalam berbangsa dan bernegara. Hukuman yang dikenakan bagi pelanggarnya telah
ditetapkan dengan kadar hukuman berdasarkan jenis pelanggaran yang telah
dilakukan.
c.
Norma
kesopanan, yaitu peraturan hidup yang timbul dari pergaulan manusia. Peraturan
itu ditaati dan diikuti sebagai pedoman tingkah laku manusia terhadap manusia
lain di sekitarnya. Hukuman terhadap norma kesopanan berasal dari masyarakat
yaitu berupa celaan, makian, cemoohan, atau diasingkan dari pergaulan di
masyarakat tersebut.
d. Norma
kesusilaan, yaitu peraturan hidup yang datang dari hati sanubari manusia.
Peraturan tersebut berupa suara batin yang diakui dan diinsyafi oleh setiap
orang sebagai pedoman sikap dan perbuatan. Hukuman bagi pelanggaran terhadap
norma kesusilaan berupa penyesalan diri dan rasa bersalah.
D.
Kesusilaan.
Leibniz seorang filsuf pada zaman
modern berpendapat bahwa kesusilaan adalah hasil suatu “menjadi” yang terjadi
di dalam jiwa. Yang dinamakan kesusilaan ialah keseluruhan aturan, kaidah atau
hukum yang mengambil bentuk amar dan larangan. Baik hukum sepuluh amar, maupun
kitab hukum Hammurabi, serangkaian ajaran kesusilaan yang berasal dari Jaman
Kuno, ajaran moral yang diberikan kepada anak, senantiasa mengatakan berbuatlah
begini atau seharsnyalah berbuat begini atau hendalkah berbuat begini dan tidak
berbuat begitu atau singkirkanlah hal itu. Dengan kata lain
kesusilaan menanamkan wajib dan darma. Secara demikian kesusilaan mengatur
perilaku manusia serta masyarakat, yang di dalamnya manusia tersebut ada.
Behubung dengan itu manusia tidak boleh semaunya sendiri berbuat atau tidak
berbuat sesuatu. Perilakunya diatur atau ditentukan oleh norma kesusilaan.
Dapat juga dikatakan bahwa manusia
dibentuk oleh kesusilaan. Ini berarti bahwa kehidupan alaminya, seperti
nafsunya, kecenderungan, cita-cita, dan sebagainya, seolah-olah disalurkan atau
tertuang ke dalam bentuk tertentu. Demikianlah, umpananya, perwujudan
seksualitas, suatu keadaan alami, mendapatkan pembatasan, disalurkan atau
dibentuk oleh aturan-aturan yang mengatakan bahwa bagaimana seharusnya seorang
laki-laki dan perempuan yang sudah masak ditinjau dari segi seksual berperilaku
terhadap seseorang dari lawan jenisnya, syarat-syarat apakah yang harus
dipenuhi yang membolehkan wanita dan pria bergaul dan sebagainya. Aturan-aturan
ini secara keseluruhan dinamakan moral seksual.
Kumpulan aturan semacam ini berlaku
juga dalam bidang-bidang kehidupan yang lain. Dengan demikian aturan-aturan
tersebur sudah mengandaikan suatu kehidupan alami atau katakanlah kehidupan
hewani, namun menetapkan syarat-syarat tertentu bagi perwujudannya. Manakala
seseorang memenuhi syarat-syarat kesusilaan itu, maka perilakunya dan dia
sendiri disebut baik (dari segi kesusilaan), dalam hal yang sebaliknya
dikatakan buruk (dari segi kesusilaan).
Norma-norma kesusilaan kadang-
kadang bersifat tertulis dan kadang- kadang tidak. Di atas telah diberikan
contoh mengenai ketentuan-ketentuan moral yang dikodifikasikan dan yang tidak
dikodifikasikan. Sistem-sistem kesusilaan yang berasal dari para pendiri agama
yang besar atau para pembentuk hokum kesusilaan yang besar, biasanya bersifat
tertulis. Lazimnya yang demikian itu bersangkutan dengan hal-hal pokok belaka,
meskipun dapat saja terjadi bahwa kitab-kitab hukum keagamaan bersifat agak
panjang lebar.
Norma-norma yang lebih terjabar
misalnya tidak ditetapkan secara tertulis kecuali kadang-kadang dalam buku-buku
pegangan mengenai moral. Bahkan karya tulis yang paling panjang lebar sekalipun
tidak akan dapat memberikan segenap peraturan khusus. Dalam bidang kesusilaan
banyak yang tetap dihayati di dalam keinsyafan kesusilaan manusai-manusia yang
bersangkutan. Jelaslah kiranya tidak ada moral tunggal yang diterima oleh
segenap manusia, melainkan terdapat banyak moral yang berbeda-beda menurut
waktu, tempat dan keadaan
BAB III
KESIMPULAN
Etika adalah cabang filsafat yang
membicarakan tingkah laku atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik
buruk. Yang dapat dinilai baik buruk adalah sikap manusia yaitu yang meyangkut
perbuatan, tingkah laku, gerakan-gerakan, kata-kata dan sebagainya.
Dengan tidak adanya norma maka
kiranya kehidupan manusia akan manjadi brutal. Pernyataan tersebut dilatar
belakangi oleh keinginan manusia yang tidak ingin tingkah laku manusia bersifat
senonoh.
Etika adalah sebuah ilmu dan bukan
sebuah ajaran. Jadi, etika dan ajaran moral tidak berada ditingkat yang sama.
Yang mengatakan bagaimana kita harus hidup, bukan etika melaikan ajaran moral.
Etika disebut juga filsafat moral
adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia. Etika
tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia
harus bertindak.
Sistem-sistem kesusilaan yang
berasal dari para pendiri agama yang besar atau para pembentuk hokum kesusilaan
yang besar, biasanya bersifat tertulis. Lazimnya yang demikian itu bersangkutan
dengan hal-hal pokok belaka, meskipun dapat saja terjadi bahwa kitab-kitab
hukum keagamaan bersifat agak panjang lebar.
THANKS SANGAT MEMBANTU DALAM MENITI KEHIDUPAN, SALAM SEHAT
BalasHapus