FILSAFAT LOGIKA
A. Pengertian Logika
Dalam Kehidupan Sehari-hari
Logika berasal dari kata Yunani Kuno
yaitu λσγσς (Logos) yang artinya hasil pertimbangan akal pikiran
yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Secara singkat, logika berarti ilmu, kecakapan atau
alat untuk berpikir lurus. Sebagai ilmu, logika disebut sebagai logika Epiteme
(Latin: logika scientia) yaitu logika adalah sepenuhnya suatu
jenis pengetahuan rasional atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari
kecakapan untuk berpikir lurus, tepat dan teratur. Ilmu disini mengacu
pada kecakapan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan
akal budi untuk mewujudkan pengetahuan kedalam tindakan. Kata logis yang
dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal. Oleh karena itu
logika terkait erat dengan hal-hal seperti pengertian, putusan, penyimpulan,
silogisme.
Logika sebagai ilmu pengetahuan dimana obyek
materialnya adalah berpikir (khususnya penalaran/proses penalaran) dan obyek
formal logika adalah berpikir/penalaran yang ditinjau dari segi ketepatannya.
Penalaran adalah proses pemikiran manusia yang berusaha tiba pada pernyataan
baru yang merupakan kelanjutan runtut dari pernyataan lain yang telah diketahui
(Premis) yang nanti akan diturunkan kesimpulan.
Logika juga merupakan suatu ketrampilan
untuk menerapkan hukum-hukum pemikiran dalam praktek, hal ini yang menyebabkan
logika disebut dengan filsafat yang praktis.Dalam proses pemikiran,
terjadi pertimbamgan, menguraikan, membandingkan dan menghubungkan pengertian
yang satu dengan yang lain. Penyelidikan logika tidak dilakukan dengan
sembarang berpikir. Logika berpikir dipandang dari sudut kelurusan atau
ketepatannya. Suatu pemikiran logika akan disebut lurus apabila pemikiran itu
sesuai dengan hukum-hukum serta aturan yang sudah ditetapkan dalam logika. Dari
semua hal yang telah dijelaskan tersebut dapat menunjukkan bahwa logika
merupakan suatu pedoman atau pegangan untuk berpikir.
B. Sejarah Logika
Logika dimulai sejak Thales (624 SM - 548 SM), filsuf
Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita
isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam
semesta. Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip
atau asas utama alam semesta. Saat itu Thales telah mengenalkan logika
induktif.
Aristoteles kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu,
yang kemudian disebut logica scientica. Aristoteles mengatakan
bahwa Thales menarik kesimpulan bahwa air adalaharkhe alam semesta
dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu. Sejak
saat Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika telah mulai
dikembangkan. Kaum Sofis beserta Plato (427 SM-347 SM) juga telah merintis dan
memberikan saran-saran dalam bidang ini. Pada masa Aristoteles logika
masih disebut dengan analitica , yang secara khusus meneliti
berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika yang
secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih
diragukan kebenarannya. Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme.
Pada 370 SM -
288 SM Theophrastus, murid Aristoteles yang menjadi pemimpin Lyceum,
melanjutkan pengembangn logika. Istilah logika untuk pertama kalinya dikenalkan
oleh Zeno dari Citium 334 SM - 226 SM pelopor Kaum Stoa. Sistematisasi logika
terjadi pada masa Galenus (130 M - 201 M) dan Sextus Empiricus 200 M, dua orang
dokter medis yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.
Kaum
Sofis, Socrates, dan Plato tercatat sebagai tokoh-tokoh yang ikut merintis
lahirnya logika. Logika lahir sebagai ilmu atas jasa Aristoteles, Theoprostus
dan Kaum Stoa. Logika dikembangkan secara progresif oleh bangsa Arab dan kaum
muslimin pada abad II Hijriyah. Logika menjadi bagian yang menarik perhatian
dalam perkembangan kebudayaan Islam. Namun juga mendapat reaksi yang
berbeda-beda, sebagai contoh Ibnu Salah dan Imam Nawawi menghukumi haram
mempelajari logika, Al-Ghazali menganjurkan dan menganggap baik, sedangkan
Jumhur Ulama membolehkan bagi orang-orang yang cukup akalnya dan kokoh imannya.
Filosof Al-Kindi mempelajari dan menyelidiki logika Yunani secara khusus dan
studi ini dilakukan lebih mendalam oleh Al-Farabi.
Selanjutnya logika mengalami masa dekadensi yang panjang. Logika
menjadi sangat dangkal dan sederhana sekali. Pada masa itu digunakan buku-buku
logika seperti Isagogedari Porphirius, Fonts Scientie dari
John Damascenus, buku-buku komentar logika dari Bothius, dan sistematika logika
dari Thomas Aquinas. Semua berangkat dan mengembangkan logika Aristoteles.
Pada abad XIII sampai dengan abad XV muncul Petrus Hispanus, Roger
Bacon, Raymundus Lullus, Wilhelm Ocham menyusun logika yang sangat berbeda
dengan logika Aristoteles yang kemudian kita kenal sebagai logika modern.
Raymundus Lullus mengembangkan metoda Ars Magna, semacam aljabar pengertian
dengan maksud membuktikan kebenaran - kebenaran tertinggi. Francis Bacon
mengembangkan metoda induktif dalam bukunya Novum Organum
Scientiarum . W.Leibniz menyusun logika aljabar untuk menyederhanakan
pekerjaan akal serta memberi kepastian. Emanuel Kant menemukan Logika
Transendental yaitu logika yang menyelediki bentuk-bentuk pemikiran yang
mengatasi batas pengalaman. Selain itu George Boole (yang mengembangkan aljabar
Boolean), Bertrand Russel, dan G. Frege tercatat sebagai tokoh-tokoh yang
berjasa dalam mengembangkan Logika Modern. Pada abad 9 hingga abad 15,
buku-buku Aristoteles seperti De Interpretatione, Eisagoge oleh
Porphyus dan karya Boethius masih digunakan. Thomas Aquinas 1224-1274 dan
kawan-kawannya berusaha mengadakan sistematisasi logika.
Lahirlah logika modern dengan
tokoh-tokoh seperti:
· Petrus Hispanus 1210 - 1278)
· Roger Bacon 1214-1292
· Raymundus Lullus (1232 -1315) yang menemukan metode logika baru yang dinamakan Ars Magna, yang
merupakan semacam aljabar pengertian.
· William Ocham (1295 - 1349)
Pengembangan dan penggunaan logika Aristoteles secara murni diteruskan oleh
Thomas Hobbes (1588 - 1679) dengan karyanya Leviatan dan John Locke (1632-1704) dalam An Essay Concrning Human
Understanding. Francis Bacon (1561 - 1626) mengembangkan logika
induktif yang diperkenalkan dalam bukunya Novum Organum Scientiarum.
J.S. Mills (1806 - 1873) melanjutkan logika yang menekankan pada pemikiran induksi dalam
bukunya System of Logic.
Lalu logika diperkaya
dengan hadirnya pelopor-pelopor logika simbolik seperti:
·Gottfried Wilhelm
Leibniz (1646-1716) menyusun logika
aljabar berdasarkan Ars Magna dari Raymundus Lullus. Logika ini bertujuan
menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih mempertajam kepastian.
·George Boole (1815-1864)
·John Venn (1834-1923)
·Gottlob Frege (1848 - 1925)
Lalu Chares
Sanders Peirce (1839-1914), seorang filsuf Amerika Serikat yang
pernah mengajar di John
Hopkins University,melengkapi logika simbolik dengan
karya-karya tulisnya. Ia memperkenalkan dalil Peirce (Peirce’s Law) yang
menafsirkan logika selaku teori umum mengenai tanda (general theory of
signs).
Puncak kejayaan logika simbolik terjadi pada tahun 1910-1913 dengan terbitnyaPrincipia
Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North
Whitehead (1861 - 1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1872 - 1970).
C. Macam - Macam Logika
Setelah mempelajari tentang filsafat ilmu lebih
mendalam lagi, ternyata didalamnya terdapat banyak sekali materi yang
disajikan. Yang salah satunya adalah tentang logika, dan logika sendiri dapat
dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Logika
Alamiah
Logika Alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat
dan lurus sebelum mendapat pengaruh-pengaruh dari luar, yakni
keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Yang mana
logika alamiah manusia ini ada sejak manusia dilahirkan. Dan dapat disimpulkan
pula bahwa logika alamiah ini sifatnya masih murni.
2. Logika Ilmiah
Lain halnya dengan logika alamiah, logika ilmiah ini menjadi ilmu khusus
yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Dengan
adanya pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih
tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah ini juga
dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau setidaknya dapat dikurangi.
Sasaran dari logika ilmiah ini adalah untuk memperhalus dan mempertajam pikiran
dan akal budi.
D. Logika Sebagai Cabang Filsafat
Filsafat adalah
kegiatan / hasil pemikiran /permenungan yang menyelidiki sekaligus mendasari
segala sesuatu yang berfokus pasa makna dibalik kenyataan atau teori yang ada
untuk disusun dalam sebuah system pengetahuan rasional.
Logika adalah sebuah
cabang filsafat yang praktis. Praktis disini berarti logika dapat dipraktekkan
dalam kehidupan sehari-hari.Logika lahir bersama-sama dengan lahirnya filsafat
di Yunani. Dalam usaha untuk memasarkan pikiran-pikirannya serta
pendapat-pendapatnya, filsuf-filsuf Yunani kuno tidak jarang mencoba membantah
pikiran yang lain dengan menunjukkan kesesatan penalarannya.Logika digunakan
untuk melakukan pembuktian. Logika mengatakan yang bentuk inferensi yang
berlaku dan yang tidak. Secara tradisional, logika dipelajari sebagai cabang
filosofi, tetapi juga bisa dianggap sebagai cabang matematika.
Logika sebagai cabang
filsafat adalah cabang filsafat tentang berpikir. Logika membicarakan tentang
aturan-aturan berpikir agar dengan aturan-aturan tersebut dapat mengambil
kesimpulan yang benar. Dengan mengetahui cara atau aturan-aturan tersebut dapat
menghindarkan diri dari kesalahan dalam mengambil keputusan. Menurut Louis O.
Kattsoff, logika membicarakan teknik-teknik untuk memperoleh kesimpulan dari
suatu perangkat bahan tertentu dan kadang-kadang logika didefinisikan sebagai
ilmu pengetahuan tentang penarikan kesimpulan.
Logika bisa menjadi
suatu upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti : Adakah metode yang
dapat digunakan untuk meneliti kekeliruan pendapat? Apakah yang dimaksud
pendapat yang benar? Apa yang membedakan antara alasan yang benar dengan alasan
yang salah? Filsafat logika ini merupakan cabang yang timbul dari persoalan
tentang penyimpulan.
E. Kegunaan Logika
Logika
membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat, dan teratur untuk mendapatkan
kebenaran dan menghindari kekeliruan. Dalam segala aktivitas berpikir dan
bertindak, manusia mendasarkan diri atas prinsip ini. Logika menyampaikan
kepada berpikir benar, lepas dari berbagai prasangka emosi dan keyakinan
seseoranng, karena itu ia mendidik manusia bersikap obyektif, tegas, dan
berani, suatu sikap yang dibutuhkan dalam segala suasana dan tempat. Selain hubungannya erat dengan filsafat dan matematik,
logika dewasa ini juga telah mengembangkan berbagai metode logis (logical
methods) yang banyak sekali pemakaiannya dalam ilmu-ilmu, sebagai misal
metode yang umumnya pertama dipakai oleh suatu ilmu.
Selain itu logika
modern (terutama logika perlambang) dengan berbagai pengertian yang cermat,
lambang yang abstrak dan aturan-aturan yang diformalkan untuk keperluan
penalaran yang betul tidak saja dapat menangani perbincangan-perbincangan yang
rumit dalam suatu bidang ilmu, melainkan ternyata juga mempunyai penerapan.
Misalnya dalam penyusunan program komputer dan pengaturan arus listrik, yang
tidak bersangkutan dengan argumen.
Pengertian ilmu logika secara umum
adalah ilmu yang mempelajari aturan-aturan berpikir benar. Jadi dalam logika
kita mempelajari bagaimana sistematika atau aturan-aturan berpikir benar.
Subjek inti ilmu logika adalah definisi dan argumentasi. Yang selanjutnya
dikembangkan dalam bentuk silogisme.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kegunaan logika adalah
sebagai berikut:
·
Membantu setiap orang mempelajari logika untuk berpikir secara
rasional, kritis, lurus, tetap,
·
tertib, metodis,
dan koheren atau untuk menjaga kita supaya selalu berpikir benar.
·
Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan
objektif.
·
Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara
tajam dan mandiri.
·
Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan
menggunakan asas-asas sistematis.
·
Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari
kesalahan-kesalahan berpikir kekeliruan serta kesesatan.
·
Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.
·
Sebagai ilmu alat dalam mempelajari ilmu apapun, termasuk
filsafat.
Karena yang dipelajari
dalam ilmu logika hanyalah berupa aturan-aturan berpikir benar maka tidak
otomatis seseorang yang belajar logika akan menjadi orang yang selalu benar
dalam berpikir. Itu semua tergantung seperti apa dia menerapkan aturan-aturan
berpikir itu, disiplin atau tidak dalam menggunakan aturan-aturan itu, sering
berlatih, dan tentu saja punya tekad dalam kebenaran.
Kegunaan dari kita
belajar logika adalah daya analisis kita semakin bertambah dan dimana apabila
ada suatu masalah, kita dapat mengambil keputusan dengan benar. Disamping itu
belajar logika juga sangat bermanfaat dalam manajemen waktu, dan juga logika
merupakan dasar ilmu psikologi yang paling mendasar. Intinya dengan belajar
logika kemampuan berpikir dan daya analisis kita semakin berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.academia.edu/2412563/Filsafat_Ilmu_dan_Logika
Monisme
(monism) berasal dari kata Yunani yaitu monos (sendiri, tunggal)
secara istilah monisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa unsur pokok
dari segala sesuatu adalah unsur yang bersifat tunggal/ Esa. Unsur dasariah ini
bisa berupa materi, pikiran, Allah, energi dll. Bagi kaum materialis unsur itu
adalah materi, sedang bagi kaum idealis unsur itu roh atau ide. Orang yang
mula-mula menggunakan terminologi monisme adalah Christian Wolff
(1679-1754). Dalam aliran ini tidak dibedakan antara pikiran dan zat. Mereka
hanya berbeda dalam gejala disebabkan proses yang berlainan namun mempunyai
subtansi yang sama. Ibarat zat dan energi dalam teori relativitas Enstein,
energi hanya merupakan bentuk lain dari zat.Atau dengan kata lain bahwa aliran
monisme menyatakan bahwa hanya ada satu kenyataan yang fundamental.
Adapun
para filsuf yang menjadi tokoh dalam aliran ini antara lain: Thales (625-545
SM), yang menyatakan bahwa kenyataan yang terdalam adalah satu subtansi yaitu
air. Pendapat ini yang disimpulkan oleh Aristoteles (384-322 SM) , yang
mengatakan bahwa semuanya itu air. Air yang cair itu merupakan pangkal, pokok
dan dasar (principle) segala-galanya. Semua barang terjadi dari air dan
semuanya kembali kepada air pula. Bahkan bumi yang menjadi tempat tinggal
manusia di dunia, sebagaian besar terdiri dari air yang terbentang luas di
lautan dan di sungai-sungai. Bahkan dalam diri manusiapun, menurut dr Sagiran,
unsur penyusunnya sebagian besar berasal dari air. Tidak heran jika Thales,
berkonklusi bahwa segala sesuatu adalah air, karena memang semua mahluk hidup
membutuhkan air dan jika tidak ada air maka tidak ada kehidupan.
Sementara
itu Anaximandros (610-547 SM) menyatakan bahwa prinsip dasar alam haruslah dari
jenis yang tak terhitung dan tak terbatas yang disebutnya sebagai apeiron
yaitu suatu zat yang tak terhingga dan tak terbatas dan tidak dapat dirupakan
dan tidak ada persamaannya dengan suatu apapun. Berbeda dengan gurunya Thales,
Anaximandros, menyatakan bahwa dasar alam memang satu akan tetapi prinsip dasar
tersebut bukanlah dari jenis benda alam seperti air. Karena menurutnya segala
yang tampak (benda) terasa dibatasi oleh lawannya seperti panas dibatasi oleh
yang dingin. Aperion yang dimaksud Anaximandros, oleh orang Islam
disebutnya sebagai Allah. Jadi bisa dikatakan bahwa pendapat Anaximandros yang
mengatakan bahwa terbentuknya alam dari jenis yang tak terbatas dan tak
terhitung, dibentuk oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini pula yang dikatakan Ahmad
Syadali dan Mudzakir (1997) bahwa yang dimaksud aperion adalah Tuhan.
Anaximenes
(585-494 SM), menyatakan bahwa barang yang asal itu mestilah satu yang ada dan
tampak (yang dapat diindera). Barang yang asal itu yaitu udara. Udara itu
adalah yang satu dan tidak terhingga. Karena udara menjadi sebab segala yang
hidup. Jika tidak ada udara maka tidak ada yang hidup. Pikiran kearah itu
barang kali dipengaruhi oleh gurunya Anaximandros, yang pernah menyatakan bahwa
jiwa itu serupa dengan udara. Sebagai kesimpulan ajaranya dikatakan bahwa
sebagaimana jiwa kita yang tidak lain dari udara, menyatukan tubuh kita.
Demikian udara mengikat dunia ini menjadi satu. Sedang filsuf moderen yang
menganut aliran ini adalah B. Spinoza yang berpendapat bahwa hanya ada
satu substansi yaitu Tuhan. Dalam hal ini Tuhan diidentikan dengan alam (naturans
naturata).
DAFTAR PUSTAKA
Tafsir, Ahmad. 2004. Filsafat Ilmu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sudarsono. 2008. Ilmu Filsafat. Jakarta: Rineka Cipta.
Bakhtiar, Amsal. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar