Filsafat hukum
Filsafat hukum
adalah cabang filsafat yang membicarakan apa hakekat hukum itu, apa tujuannya,
mengapa dia ada dan mengapa orang harus tunduk kepada hukum. Disamping menjawab
pertanyaan masalah-masalah umum abstrak tersebut, filsafat hukum juga membahas
soal-soal kongkret mengenai hubungan antara hukum dan moral (etika) dan masalah
keabsahan berbagai macam lembaga hukum.
Dan
pengertian tersebut juga dapat ditinjau dari segi :
1. Segi
semantik: perkataan filsafat berasal dari bahasa Arab ‘falsafah’,yang
berasal dari bahasa Yunani, ‘philosophia’, yang berarti ‘philos’ cinta, suka
(loving), dan ‘sophia’ pengetahuan, hikmah(wisdom). Jadi’philosophia’ berarti
cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepadakebenaran. Maksudnya, setiap orang
yang berfilsafat akan menjadi bijaksana. Orang yang cinta kepada pengetahuan
disebut ‘philosopher’, dalam bahasa Arabnya ‘failasuf”. Pecinta pengetahuan
ialah orang yang menjadikan pengetahuan sebagai tujuanhidupnya, atau perkataan
lain, mengabdikan dirinya kepada pengetahuan.
2. Segi
praktis : dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat bererti ‘alam
pikiran’ atau ‘alam berpikir’. Berfilsafat artinya berpikir. Namun tidak semua
berpikir bererti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan
sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa “setiap manusia adalah
filsuf”. Semboyan ini benar juga, sebab semua manusia berpikir. Akan tetapi
secara umum semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikir
adalah filsuf.
Supaya hukum
yang dibangun dan dibentuk memiliki landasan yang kokoh untuk jangka panjang
dan tidak akan dipertentangkan dengan pemahaman filsafat barat dan timur,
pengetahuan tentang filsafat hukum barat yang masih mendominasi pengetahuan
filsafat hukum Indonesia seharusnya diselaraskan dengan filsafat Pancasila
sebagai Dasar Negara RI.
Kajian tentang
filsafat hukum merupakan studi yang sifatnya mendasar dan komprehensif dalam
ilmu hukum. Hal ini karena filsafat hukum merupakan landasan bagi hukum positif
yang berlaku di suatu negara, demikian halnya dalam pengaturan HAM. Landasan
filsafat negara sangat menentukan bagaimana pola pengaturan HAM di negara yang
bersangkutan, apakah negara itu berpaham liberalis, sosialis maupun
Pancasialis. Pancasila sebagai philosophische gronslag bangsa Indonesia
merupakan dasar dari filsafat hukum Pancasila yang selanjutnya menjadi dasar
dari hukum dan praktek hukum di Indonesia. perenungan dan perumusan nilai-nilai
filsafat hukum juga mencakup penyerasian nilai-nilai, misalnya penyerasian
antara ketertiban dengan ketentraman, antara kebendaan dengan keakhlakan, dan
antara kelanggengan dengan konservatisme dengan pembaharuan (purnadi purbacaraka&soerjono
soekanto 1979:11).
Pada dasarnya
kita dapat merumuskan beberapa hal dari pembahasan-pembahasan yang telah
didefinisikan oleh para pakar yaitu :
a. Filsafat adalah ‘ilmu
istimewa’ yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh
ilmu pengetahuan biasa kerana masalah-masalah tersebut di luar jangkauan ilmu
pengetahuan biasa.
b. Filsafat adalah hasil daya
upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami atau mendalami secara radikal
dan integral serta sistematis hakikat sarwa yang ada, , yaitu:
1. hakikat Tuhan,
2.hakikat alam semesta, dan
3. hakikat manusia,
Dapat judga
dikatakan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat yang membicarakan apa
hakekat hukum itu, apa tujuannya, mengapa dia ada dan mengapa orang harus
tunduk kepada hukum. Disamping menjawab pertanyaan masalah-masalah umum abstrak
tersebut, filsafat hukum juga membahas soal-soal kongkret mengenai hubungan
antara hukum dan moral (etika) dan masalah keabsahan berbagai macam lembaga
hukum. Kajian tentang filsafat hukum merupakan studi yang sifatnya mendasar dan
komprehensif dalam ilmu hukum. Hal ini karena filsafat hukum merupakan landasan
bagi hukum positif yang berlaku di suatu negara, demikian halnya dalam
pengaturan HAM.
Dapat kita
tinjau bahwasannya yang menjadi perbedaan besar dari filsafat hukum Pancasila
adalah bahwa filsafat hukum barat memiliki karakteristik kepastian hukum
melalui keunggulan proses litigasi untuk mencapai keadilan. Sekalipun diakui
telah ada perubahan ke arah nonlitigasi, dapat dikatakan instrumen hukum itu
merupakan alternatif saja, bukan merupakan sarana hokum utama untuk
penyelesaian sengketa dalam mencapai tujuan, bukan hanya mempertahankan
ketertiban, melainkan menciptakan perdamaian dalam kehidupan masyarakat.
Keberhasilan peranan hukum dalam mencapai kepastian hukum dan keadilan dalam
lingkup filsafat hukum barat adalah ada pihak yang memenangkan kontes di muka
pengadilan di satu sisi, dan di sisi lain ada pihak yang kalah dan terkena
imbas serta penderitaan. Dampak negatif dari karakter berlitigasi model barat
adalah semakin sulit dan terbebaninya kaum miskin untuk turut berkontes di muka
pengadilan sekalipun telah tersedia bantuan hukum (legal aid) baginya.
Tak lepas dari
fungsi filsafat itu sendiri yaitu mnumbuhkan kekreatifan, menetapkan nilai,
menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru. Filsafat
hendaknya mengilhamkan keyakinan kepada kita untuk menompang dunia baru,
mencetak manusia-manusia yang menjadikan penggolongan-penggolongan berdasarkan
‘nation’, ras, dan keyakinan keagamaan mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan,
tanpa mengindahkan norma/nilai-nilai yng berlaku dan melekat dimasyarakat itu
sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar