FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU
PENDIDIKAN
Pengantar
Dalam
Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) III di Jakarta pada tahun 1981 Jujun
S. Suriasumantri mengatakan bahwa pendidikan kita memberikan mata pelajaran
secara terkotak-kotak tanpa adanya payung yang memperjelas keterkaitan antara
pengetahuan yang satu dengan pengetahuan lainnya (Kompas, 20 September 2007).
Pendapat tersebut terkandung maksud bahwa kenyataan mata pelajaran atau
pengetahuan yang diberikan dalam pendidikan kita masih tercerai berai sehingga
untuk menuju satu puncak tujuan pembelajaran yang utuh akan sangat sulit
dicapai.
Terdapat
pandangan yang sempit bahwa kegiatan keilmuan hanya berkutat sekitar matematika
dan statistika. Fungsi bahasa dan logika verbal menjadi
terpinggirkan, seakan-akan jauh dari kegiatan keilmuan. Kesadaran akan adanya
keterkaitan ini diharapkan menumbuhkan aspek afektif terhadap pengetahuan yang
dipelajari (Kompas, 20 September 2007). Berdasar itu pulalah nampaknya usulan
Jujun dalam KIPNAS III 1981 dikemukakan. Usulan tersebut adalah “saya
menyarankan agar diberikan filsafat ilmu kepada semua tingkat pendidikan dengan
tujuan untuk meningkatkan pendidikan moral keilmuan seiring dan berkaitan
dengan peningkatan kemampuan penalaran ilmiah” (Suriasumantri, 1986).
Sejak usulan
tersebut muncul hingga tahun 2007 sekarang ini, yang berarti sudah 26 tahun
berlalu, usulan tinggal sebagai usulan tanpa ada tindakan nyata. Alhasil,
walaupun telah bertahun-tahun mempelajari ilmu, dengan puluhan disiplin dan
ratusan teori ilmiah yang tercakup di dalamnya, kita
jarang mempergunakan pengetahuan ilmiah sebagai acuan dalam kehidupan
sehari-hari. Ilmu dianggap sebagai hapalan bukan sebagai pengetahuan yang
mendeskripsikan, menjelaskan, dan memprediksikan gejala alam. Dalam konteks
ini, filsafat ilmu memperjelas eksistensi ilmu yang membutuhkan pengetahuan
lain sebagai sarana berpikir dan sarana komunikasi keilmuannya. Sarana ini
antara lain bahasa, logika, matematika, statistika, dan teknik analisis data
lainnya.
A. Pengertian Filsafat
Secara etimologis kata, filsafat berasal dari bahasa Yunani philosophia dari kata “philos” berarti
cinta atau “philia” (persahabatan, tertarik kepada) dan “sophos” yang berarti
kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman. praktis, intelegensi)
(Bagus, 1996). Dalam bahasa Inggris adalah philosophy. Filsafat boleh
dimaknakan ingin mengerti dengan mendalam atau cinta dengan kebijaksanaan.
Secara harfiah, filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan. Hal ini menunjukkan
bahwa manusia tidak pernah secara sempurna memiliki pengertian menyeluruh
tentang segala sesuatu yang dimaksudkan kebijaksanaan, namun terus menerus
harus mengejarnya. Filsafat adalah pengetahuan yang dimiliki rasio yang menembus dasar-dasar
terakhir dari segala sesuatu. Filsafat menggumuli seluruh realitas, tetapi
teristimewa eksistensi dan tujuan manusia. (Bagus, 1996).
Kecintaan pada kebijaksanaan haruslah dipandang sebagai suatu bentuk
proses, artinya segala usaha pemikiran selalu terarah untuk mencari kebenaran.
Orang yang bijaksana selalu menyampaikan suatu kebenaran sehingga bijaksana
mengandung dua makna yaitu baik dan benar. Sesuatu dikatakan baik apabila sesuatu
itu berdimensi etika, sedangkan benar adalah sesuatu yang berdimensi rasional,
jadi sesuatu yang bijaksana adalah sesuatu yang etis dan logis. Dengan demikian
berfilsafat berarti selalu berusaha untuk berfikir guna mencapai kebaikan dan
kebenaran, berfikir dalam filsafat bukan sembarang berfikir namun berpikir
secara radikal sampai ke akar-akarnya, oleh karena itu meskipun berfilsafat
mengandung kegiatan berfikir, tapi tidak setiap kegiatan berfikir berarti
filsafat atau berfilsafat. Sutan Takdir Alisjahbana
menyatakan bahwa pekerjaan berfilsafat itu ialah berfikir, dan hanya manusia
yang telah tiba di tingkat berfikir, yang berfilsafat (Alisyahbana, 1981).
Guna lebih memahami mengenai makna filsafat, berikut ini akan dikemukakan
definisi filsafat yang dikemukakan oleh para filsuf:
1. Plato salah seorang murid Socrates yang hidup antara 427 – 347 SM
mengartikan filsafat sebagai pengetahuan tentang segala yang ada, tidak ada
batas antara filsafat dan ilmu (Gazalba, 1992)
2. Ristoteles
(382 – 322 SM) murid Plato, menurutnya, filsafat bersifat sebagai ilmu yang
umum sekali yaitu ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di
dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan
estetika (Suharsaputra, 2004) Dia juga berpendapat bahwa filsafat itu
menyelidiki sebab dan asas segala benda (Gazalba, 1992).
3. Cicero (106 – 43 SM). Filsafat adalah induk segala ilmu dunia. Filsafatlah
yang menggerakkan, yang melahirkan berbagai ilmu karena filsafat memacu para
ahli mengadakan penelitian (Gazalba, 1992).
4. Al Farabi (870 – 950 M) adalah seorang Filsuf Muslim yang mendefinisikan
filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang alam maujud, bagaimana hakikatnya
yang sebenarnya. (Suharsaputra, 2004)
5. Immanuel Kant (1724 – 1804) mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan
yang mencakup di dalamnya empat persoalan yaitu :
a. Metafisika (apa yang dapat kita ketahui).
b. Etika (apa yang boleh kita kerjakan).
c. Agama (sampai dimanakah pengharapan kita)
d. d. Antropologi (apakah yang dinamakan manusia). (Suharsaputra, 2004)
6. H.C Webb dalam bukunya History of Philosophy menyatakan bahwa filsafat
mengandung pengertian penyelidikan. Tidak hanya penyelidikan hal-hal yang
khusus dan tertentu saja, bahkan lebih-lebih mengenai sifat – hakekat baik dari
dunia kita, maupun dari cara hidup yang seharusnya kita selenggarakan di dunia ini.
(Suharsaputra, 2004).
7. Harold H. Titus dalam bukunya Living Issues in Philosophy mengemukakan
beberapa pengertian filsafat yaitu :
a. Philosophy is an attitude toward life and universe (Filsafat adalah sikap
terhadap kehidupan dan alam semesta).
b. Philosophy is a method of reflective thinking and reasoned inquiry
(Filsafat adalah suatu metode berfikir reflektif dan pengkajian secara
rasional)
c. Philosophy is a group of problems (Filsafat adalah sekelompok masalah)
d. Philosophy is a group of systems of thought (Filsafat adalah serangkaian
sistem berfikir) (Suharsaputra, 2004).
Dari beberapa pengertian di atas nampak bahwa ada pokok-pokok definisi dari
para ahli yang menekankan pada:
1. Subtansi, cakupan, dan upaya pencapaian dari apa yang dipikirkan dalam
berfilsafat.
2. Upaya
penyelidikan tentang substansi yang baik sebagai suatu keharusan dalam hidup di
dunia.
3. Dimensi-dimensi filsafat dari mulai sikap, metode berfikir, substansi
masalah, serta sistem berfikir. Bila diperhatikan secara seksama, nampak
pengertian-pengertian tersebut lebih bersifat saling melengkapi, sehingga dapat
dikatakan bahwa berfilsafat berarti penyelidikan tentang apanya, bagaimananya,
dan untuk apanya. Dalam konteks ciri-ciri berfikir filsafat, yang bila
dikaitkan dengan terminologi filsafat tercakup dalam ontologi (apanya),
epistemologi (bagaimananya), dan axiologi (untuk apanya).
B. Pengertian Ilmu
Van Peursen mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat,
sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut
(Peursen, 1985). Dahulu seorang filsuf memiliki pengetahuan yang luas sehingga
beberapa ilmu dipahaminya karena pada waktu itu jumlah atau volume pengetahuan
belum sebanyak zaman kini. Sebagai contoh, Plato adalah filsuf yang mampu di
bidang politik kenegaraan, kosmologi, filsafat manusia, filsafat keindahan, dan
juga seorang pendidik. Aristoteles adalah filsuf yang ahli di dalam masalah
epistemologi, etika, dan ketuhanan. Plotinos bahkan ahli disemua cabang
filsafat kecuali filsafat politik.
Sejalan dengan perubahan dan perkembangan zaman ilmu mulai terpisah dari
induknya yaitu filsafat. Ilmu mulai berkembang dan mengalami
deferensiasi/pemisahan hingga spesifikasinya semakin terperinci bahkan satu
cabang ilmu pada 23 tahun yang lalu diperkirakan berkembang menjadi lebih dari
650 ranting disiplin ilmu. (Suriasumantri, 1986). Bahkan ada semacam joke yang
beredar di kalangan kedokteran “nanti akan ada dokter spesialis bedah tulang
jari kelingking sebelah kiri”. Hal senada juga dikemukakan Jujun dalam suatu
model dialog berikut ini. “Saya adalah Dokter Polan, ahli burung betet betina,”
demikian dalam abad spesialisasi ini seorang memperkenalkan diri. Jadi tidak
lagi ahli zoologi, atau ahli burung, bukan juga ahli betet, melainkan khas
betet betina. “Ceritakan, Dok, bagaimana membedakan burung betet betina dengan
burung betet jantan!” “Burung betet jantan makan cacing betina sedangkan burung
betet betina makan cacing jantan...” “Bagaimana membedakan cacing jantan dengan
cacing betina?” “Wah, itu di luar profesi dan keahlian saya. Saudara harus
bertanya kepada seorang ahli cacing.” (Suriasumantri, 1986). Apakah ini suatu
wacana atau joke, sebenarnya dapat dianggap sebagai suatu tanda bahwa kelak
dikemudian hari perkembangan ilmu akan semakin luas bentangannya dan para
peneliti akan semakin leluasa memilih bidang kajiannya. Kalau diamati sampai
pada era mileneum ketiga ini tidak terhitung spesialisasi ilmu yang bermunculan
di perguruan tinggi yang dikaji oleh para peneliti, khususnya yang menempuh
studi magister, doktoral, dan spesialis.
Kini terbukti bahwa Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan satu
kesatuan kemudian menjadi terpecah-pecah. Ilmu-ilmu cabang dengan metodologinya
masing-masing mengembangkan spesialisasinya sendiri-sendiri secara intens.
Lepasnya ilmu cabang dari “batang filsafatnya” diawali oleh ilmu-ilmu alam atau
fisika (Wibisono, 1997). Hal ini terjadi pada abad ke-17, maka mulailah terjadi
perpisahan antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan
bahwa sebelum abad ke-17 tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan
filsafat.
Untuk memahami ilmu, ada banyak definisi yang menuntun dan mengarahkan
kepada pengertian yang jelas. Secara etimologis “ilmu” merupakan kata serapan
yang berasal dari bahasa Arab „alima yang berarti tahu atau mengetahui
(Gazalba, 1992), sementara itu secara istilah ilmu diartikan sebagai Idroku
syai bi haqiqotih (mengetahui sesuatu secara hakiki). (Suharsaputra, 2004).
Dalam bahasa Inggeris Ilmu dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan
dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science berasal dari bahasa Latin
dari kata Scio, Scire yang berarti (mengetahui) umumnya diartikan Ilmu tapi
sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual
mengacu pada makna yang sama. Sinonim yang paling akurat dalam bahasa Yunani
adalah episteme. Untuk lebih memahami pengertian Ilmu (science) di bawah ini
akan dikemukakan beberapa pengertian :
1. Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara
bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan
gejalagejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu. (Depdikbud,1989)
2. Aristoteles memandang ilmu sebagai pengetahuan demonstratif tentang
sebabsebab hal. (Bagus, 1996).
3. Ilmu merupakan alat untuk mewujudkan tujuan politis secara efektif dan
alamiah. (Suriasumantri, 1986).
4. Dalam beberapa kamus berbahasa Inggris antara lain mendeskripsikan bahwa
Science is knowledge arranged in a system, especially obtained by observation
and testing of fact (An English Reader s Dictionary); Science is a systematized
knowledge obtained by study, observation, experiment” (Webster s Super New
School and Office Dictionary). (Suharsaputra, 2004).
5. Uhar mengutip pendapat dari tiga orang ilmuwan berikut ini. Science is the
complete and consistent description of facts and experience in the simplest
possible term” (Karl Pearson); Science is a sistematized knowledge derives from
observation, study, and experimentation carried on in order to determinethe
nature or principles of what being studied” (Ashley Montagu); Science is the
system of man’s knowledge on nature, society and thought. It reflect the world
in concepts, categories and laws, the correctness and truth of which are
verified by practical experience (V.Avanasyev). (Suharsaputra, 2004).
Selanjutnya dalam kutipannya juga dikemukakan pendapat The Liang Gie yang
menyatakan pengertian ilmu dilihat dari ruang lingkupnya adalah sebagai berikut
:
·
Ilmu merupakan sebuah istilah umum untuk menyebutkan segenap pengetahuan
ilmiah yang dipandang sebagai suatu kebulatan. Jadi ilmu mengacu pada ilmu
seumumnya;
·
Ilmu menunjuk pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari
pokok soal tertentu, ilmu berarti cabang ilmu khusus.
Sedangkan jika dilihat dari segi maknanya The Liang Gie mengemukakan tiga
sudut pandang berkaitan dengan pemaknaan ilmu/ilmu pengetahuan yaitu:
·
Ilmu sebagai pengetahuan, artinya ilmu adalah sesuatu kumpulan yang
sistematis, atau sebagai kelompok pengetahuan teratur mengenai pokok soal atau
subject matter. Dengan kata lain bahwa pengetahuan menunjuk pada sesuatu yang
merupakan isi substantif yang terkandung dalam ilmu.
·
Ilmu sebagai aktivitas, artinya suatu aktivitas mempelajari sesuatu secara
aktif, menggali, mencari, mengejar atau menyelidiki sampai pengetahuan itu
diperoleh. Jadi ilmu sebagai aktivitas ilmiah dapat berwujud penelaahan
(study), penyelidikan (inquiry), usaha menemukan (attempt to find), atau
pencarian (search).
6. Ilmu sebagi metode, artinya ilmu pada dasarnya adalah suatu metode untuk
menangani masalah-masalah, atau suatu kegiatan penelaahan atau proses
penelitian yang mana ilmu itu mengandung prosedur yakni
serangkaian cara dan langkah tertentu yang mewujudkan pola tetap. Rangkaian
cara dan langkah ini dalam dunia keilmuan dikenal sebagai metode.
(Suharsaputra, 2004).
Dari pengertian di atas nampak bahwa Ilmu memang mengandung arti
pengetahuan, tapi bukan sembarang pengetahuan melainkan pengetahuan dengan
ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara sistematis, dan untuk mencapai hal
itu diperlukan upaya mencari penjelasan atau keterangan. Lebih jauh dengan
memperhatikan pengertian-pengertian Ilmu sebagaimana diungkapkan di atas,
dapatlah ditarik beberapa kesimpulan berkaitan dengan pengertian ilmu yaitu :
·
Ilmu adalah sejenis pengetahuan
·
Tersusun atau disusun secara sistematis
·
Sistimatisasi dilakukan dengan menggunakan metode tertentu
·
Pemerolehannya dilakukan dengan cara studi, observasi, eksperimen.
Dengan demikian sesuatu yang bersifat pengetahuan biasa dapat menjadi suatu
pengetahuan ilmiah bila telah disusun secara sistematis serta mempunyai metode
berfikir yang jelas, karena pada dasarnya ilmu yang berkembang dewasa ini
merupakan akumulasi dari pengalaman/pengetahuan manusia yang terus dipikirkan,
disistimatisasikan, serta diorganisir sehingga terbentuk menjadi suatu disiplin
yang mempunyai kekhasan dalam objeknya.
C. Hubungan Filsafat dengan Ilmu
Secara historis antara ilmu dan filsafat pernah merupakan suatu kesatuan,
namun dalam perkembangannya mengalami divergensi, dimana dominasi ilmu lebih
kuat mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi ini mendorong pada upaya untuk
memposisikan ke duanya secara tepat sesuai dengan batas wilayahnya
masing-masing, bukan untuk mengisolasinya melainkan untuk lebih jernih melihat
hubungan keduanya dalam konteks lebih memahami khazanah intelektual manusia.
Ada kesulitan untuk menyatakan secara tegas dan ringkas mengenai hubungan
antara ilmu dan filsafat, karena terdapat persamaan sekaligus perbedaan antara
ilmu dan filsafat, disamping dikalangan ilmuwan sendiri terdapat perbedaan
pandangan dalam hal sifat dan keterbatasan ilmu, dimikian juga dikalangan
filsuf terdapat perbedaan pandangan dalam memberikan makna dan tugas filsafat.
Menurut Sidi Gazalba ada dua tugas filsafat yang tidak ada pada ilmu yaitu : (1) Refleksi
terhadap dunia menyeluruh, khususnya terhadap makna, tujuan, dan nilai; (2)
Menguji pengertianpengertian, baik yang dipakai oleh ilmu atau oleh anggapan
umum secara kritis. (Gazalba, 1992).
Adapun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat
adalah bahwa keduanya menggunakan metode berpikir reflektif dalam upaya
menghadapi/memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap halhal tersebut
baik filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berpikiran terbuka serta sangat
komitmen pada kebenaran, disamping perhatiannya pada pengetahuan yang
terorganisir dan sistematis. Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih
berkaitan dengan titik tekan, dimana ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu
lebih bersifat analitis dan deskriptif dalam pendekatannya, ilmu menggunakan
observasi, eksperimen dan klasifikasi data pengalaman indra serta berupaya
untuk menemukan hukumhukum atas gejala-gejala tersebut, sedangkan filsafat
berupaya mengkaji pengalaman secara menyeluruh sehingga lebih bersifat inklusif
dan mencakup hal-hal umum dalam berbagai bidang pengalaman manusia, filsafat
lebih bersifat sintetis dan sinoptis dan kalaupun analitis maka analisanya
memasuki dimensi kehidupan secara menyeluruh dan utuh, filsafat lebih tertarik
pada pertanyaan kenapa dan bagaimana dalam mempertanyakan masalah hubungan
antara fakta khusus dengan skema masalah yang lebih luas, filsafat juga
mengkaji hubungan antara temuan-temuan ilmu dengan klaim agama, moral, dan
seni.
Perbedaan ilmu dan filsafat secara jelas dapat diamati pada tabel berikut.
ILMU
|
FILSAFAT
|
mengkaji
bidang yang terbatas
|
mengkaji
pengalaman secara menyeluruh, bersifat inklusif
|
ilmu lebih
bersifat analitis dan deskriptif dalam pendekatannya
|
bersifat
sintetis dan sinoptis
|
ilmu menggunakan
observasi, eksperimen dan klasifikasi data pengalaman indra
|
pertanyaan
kenapa dan bagaimana dalam mempertanyakan masalah hubungan antara fakta
khusus dengan skema masalah yang lebih luas
|
berupaya untuk
menemukan hukumhukum atas gejalagejala
|
mengkaji
hubungan antara temuan-temuan ilmu dengan klaim agama, moral, dan seni
|
kebenarannya
sepanjang pengalaman
|
Kebenarannya
sepanjang pemikiran
|
Dengan memperhatikan paparan tersebut nampak bahwa filsafat mempunyai
batasan yang lebih luas dan menyeluruh ketimbang ilmu, ini berarti bahwa apa
yang sudah tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat berupaya mencari
jawabannya, bahkan ilmu itu sendiri bisa dipertanyakan atau dijadikan objek
kajian filsafat (Filsafat Ilmu), namun demikian filsafat dan ilmu mempunyai
kesamaan dalam menghadapi objek kajiannya yakni berpikir reflektif dan
sistematis, meski dengan titik tekan pendekatan yang berbeda. Dengan demikian,
ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan dapat dibuktikan, filsafat
mencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh
ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan Agama merupakan jawaban
terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh filsafat dan jawabannya
bersifat mutlak/dogmatis. Menurut Sidi Gazalba. Pengetahuan ilmu lapangannya
segala sesuatu yang dapat diteliti (riset dan/atau eksperimen); batasnya sampai
kepada yang tidak atau belum dapat dilakukan penelitian. Pengetahuan filsafat:
segala sesuatu yang dapat dipikirkan oleh budi (rasio) manusia yang alami
(bersifat alam) dan nisbi; batasnya ialah batas alam namun demikian ia juga
mencoba memikirkan sesuatu yang diluar alam, yang disebut oleh agama “Tuhan”.
(Gazalba, 1992).
D. Pengertian Filsafat Ilmu
Dilihat dari segi katanya filsafat ilmu dapat dimaknai sebagai filsafat
yang berkaitan dengan atau tentang ilmu. Filsafat
ilmu merupakan bagian dari filsafat pengetahuan secara umum, ini dikarenakan
ilmu itu sendiri merupakan suatu bentuk pengetahuan dengan karakteristik
khusus, namun demikian untuk memahami secara lebih khusus apa yang dimaksud
dengan filsafat ilmu, maka diperlukan pembatasan yang dapat menggambarkan dan
memberi makna khusus tentang istilah tersebut. Para ahli telah banyak
mengemukakan definisi/pengertian filsafat ilmu dengan sudut pandangnya
masing-masing, dan setiap sudut pandang tersebut amat penting guna pemahaman
yang komprehensif tentang makna filsafat ilmu, berikut ini akan dikemukakan
beberapa definisi filsafat ilmu:
·
The philosophy of science is a part of philosophy which attempts to do for
science what philosophy in general does for the whole of human experience
(Peter Caws)
·
The philosophy of science attemt, first, to elucidate the elements involved
in the process of scientific inquiry-observational procedures, patterns of
argument, methods of representation and calculation, metaphysical
presupposition, and so on, and then to evaluate the grounds of their validity
from the points of view of formal logic, practical methodology anf metaphysics
(Steven R. Toulmin).
·
Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific
thinking and tries to determine the value and significance of scientific
enterprise as a whole (L. White Beck)
·
Philosophy of science.. that philosophic discipline which is the systematic
study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and
presupposition, and its place in the general scheme of intelectual discipline
(A.C. Benyamin)
·
Philosophy of science.. the study of the inner logic of scientific
theories, and the relations between experiment and theory, i.e of scientific
method (Michael V. Berry). (Suharsaputra, 2004).
Pengertian-pengertian di atas menggambarkan variasi pandangan beberapa ahli
tentang makna filsafat ilmu. Peter Caws memberikan makna filsafat ilmu sebagai
bagian dari filsafat yang kegiatannya menelaah ilmu dalam konteks keseluruhan
pengalaman manusia, Steven R. Toulmin memaknai filsafat ilmu sebagai suatu
disiplin yang diarahkan untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan
prosedur penelitian ilmiah, penentuan argumen, dan anggapan-anggapan metafisik
guna menilai dasar-dasar validitas ilmu dari sudut pandang logika formal, dan metodologi
praktis serta metafisika. Sementara itu White Beck lebih
melihat filsafat ilmu sebagai kajian dan evaluasi terhadap metode ilmiah untuk
dapat dipahami makna ilmu itu sendiri secara keseluruhan, masalah kajian atas
metode ilmiah juga dikemukakan oleh Michael V. Berry setelah mengungkapkan dua
kajian lainnya yaitu logika teori ilmiah serta hubungan antara teori dan
eksperimen, demikian juga halnya Benyamin yang memasukan masalah metodologi
dalam kajian filsafat ilmu disamping posisi ilmu itu sendiri dalam konstelasi
umum disiplin intelektual (keilmuan).
Filsafat ilmu (philosophy of science) adalah pemikiran reflektif terhadap
persoalanpersoalan mengenai sifat dasar landasanlandasan ilmu yang mencakup
konsep-konsep pangkal, anggapan-anggapan dasar, asas-asas permulaan,
struktur-struktur teoritis, dan ukuranukuran kebenaran ilmu. (The Liang Gie,
1978). Pengertian ini sangat umum dan cakupannya luas, hal yang penting untuk
dipahami adalah bahwa filsafat ilmu itu merupakan telaah kefilsafatan terhadap
hal-hal yang berkaitan/ menyangkut ilmu, dan bukan kajian di dalam struktur
ilmu itu sendiri. Terdapat beberapa istilah dalam pustaka yang dipadankan
dengan Filsafat ilmu seperti: Theory of science, meta science, methodology, dan
science of science, semua istilah tersebut nampaknya menunjukan perbedaan dalam
titik tekan pembahasan, namun semua itu pada dasarnya tercakup dalam kajian
filsafat ilmu. Meskipun filsafat ilmu mempunyai substansinya yang khas, namun
dia merupakan bidang pengetahuan campuran yang perkembangannya tergantung pada
hubungan timbal balik dan saling pengaruh antara filsafat dan ilmu. Oleh karena
itu pemahaman bidang filsafat dan pemahaman ilmu menjadi sangat penting,
terutama hubungannya yang bersifat timbal balik, meski dalam perkembangannya
filsafat ilmu itu telah menjadi disiplin yang tersendiri dan otonom dilihat
dari objek kajian dan telaahannya. (The Liang Gie, 1978).
Sementara itu Gahral Adian mendefinisikan filsafat ilmu sebagai cabang
filsafat yang mencoba mengkaji ilmu pengetahuan (ilmu) dari segi ciri-ciri dan
cara pemerolehannya. Filsafat ilmu selalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
mendasar/radikal terhadap ilmu seperti tentang apa ciri-ciri spesifik yang
menyebabkan sesuatu disebut ilmu, serta apa bedanya ilmu dengan pengetahuan
biasa, dan bagaimana cara pemerolehan ilmu, pertanyaan-pertanyaan tersebut
dimaksudkan untuk membongkar serta mengkaji asumsi-asumsi ilmu yang biasanya
diterima begitu saja (taken for granted). Dengan demikian filsafat ilmu
merupakan jawaban filsafat atas pertanyaan ilmu atau filsafat ilmu merupakan
upaya penjelasan dan penelaahan secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan
ilmu. (Suharsaputra, 2004).
Spesifikasi dan kemandirian ilmu yang dihadapkan dengan semakin banyaknya
masalah kehidupan yang tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat menjadi
tumpuan untuk menjawabnya. Filsafat memberi penjelasan atau jawaban substansial
dan radikal atas masalah tersebut, sementara ilmu terus mengembangakan dirinya
dalam batas-batas wilayahnya, dengan tetap dikritisi secara radikal, proses
atau interaksi tersebut pada dasarnya merupakan bidang kajian filsafat ilmu,
oleh karena itu filsafat ilmu dapat dipandang sebagai upaya menjembatani jurang
pemisah antara filsafat dengan ilmu, sehingga ilmu tidak menganggap rendah pada
filsafat, dan filsafat tidak memandang ilmu sebagai suatu pemahaman atas alam
secara dangkal.
E. Manfaat Mempelajari Filsafat
Ilmu Filsafat ilmu berusaha mengkaji hal tersebut guna menjelaskan hakekat
ilmu yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga dapat diperoleh pemahaman
yang padu mengenai berbagai fenomena alam yang telah menjadi objek ilmu itu
sendiri, dan yang cenderung terfragmentasi. Untuk itu filsafat ilmu bermanfaat untuk:
1. Melatih berfikir radikal tentang hakekat ilmu
2. Melatih berfikir reflektif di dalam lingkup ilmu
3. Menghindarkan diri dari memutlakan kebenaran ilmiah, dan menganggap bahwa
ilmu sebagai satu-satunya cara memperoleh kebenaran
4. Menghindarkan diri dari egoisme ilmiah, yakni tidak menghargai sudut
pandang lain di luar bidang ilmunya.
Dengan demikian eksistensi ilmu mestinya tidak dipandang sebagai sesuatu
yang sudah final, dia perlu dikritisi, dikaji, bukan untuk melemahkannya tapi
untuk memposisikan secara tepat dalam batas wilayahnya. Hal inipun
dapat membantu terhindar dari memutlakan ilmu dan menganggap ilmu dan kebenaran
ilmiah sebagai satu-satunya kebenaran, disamping perlu terus diupayakan untuk
melihat ilmu secara integral bergandengan dengan dimensi dan bidang lain yang
hidup dan berkembang dalam membentuk peradaban manusia.
Dalam hubungan ini filsafat ilmu akan membukakan wawasan tentang bagaimana
sebenarnya substansi ilmu itu. Hal ini karena filsafat ilmu merupakan
pengkajian lanjutan dan refleksi atas ilmu dengan demikian ia merupakan syarat
mutlak untuk menentang bahaya yang menjurus kepada keadaan cerai berainya ilmu.
Disamping itu untuk menjaga keseimbangan pertumbuhan ilmu-ilmu yang ada,
melalui pemahaman tentang asas-asas, latar belakang serta hubungan yang
dimiliki/dilaksanakan oleh suatu kegiatan ilmiah.
F. Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pendidikan
Ruang lingkup bidang kajian filsafat ilmu mengalami perkembangan secara
terus menerus, hal ini tidak terlepas dengan interaksi antara filsafat dan ilmu
yang makin intens. Bidang kajian yang menjadi telaahan filsafat ilmu pun
berkembang dan diantara para ahli terlihat perbedaan dalam menentukan lingkup
kajian filsafat ilmu, meskipun bidang kajian induknya cenderung sama.
Perbedaannya lebih terlihat dalam perincian topik telaahan. Berikut ini
beberapa pendapat ahli tentang lingkup kajian filsafat ilmu:
1. Edward Madden menyatakan bahwa lingkup/ bidang kajian filsafat ilmu adalah :
a. Probabilitas
b. Induksi
c. Hipotesis
2. Ernest Nagel :
a. Logical pattern exhibited by explanation in the sciences
b. Construction of scientific concepts
c. Validation of scientific conclusions
3. Scheffer :
a. The role of science in society
b. The world pictured by science
c. The foundations of science (Suriasumantri, 1996)
Dari tiga pendapat tersebut nampak bahwa semua itu lebih bersifat menambah
terhadap lingkup kajian filsafat ilmu. Jujun S. Suriasumantri menyatakan bahwa
filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi yang secara spesifik mengkaji
hakekat ilmu. (Suriasumantri, 1996).
Dalam ilmu pendidikan, filsafat ilmu menempati posisi secara analog dengan
ilmu pengetahuan yang lain dengan mengajukan permasalahan dalam bentuk
pertanyaan. Pada dasarnya filsafat ilmu merupakan telahaan berkaitan dengan
objek apa yang ditelaah oleh ilmu (ontologi), bagaimana proses pemerolehan ilmu
(epistemologi), dan bagaimana manfaat ilmu (axiologi), oleh karena itu lingkup
induk telaahan filsafat ilmu adalah:
1. Ontologi
2. Epistemologi
3. Axiologi
Memanfaatkan filsafat ilmu sebagai titik tolak membuat kita bisa menjelajah
berbagai filsafat pengetahuan lainnya termasuk di dalamnya filsafat ilmu
pendidikan. Filsafat di sini merupakan pengetahuan tentang hakikat. Substansi
dari hakikat adalah paradigma dasar dari pengetahuan. Paradigma diartikan
sebagai cara memandang sesuatu. Dalam ilmu pengetahuan dimaknai sebagai model,
pola, ideal. Dari model-model ini fenomen yang dipandang dijelaskan. Juga
diartikan sebagai dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk
memecahkan problem-problem riset. (Bagus 1996).
Terkait dengan peranan filsafat ilmu sebagai landasan pengembangan ilmu
pendidikan maka tidak lepas dari induk telaahannya yaitu ontologi. Ontologi
berkaitan tentang apa obyek yang ditelaah ilmu pendidikan, dalam kajian ini
mencakup masalah realitas pendidikan dan kenampakannya (reality and
appearance). Realitas adalah apa yang nyata atau ada eksistensinya, sedangkan kenampakan adalah yang nampaknya saja nyata (Ali, 1987). Juga bagaimana hubungan ke dua hal
tersebut dengan subjek/manusia. Epistemologi dipandang identik dengan teori
pengetahuan. Pada saat sekarang teori pengetahuan tidak mungkin diabaikan.
Epistemologi ilmu pendidikan berkaitan dengan bagaimana proses diperolehnya
ilmu pendidikan, bagaimana prosedurnya untuk memperoleh pengetahuan ilmiah yang
benar. Axiologi berkaitan dengan apa manfaat ilmu pendidikan, bagaimana
hubungan etika dengan ilmu, serta bagaimana mengaplikasikan ilmu pendidikan
dalam kehidupan. Ruang lingkup telaahan filsafat ilmu sebagaimana diungkapkan
di atas di dalamnya sebenarnya menunjukan hal-hal yang dikaji dalam filsafat
ilmu. Masalahmasalah dalam filsafat ilmu pada dasarnya menunjukan topik-topik
kajian yang dapat masuk ke dalam salah satu lingkup filsafat ilmu pendidikan.
Adapun masalah-masalah tersebut adalah:
1. masalah-masalah metafisis
2. masalah-masalah epistemologis
3. masalah-masalah metodologis
4. masalah-masalah logis
5. masalah-masalah etis
6. masalah-masalah tentang estetika
Metafisika merupakan telaahan atau teori tentang yang ada, istilah
metafisika ini terkadang dipadankan dengan ontologi, karena sebenarnya
metafisika juga mencakup telaahan lainnya seperti telaahan tentang bukti-bukti
adanya Tuhan. Epistemologi merupakan teori pengetahuan dalam arti umum baik itu
kajian mengenai pengetahuan biasa, pengetahuan ilmiah, maupun pengetahuan
filosofis, metodologi ilmu adalah telaahan atas metode yang dipergunakan oleh
suatu ilmu, baik dilihat dari struktur logikanya, maupun dalam hal validitas
metodenya. Masalah logis berkaitan dengan telaahan mengenai kaidah-kaidah
berfikir benar, terutama berkenaan dengan metode deduksi. Problem etis
berkaitan dengan aspek-aspek moral dari suatu ilmu, apakah ilmu itu hanya untuk
ilmu, ataukah ilmu juga perlu memperhatikan kemanfaatannya dan kaidahkaidah
moral masyarakat. Sementara itu masalah estetis berkaitan dengan dimensi
keindahan atau nilai-nilai keindahan dari suatu ilmu, terutama bila berkaitan
dengan aspek aplikasinya dalam kehidupan masyarakat.
Kesimpulan
1. Berfilsafat berarti selalu berusaha untuk berfikir guna mencapai
kebaikan dan kebenaran, berfikir dalam filsafat bukan sembarang berfikir namun
berpikir secara radikal sampai ke akar-akarnya.
2. Pada awalnya dahulu ilmu merupakan bagian dari filsafat, sehingga definisi
tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut. Ilmu adalah
pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala
tertentu dibidang (pengetahuan) itu.
3. Sejalan dengan perubahan dan perkembangan zaman ilmu mulai terpisah dari
induknya yaitu filsafat. Ilmu mulai berkembang dan mengalami deferensiasi/
pemisahan hingga spesifikasinya semakin terperinci.
4. Persesuaian antara ilmu dan filsafat adalah bahwa keduanya menggunakan
metode berpikir reflektif dalam upaya memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan.
Oleh karena itu filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berpikiran terbuka serta
sangat komitmen pada kebenaran, disamping perhatiannya pada pengetahuan yang
terorganisir dan sistematis.
5. Filsafat ilmu (philosophy of science) adalah pemikiran reflektif terhadap
persoalanpersoalan mengenai sifat dasar landasanlandasan ilmu yang mencakup
konsepkonsep pangkal, anggapan-anggapan dasar, asas-asas permulaan,
struktur-struktur teoritis, dan ukuran-ukuran kebenaran ilmu.
6. Eksistensi ilmu tidak dipandang sebagai sesuatu yang sudah final, namun
perlu dikritisi, dikaji, bukan untuk melemahkannya tapi untuk memposisikan
secara tepat dalam batas wilayahnya.
7. Filsafat ilmu bisa menjadi pengetahuan bagi kalangan awam untuk memahami
hakikat berbagai ilmu.
8. Dalam upaya kita meningkatkan pendidikan keilmuan dirasakan perlunya
mengembangkan paradigma baru dalam berbagai hal dengan mengembangkan paradigma
epistemologi pemecahan masalah di samping penemuan pengetahuan ilmiah. Demikian
juga perlu dipikirkan pengembangan paradigma lain yang berkaitan dengan
peningkatan kegiatan pendidikan dan keilmuan.
DAFTAR PUSTAKA
Widyawati, Setya. 2013. FILSAFAT ILMU SEBAGAI LANDASAN PENGEMBANGAN ILMU
PENDIDIKAN. Surakarta
Bagus, Lorens. 1996. Kamus
Filsafat. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Depdikbud,1989. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Hamdani Ali. 1987. Filsafat
Pendidikan. Yogyakarta: Kota Kembang.
Harry Hamersma. 1981. Pintu
Masuk ke Dunia Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
Imam Barnadib. 1976. Filsafat
Pendidikan. Yogyakarta: ANDI.
Jujun S Suriasumantri. 1996. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar